Selasa, 13 April 2021

Panitia Kok Begitu

Panitia Ko Gitu

Cerita ini terjadi ketika aku mengikuti sebuah perlombaan antar guru yang diselenggarakan oleh dinas. Lombanya yaitu dongeng bahasa Sunda. Dari saya pribadi sih, siap ga siap, akan tetapi karena sudah di daftarkan kepala sekolah, maka aku pun mengikutinya dengan sukarela. Ya, itung-itung mencari pengalaman dan mengukur sejauh mana kemampuanku.

Sejak awal, informasi terkait lomba ini terkesan mendadak, satu sisi kami memahami karena ini masa pandemi. Tapi apa iya? Bayangkan saja pengumuman Kamis, Senin batas pendaftaran disertai teks dongeng, Rabu perlombaan dongeng nya. Kebayangkan?

Peserta yang daftar akhirnya di input ke dalam sebuah grup peserta, yang tidak lain adalah guru bahasa Sunda. Jumlahnya mencapai 80 peserta dan 1 panitia yang menjadi penanggung jawab terhadap informasi kepada kami, kita sebut Bu S.

Seiring berjalannya waktu, lomba tersebut akhirnya di undur pekan depan karena satu dan lain hal, begitu yang di ucapkan panitia kepada kami. Ya, mungkin ini yang terbaik. Setidaknya kami mendapatkan waktu untuk persiapan. Beliau pun, Bu S, sangat antusias kepada kami semua, bahkan ia mengharap kami tidak keluar grup untuk ajang silaturahmi :-D

Sebagai pendatang baru, saya sangat senang, dan hal ini dirasakan juga oleh peserta lain berhubung ini adalah kali pertama lomba yang mengangkat potensi lokal, ada ±80 calon pendongeng yang akan mewarisi budaya bahasa Sunda.

Sebelum pelaksanaan dimulai, jauh hari ada peserta yang menginginkan diadakannya persiapan ak teknikal meeting untuk gambaran besar peserta nantinya, beberapa peserta pun setuju perihal ini, akan tetapi Bu S tidak juga menjawab/merespon ide ini. Ya mungkin berhubung pandemi, ini ditiadakan atau karena memang peserta guru bahasa Sunda yang sudah mahir, sehingga ini diabaikan.

Dari sekian banyak judul cerita yang ada, sebagai seorang entertainment saya berusaha memberikan yang terbaik. Saya membayangkan bilamana mengambil judul yang mainstream, nantinya akan digunakan juga oleh peserta yang lain, seperti si Kabayan, Sakadang Kancil, Situ Bagendit, dan lainnya. Alhasil saya mengangkat cerita Sasakala dengan judul Duloh, asal usul pocong. Meskipun literasi nya berbahasa Indonesia, sebisa mungkin saya ganti menjadi bahasa Sunda. Unik kan?

***

Pelaksanaan pun tiba, berhubung jumlahnya yang banyak, kegiatan di bagi menjadi 2 hari yakni Rabu dan Kamis, dengan masing-masing terdiri dari 2 sesi, pagi-siang 1-20 dan siang-sore 20-40. Berhubung nomor urut saya 56, saya kebagian hari Kamis pagi. Oke.

Kebetulan pekan itu sedang diisi oleh liburan siswa pasca PTS. Sekolah kami melakukan pelatihan guru yang sudah di ACC perizinannya. Sedikit kecewa sih, karena tepat di hari Kamis, ada jadwal pelatihan outdoor baik flying fox sehingga aku tidak bisa menghadirinya.

Selasa malam,
Seorang peserta mengirimkan panggung yang akan kami gunakan nanti, ternyata tidak di dalam ruang tertentu melainkan podium besar ala dinas pendidikan. Sebagian yang lain foto-foto di atasnya, karena memang tidak ada informasi dari panitia. Inisiasi ini pun dilakukan oleh peserta karena memang ada yang melakukan survey tempat, takut nyasar di hari H. Semakin deg-degan perasaanku.

Rabu malam
Singkat cerita pelaksanaan hari pertama selesai dilaksanakan, hanya sedikit yang kami tahu berhubung tidak ada dokumentasi peserta yang dikirimkan. Panitia pun hanya sekedar memberikan semangat dan tidak ada kiriman foto/video dari hari pertama. Selain syarat bahwa peserta tidak boleh di dampingi, mungkin tidak untuk di publish, mungkin ya. Tapi satu hal yang saya ingat, Bu S menjanjikan kita membuat video kolaborasi karena menurutnya penampilan peserta sangat keren ucapnya. Sementara itu, di rumah saya terus melatih dan melatih agar siap dan tidak kena mental. Hehe

Sekitar pukul 21.00 WIB, kami dikejutkan dengan infomasi yang disampaikan di grup WhatsApp oleh Bu S, siapa lagi panitia yang yang berada disana. Kabarnya adalah bahwa telah ditentukan juara 1, 2 & 3 dari perlombaan hari Rabu (40 peserta pertama), dengan semangat Bu S memberikan selamat dan informasi lanjutan yakni persiapan data diri, rekening dan nomor NPWP. Sontak kami kaget sekaligus bingung, sebagian turut memberikan ucapan selamat. Alangkah bahagianya pemenang sudah di tentukan. Mungkin dari setiap perwakilan yang menang sudah membuat nasi tumpeng, hehe.

Tapi, bukankah hanya di cari 3 juara? (Informasi dari surat dinas). Apakah ini pertanda akan ada 6 juara, karena sesi hari Kamis belum mengikuti lomba sama sekali. Ya mungkin kebaikan hati panitia berhubung peserta yang ikut sangat banyak. Perlahan kebobrokan itu mulai terungkap. Peserta yang bertanya perihal 6 juara sama sekali tidak di respon.

