Selasa, 12 November 2013

Ku mohon 1 hari ini saja...

          Apa yang kita pikirkan setelah membaca judul diatas? Tentu saja akan tersirat sebuah maksud/harapan dari sesuatu tertentu yang kita inginkan dan hanya terjadi satu kali dalam seumur hidup kita. Entah apa yang akan saya ceritakan disini, pengalaman pertama yang saya alami dan berharap tidak akan terjadi lagi dimasa yang akan datang.

          Sebagai seorang sanguis yang ekstrovert, berbicara adalah suatu keahlian sekaligus anugrah yang dapat saya manfaatkan dalam melakukan berbagai aktifitas sesuai kehendak saya, tanpa merasa diberatkan atau mengeluh sedikit pun. Ya! Itulah yang selama ini saya rasakan dalam kehidupan sehari - hari. Saya dapat melakukan semua hal yang saya inginkan dengan berbicara. Berperan menjadi orang lain, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, mengumandangkan adzan,bernyanyi sesuai irama yang tepat, berpidato didepan orang banyak, membacakan puisi dengan mimik dan intonasi yang sesuai dan lain - lain. Kemampuan ini membuat saya bisa terlihat berwibawa bahkan merasa terancam pada kondisi tertentu.

         Selasa, 12 November 2013. Saat terbangun dari tidur yang nyenyak karena alarm ponsel, saya merasa ada sesuatu yang tidak nyaman terjadi pada diri saya. Demam tinggi disertai batuk tiba - tiba menyerang saya. Disamping itu, sesuatu yang sangat berharga dalam diri saya tidak terdengar seperti biasanya. Saya kehilangan suara saya.

         Baru pertama saya mengalami kejadian seperti ini (semoga tidak pernah terulang), rasanya sulit dipercaya. Berulang kali saya coba memusatkan tenaga untuk mengeluarkannya, tetapi hanya terdengar suara pelan yang disertai batuk kering yang sangat gatal.

         "Ya Allah, apa yang sebenarnya terjadi?" Gumam saya dalam hati. Bergegas saya mencari jeruk nipis dan asam kamal di dapur, ternyata tidak ada stok persediaan disana. Sesegera mungkin saya sampaikan kabar ini ke Ibu untuk diantarkan berobat ke puskesmas. Tak lupa saya mengirim pesan ke sekolah meminta izin ketidak hadiran hari ini kepada menejer & rekan satu kelas.

         Pusing, lemas dan hening tanpa kicauan suara saya dipagi hari ini, membuat saya harus menyurutkan niat membawa motor menggantinya dengan naik transportasi umum (angkot) menuju puskesmas. Beribu imajinasi terbayang dibenak saya (sampai tulisan ini dibuat) karena kekhawatiran saya terkait kondisi seperti ini. Saya yang biasanya mendominasi percakapan orang-orang kini tak lagi berdaya. Sambil menunggu antrian, saya mencoba mengingat kejadian selama satu minggu kemarin untuk mencari sebab gejala ini. Akhirnya saya dapat menyimpulkan beberapa sebab dari aktifitas kemarin.

         Demi mempersiapkan UAS dihari minggu (10 November 2013) sering kali saya begadang untuk mempelajari materi yang belum dikuasai. Sebelum hari ujian itu tiba, saya selalu menjadwalkan agenda saya pada catatan kecil (berdasarkan ilmu 'the secret'), memang itu semua terlaksana. Alhamdulillah UAS dapat dikerjakan dengan lancar sampai selesai. Keesokan harinya, saya merasa bersemangat menjalani hari senin karena dirasa beban sudah selesai. Meskipun dalam keadaan shaum, saya dapat memimpin senam, olahraga (berlari & bersepeda) dan mengajarkan yang lainnya dengan antusias. Volume suara kurang saya atur (saking bersemangatnya) selama seharian. Tidak timbul gejala apa-apa sampai malam hari, karena (menurut saya) ini sudah menjadi habits yang tidak perlu dipermasalahkan. Sepertinya ini yang menjadi akar permasalahan saya.

         Lamunan saya tersadarkan karena nomor urut antrian saya dipanggil dan kami masuk keruang itu untuk di cek. Ibuku (yang menjadi jubir disebelah saya) menerangkan kesehatan saya kepada dokter. Ternyata tensi darah saya turun & terdapat radang yang perlu diistirahatkan, saya tidak menyadari sampai kesana. Lucunya adalah dokter itu memiliki nama yang serupa, "bu Dinar" sama seperti saya "Dhinar." Mempunyai kisah yang mirip terkait pemakaian nama tersebut yang sama - sama mengadopsi dari mata uang Timur Tengah.

         Selesai di cek dan meminta surat keterangan, kemudian kami keruang lain untuk mengambil obat, setelah itu kami beranjak pergi. Tanpa diberi tahu, ibu membelikanku jeruk nipis (banyak teman menyarankan minum ramuan jeruk nipis, madu dan asam kamal untuk mengembalikan suara) dan buah favorit saya, nangka. Saya lahap memakannya didalam angkot sampai habis. Membayangkan apa yang dialami oleh murid - murid saya yang kebanyakan dari mereka adalah non-verbal, begitu juga saya dan ibu saya yang (saat ini) tidak melakukan percakapan seperti biasanya. Setengah jam berlalu diangkot, hanya duduk mendengarkan cerita tanpa memberikan respon, kecuali hanya senyum manis dan suara yang sangat pelan. Bahkan saya tak sanggup memberikan kode berhenti untuk mengatakan "kiri!" ketika di Pomad.

         Sampai dirumah, saya kembali bersemangat mempersiapkan diri untuk pergi kesekolah. Hasrat kinestetik saya terketuk untuk bertemu rekan - rekan yang lain disana (lagi pula dirumah sedang ada pemadaman listrik, hehee). Teringat dulu waktu SMP saya pernah mengeluh, "apakah sekolah itu adil? Ketika satu murid izin, selalu dipertanyakan, mendapatkan teguran dan faktanya hanya dia yang tertinggal pelajaran disekolah. Tapi, jikalau satu guru izin, yang tertinggal pelajaran adalah semua muridnya." Ini yang saya rasakan saat ini.

         Meskipun bimbang tercampur malu karena datang siang (padahal tidak diizinkan menejer, disarankan beristirahat), saya tetap memberikan senyum cerah untuk yang lain. Usaha sudah lakukan dengan berobat dan minum larutan jeruk nipis. Kini saatnya berusaha memperbaiki kondisi 'seolah sehat' dengan pergi ke kantor. Pengalaman bulan Oktober tahun lalu saya pernah memaksakan datang kesekolah dalam keadaan sakit untuk menghibur diri sendiri (dibandingkan dengan dirumah), alhamdulillah sembuh. Sekaligus membuktikan 'diamnya pak Dhinar yang selalu mengoceh.' kepada rekan-rekan guru, terutama di Lsc.

         Saya tidak dapat berkutik dilingkungan kantor saya sendiri, wajar saja karena saya tidak dapat memberikan instruksi sedikit pun kepada semua siswa, termasuk memanggil namanya. Rindu rasanya mengatakan "Pegang! Ambil! Samakan!" serta instruksi yang lainnya. Langsung saya teringat pesan salah satu rekan akhwat, "pak Dhinar lebih keren kalau diam." Baiklah, untuk hari ini saya buktikan. Ternyata ini semua memberikan hikmah tersendiri bagi saya kalau ini merupakan teguran langsung dari Allah agar selalu mengingatNya, sebab saya selalu mengabaikan teguran dari orang lain kepada saya.
"Ya Allah, kumohon 1 hari ini saja, saya diperlakukan seperti ini. Amin" harapan saya dari sanubari.

Pengalaman pribadi: Muhammad Dhinar Zulfiqar

Notes:
*kita sakit bukan berarti harus diam dirumah, berusahalah sebaik mungkin agar kita sehat kembali. Kesehatan manusia dijamin oleh Allah swt. (bukan karena jamsostek), namun perantaranya melalui hal - hal tertentu (obat, minuman, motivasi diri, dll.)
*hindari teriak-teriak saat shaum, karena korongkongan yang haus membutuhkan haknya untuk minum
*pandangan orang lain yang menyatakan kita "sehat" akan membantu memulihkan stamina kita melalui pikiran sugesti :D

semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar