Senin spirit SM SAB
Senin, 26 Januari 2015
Oleh: pak Okwan Himpuni
“JEMBATAN KEHIDUPAN”
Terceritakanlah sebuah keluarga yang
terdiri dari seorang anak dan ayah yang sangat senang berdiskusi tentang
masalah filosofi kehidupan dunia. Anaknya mengalami cacat fisik yaitu tidak
memiliki tangan kiri karena kecelakaan, sedangkan ayahnya adalah seorang yang
bijak.
Suatu hari mereka pergi ke jembatan
gantung, tempat banyak orang berlalu lalang beraktifitas diatasnya. Ayahnya
melakukan hal tersebut guna untuk memotivasi anaknya untuk bisa melewati
jembatan gantung tersebut (yang belum pernah dilakukan oleh anaknya).
Kondisinya, jembatan tersebut selalu bergoyang-goyang ketika ada orang lain yang
melewati jembatan gantung itu.
Sang anak merasa ketakukan pada awalnya
hingga akhirnya ayahnya menginstruksikan bahwa ia akan melewati/menyebrangi
terlebih dahulu, yang kemudian disusul oleh anaknya dengan arahan dari sang
ayah disebrang jembatan. Sang anak menyanggupinya.
“Lihat ke depan jalan!” pesan ayahnya
seraya beranjak mendahului anaknya.
Grogi, takut, cemas dan beragam
perasaan lainnya tercampur menjadi satu. Satu hal yang ingin ia capai adalah
menyebrangi jembatan tersebut meskipun dengan kelemahan fisiknya. Tiap kali ada
orang lain yang mendahului, jembatan gantung tersebut bergoyang-goyang dan
membuat anak itu semakin ketakutan, terlebih hanya tangan kanan yang dapat ia
andalkan.
Setelah lama berjalan, akhirnya ia
dapat menyelesaikan tantangan ayahnya. Betapa bahagianya paras anak itu setelah
sampai digaris akhir. Dengan bangga ia merayakan keberhasilannya dengan ucapan
syukur yang tiada henti-hentinya.
Sambil berjalan mendekati anak, sang
ayah mencoba mendekati anaknya dan membawanya kembali ketengah jembatan goyang
untuk memberikan suatu hikmah disana, sang anak pun dengan berani mengikuti
ayahnya karena tangannya dituntun erat-erat oleh ayahnya.
“Apa yang kamu rasakan?” Tanya ayah
kepada anaknya ditengah jembatan.
“Rasa takut yang luar biasa, ketika
berada disini, aku berupaya semaksimal mungkin agar sampai ke tempat tujuan,”
jawab anak tersebut sembil menahan ketakutannya.
“Hmm, begitulah hidup, dunia ini
hanya bersifat sementara, seperti perjalanan kita melewati jembatan gantung
ini. Dibutuhkan nyali dan keberanian agar kita sampai pada tujuan kita yang
sebenarnya, menyelesaikan segala bentuk ujian yang menimpa kita, jangan tergoda
dengan yang lain.” Ucap ayahnya.
“Coba lihat kebawah, apa yang kamu
lihat, Nak?” Tanya ayahnya kembali.
“Jurang yang sangaaaaaatt dalam,
entahlah kita bisa kembali atau tidak kalau sudah terjatuh kedalamnya.” Jawab
sang anak secara spontan.
“Kehidupan juga seperti itu, Nak.
Adapun kalau kita melihat kebawah (hilang fokus menjalani hidup) dan kita
terlena hingga kita terjatuh kedalamnya, kita gagal menyebrangi kehidupan ini,
kita gagal mencapai tujuan terbaik dalam kehidupan ini. Meskipun orang yang
sudah terjatuh mampu kembali lagi ke jembatan ini, namun tidak semudah yang
kita bayangkan. Orang yang sudah terjatuh berkemungkinan besar hidupnya tidak
akan selamat, entah itu tenggelam, tersesat bahkan sampai meninggal dunia.
Tentunya kita tidak mau hal itu terjadi bukan?”
***
Hikmah dari kisah diatas adalah:
·
Apapun
bentuk tubuh kita dan bagaimanapun kondisinya, itulah tubuh terbaik yang kita
miliki yang Allah swt. kehendaki untuk kita. Selalu syukuri hal itu jangan
pernah kita berhenti bersyukur karena kekurangan kita. Hindari
membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain secara fisik.
·
Hidup
kita ini seperti sebuah pohon. Kita dituntut agar selalu berusaha menjadi yang
terbaik dalam kehidupan kita, meraih cita-cita sebanyak daun yang rindang pada
sebuah pohon. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa kita penuhi seluruhnya,
keterbatasan kita hanya mampu menjadi ranting-ranting/dahan pohon untuk
cita-cita yang lebih luas. Meskipun hanya sedikit yang dapat kita lakukan,
pastikan perbuatan baik kita itu adalah perbuatan yang total dan mempengaruhi
orang lain. Seperti halnya MLM yang memiliki banyak downline, teruslah berbuat
kebajikan.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar