Cerpen 11: Zul
& Pedang 3 Meter
Zul adalah seorang
pengembara yang tidak tahu tujuannya. Zul sudah tidak memiliki sanak saudara
dikampung halamannya. Orang tuanya sudah meninggal dunia karena sakit. Kini ia
hidup sebatang kara. Tabiatnya selalu mencerminkan sikap ramah dan senang
membantu orang lain. Pada usianya yang ke-20 tahun ia berencana merantau untuk
menebar kebaikan. Satu hal yang pasti, niat Zul melakukan perjalanan dari
kampung halamannya di Bogor menuju daerah lain adalah untuk membantu sesama
umat manusia yang sedang dalam kesulitan. Adapun kebutuhan sehari-harinya
selalu tercukupi oleh hasil alam yang melimpah ruah dibumi ini.
Suatu hari dihutan
yang sangat rindang, Zul melewati sebuah goa yang ukurannya besar. Dari dalam
goa tersebut terpancar sinar yang menyilaukan mata Zul sekaligus membuat
dirinya penasaran. Perlahan ia dekati benda yang memantulkan sinar itu untuk
memastikan. Ternyata, benda tersebut merupakan pantulan cahaya matahari dari
mata pedang yang tergeletak diatas tanah. Entah siapa yang membuat pedang yang terlihat indah tersebut. Panjangnya kira-kira
sekitar 3 meter dengan gagang terbungkus kayu jati berwarna coklat kemerahan.
Merasa kedatangan
rejeki nomplok, Zul mengambil pedang yang panjang itu dengan menyeretnya dari
bahu. Tidak ada seorang pun disana untuk dikonfirmasi oleh Zul tentang
asal-usul pedang tersebut, membuat Zul semakin yakin untuk membawanya dari goa
dalam hutan. Disamping untuk persenjataan, khawatir ada perampok , juga untuk dijual suatu saat
tidak mempunyai uang dan kehabisan makanan.
Setelah melakukan
perjalanan sekitar 6 jam, Zul menemukan curug kecil disekitar hutan. Merasa
letih karena membawa pedang dengan bobot cukup berat, Zul memutuskan untuk
beristirahat sekaligus bermeditasi di bawah air terjun. Ukurannya yang panjang
membuat ia merasa letih karena harus berkelok-kelok saat sedang berjalan karena
tidak jarang pedang itu tersangkut akar pohon hutan yang besar.
Baru saja ia
memejamkan mata, Zul mendapat bisikan entah dari mana asalnya yang membuat Zul
terkejut. Karena penasaran, ia kembali menutup matanya dan menyimak dengan baik
suara yang tiba-tiba hadir ditelinganya.
“Kaulah yang
terpilih, jangan menjual pedang yang dibuat oleh leluhur kami untuk kepentingan
pribadi. Pergunakan dengan baik!”
Mendengar kabar
singkat yang ghaib tersebut, Zul berusaha meyakinkan dirinya untuk tetap tenang
dan tinggal sementara dalam hutan sebelum memasuki kawasan penduduk.
Dalam
kesendiriannya, Zul mencoba mengayunkan pedang dengan perlahan-lahan. Karena
tidak sanggup, ia memikirkan cara lain untuk dapat menggunakannnya dengan baik.
Sedikit demi sedikit, Zul melatih fisiknya dengan latihan-latihan yang dapat
membentuk kekuatan ototnya dengan harapan mampu menahan beban pedang dan
menggunakannya dengan berbagai tehnik.
1 bulan lamanya Zul
berada dalam pengasingan demi melatih dirinya menjadi seorang samurai, ia
akhirnya dapat mampu mengusai tehnik bermain pedang dengan mahir, terutama
pedang panjang yang cukup berat tersebut.
Tiba-tiba terdengar
teriakan banyak orang yang datang dari arah pedesaan yang lari ketakutan menuju
hutan. Ternyata ada sebuah monster raksasa pemakan manusia yang
memporakporandakan kondisi desa dengan kekuatan jahatnya. Monster pemakan
manusia itu datang dari puncak gunung tidak lain dan tidak bukan untuk
memberikan terror kepada penduduk yang sudah lama tidak memberikan tumbal anak
perempuan untuk ia makan.
Tidak sedikit korban
yang menjadi santapan monster jahat tersebut. Merasa memiliki kekuatan yang
cukup dan keberanian, Zul seolah mendapat tanggung jawab untuk menghentikan
monster tesebut. Ditambah teriakan orang-orang yang menghampirinya untuk
dimintakan tolong kepada Zul, membuat Zul menjadi semakin yakin akan perannya.
Penduduk mengira Zul adalah dewa penyelamat yang diutus dari langit untuk
membuat kedamaian dimuka bumi dengan pedang panjang yang digenggamnya.
Dengan sigap, Zul
berlari menuju desa untuk menemui monster tersebut. Para penduduk bersorak
gembira sekaligus mendo’akan perjalanan Zul demi kelancaran memberantas monster
jahat yang mengganggu desa mereka. Pedang Zul yang terseret diatas permukaan
tanah, selalu tersangkut oleh akar-akar pohon hutan, membuatnya mengalami
sedikit kendala saat menuju desa. Seorang anak bernama Dhin selalu membantu Zul
dengan mengangkatkan pedangnya saat tersangkut. Hampir 30 menit lamanya, Zul
dan Dhin berada ditengah-tengah desa, tepat dihadapan monster jahat.
Tubuhnya yang besar
membuat musuh Zul yang satu ini mudah untuk dikenali dan dicari tanpa harus
mempertanyakan keberadaannya. Dhin yang ikut mendampingi Zul, diminta untuk
bersembunyi selama pertempuran berlangsung. Tanpa basa-basi, Zul langsung menghunuskan
pedangnya ke arah tubuh monster dengan harapan langsung dengan mudah
dikalahkan.
Akan tetapi gerakan
Zul seolah sudah diprediksi oleh monster. Monster itu mentertawakan gerak-gerik
Zul yang masih lamban dalam menggunakan pedang. Seketika monster mengelak dan
menghentakan kakinya ke bumi dengan tekanan yang keras sehingga terjadi gempa
yang dahsyat. Saat itu juga Zul terpental karenanya. Merasa terancam, monster langsung
mengincar tubuh Zul yang tengah berbaring tak berdaya untuk ia santap sebagai
makanannya. Namun usahanya sia-sia, dengan tenaga sisa, Zul berlari meniggalkan
monster dan pedangnya menjauh.
Monster yang kuat itu
kini dipermainkan oleh Zul. Rumah-rumah yang terlewati saat sedang mengumpan
dirinya hancur berantakan terinjak monster. Tiba di sudut desa dengan keadaan
terdesar, Zul langsung berbalik arah dan berlari secepat mungkin. Hanya satu
yang ia tuju yaitu pedang panjangnya. Monster yang kebingungan dengan
gerak-gerik Zul, menyerang kembali dengan serangan yang sama, yaitu
menghentakkan kaki. Sebelum kakinya terangkat, Zul menebas tumit monster dengan
kuat dan seketika monster dengan tinggi 5 meter itu terjatuh dan teriak
kesakitan. Suaranya membisingkan seluruh desa dan hutan disekitarnya.
Monster yang
terbaring kesakitan itu berusaha berdiri untuk kabur, namun sangat disayangkan,
Zul telah menancapkan pedangnya ditelapak kaki monster menembus bagian paha
sehingga sulit untuk berdiri dengan luka yang parah seperti itu. Kesempatan
emas yang telah dibuat Zul langsung dimanfaatkan untuk menebas leher dan
jantung monster dengan menggunakan pedangnya. Dengan darah bercucuran, monster
tersebut akhirnya berhasil dikalahkan.
Penduduk yang
mengintip dari balik pepohonan hutan, berteriak keluar hutan dengan teriakan
kemenangan. Dhin yang ikut bersembunyi, turut keluar dari tempat
persembunyiannya. Sebagian pemuda menggendong Zul atas keberhasilannya. Jenazah
monster yang tewas tiba-tiba berubah menjadi debu dan tertiup angin. Sebagian
orang tua menangis mengingat anaknya yang mati dimakan monster yang kini telah
lenyap.
Suka tercampur duka
menyelimuti desa saat itu. Beberapa korban yang menjadi tumbal monster
dimakamkan dengan sangat apik, mereka diberi gelar pahlawan oleh penduduk desa.
Rumah-rumah yang berantakan dibersihkan oleh penduduk dan mulai dibangun
kembali rumah yang baru.
Demi keamanan desa
yang terjaga, Zul akhirnya ditawari tempat tinggal oleh penduduk desa. Akan tetapi
tawaran tersebut ditolak dan Zul meminta izin untuk meninggalkan penduduk demi
melanjutkan perjalanannya berkelana keliling dunia. Sebelum pergi, Dhin yang
sejak lama memperhatikan Zul, memohon untuk bisa ikut berpetualang bersama Zul
dan membantu banyak orang diluar desanya. Dengan berbagai pertimbangan,
akhirnya Zul mengizinkan anak tersebut ikut dengannya.
Banyak kisah yang
tergores oleh pedang misterius tersebut. Akhirnya pedang yang telah membantu
Zul itu ia beri nama “long sword” karena bentuknya yang panjang. Hari demi hari
Zul dan Dhin berkelana menumpas kejahatan. Beragam cerita menjadi pengalaman
hidup mereka saat berpetualang bersama ‘long
sword’.
Selesai…
#cerpen #cerpenorisinil #orisinil #1000cerpen #hobi #bogor
#penulis #fiksi #imajinasi #mimpi #kreatif #karya #inovatif