Dari data yang disampaikan, nilai para peserta yang di sajikan hanyalah 3 juara beserta 10 tambahan lainnya. Sisanya? Entahlah. Padahal saya tersebut sangat rapi di input via Excel dan PDF. Tapi hanya sebagian peserta yang di tampilkan. Apakah peserta lain tidak begitu bagus sehingga tidak mendapatkan nilai, atau karena juri nya tidak fair. Prasangka demi prasangka terus bermunculan. Saya antara mau tahu dan cuek, berhubung lebih fokus pada latihan.

Akhirnya ada peserta yang meminta nilai keseluruhan hari Rabu dengan penuh permohonan. Disampaikannya juga alasan dengan ketikan yang panjang lebar, namun sama sekali tidak di respon. Bagaimana tidak, dari 40 peserta hanya ±15 yang ditampilkan. Singkat cerita, Bu S memberikan data autentik coretan juri yang mencakup semua nilai, tanpa keterangan tambahan. Pertanyaannya, siapa yang membuat pdf tersebut? Polemik sekali.

Bu S yang awalnya antusias, seketika diam seribu bahasa. Banyak peserta yang dikecewakan karena nilainya tidak ada, ya mungkin untuk laporan ke sekolah atau evaluasi mandiri agar kedepannya lebih baik, namun respon nya justru sangat dingin. Berbeda 180° dari pengumuman pemenang sebelumnya. Ya mungkin alangkah lebih baiknya di klarifikasi, atau lebih sabar dalam menyampaikan infomasi.

Kamis
Tiba giliran hari ke dua, Kamis. Acara yang seharusnya mulai pukul 8, baru dimulai pukul 9.30 itupun karena ada yang melapor, baiknya tepat waktu untuk menghargai yang datang lebih awal, adapun yang telat/tidak hadir bisa gugur atau di undur penomorannya. Sungguh keterlambatan yang cukup lama.

56, menandakan bahwa aku akan maju ke-16 dari nomor 41-60. Cukup menguras keringat. Aku hanya bermodalkan kertas dan papan jalan untuk mendongeng. Secara kemampuan aku rada kurang mahir, hanya bermodalkan keberanian saja.

Benar saja perkiraan saya sebelumnya, bahwa banyak peserta yang membawakan dongeng mainstream, sebagian yang lain unik, tapi setidaknya aku membawa bahan yang cukup unik. Tidak lupa aku berkenalan dengan peserta lain yang duduk disebelah ku, ya kami saling membantu untuk dokumentasi dan juga menambahkan relasi pertemanan.

7 menit waktu yang diberikan untuk peserta. Kebayang, ada peserta lain yang membawa boneka dan juga wayang, sungguh membuat ku menjadi insecure, kena mental. Semua tampil memukau, juri selalu memberi nilai, tidak seperti yang di gambarkan pada hari pertama. Peserta bergantian sesuai protokol kesehatan dan urutan yang di bacakan MC.

Tiba giliran ku, menceritakan
Pocong Duloh, semua juri terheran-heran, di tambah pembawaan ku yang bersemangat. Namun karena tidak ada notifikasi, aku hanyut dalam ceritaku sehingga MC memotong cerita yang aku sampaikan.

Sungguh, rasa puas menjulur disetiap sel tubuhku. Sedikit kecewa karena waktu di cut begitu saja, sesuatu yang harus aku sampaikan ke panitia. Di sisi lain, salah satu guru memuji keberanian ku, keunikan yang aku miliki. Senang rasanya.

Kumandang adzan bergema, waktu nya untuk kami pamit. Sebelumnya saya di ingatkan untuk mengikuti sesi final karena dibilangnya yakin aku lolos. Hm, bukankah penilaiannya berdasarkan poin dari 3 juri, mengapa ada final? Kapan? Harus cerita apa? Kembali situasi membingungkan ini terjadi lagi. Seru juga nih kalau lolos.

Hujan lebat, aku upayakan datang meski dengan sedikit keyakinan. Dan memang benar, hanya isu saja agar Kamis sore didatangi oleh seluruh peserta. Tapi tidak masalah, yang terpenting aku mendengarkan sambutan penutup dari dewan juri yang merupakan orang-orang hebat.

Intinya adalah ada 3 juara yang merupakan akumulasi Rabu & Kamis. Dewan juri menilai semua, baik yang juara maupun nilai paling kecil, dan meminta maaf karena tidak adanya teknikal meeting sehingga peserta tidak mendapatkan gambaran. Nah loh.

Sayang seribu sayang, informasi pemenang sesungguhnya tidak di sampaikan Bu S di akhir acara, banyak peserta yang sampai hari Jum'at menanyakan hal tersebut. Adapun pemenang yang disampaikan sebelumnya tentu saja berubah. Sehingga data ini disampaikan oleh peserta lain.

Masukkan semua peserta sama sekali tidak di respon, semua hanya berpendapat tanpa nahkoda grup. Pemenang yang akhirnya tidak menang, tidak mendapatkan klarifikasi apapun dari panitia. Bu S seolah-olah hilang.

Di tengah kekecewaan peserta, banyak dari kami yang left grup, termasuk Bu S, tanpa alasan apapun. Sungguh sangat kecewa, aku sendiri masih menyayangkan karena nilai hari Kamis tak kunjung keluar -_-

Panitia kok begitu,
Seandainya memang belum siap menjadi panitia bagian humas/CP peserta, baiknya menyatakan tidak sanggup di awal, bukan menjadikan ajang coba-coba kemudian baper dan hilang. Orang dinas loh.

Umur hanya angka, dewasa diukur dari pengalaman yang dimiliki. Sayang seribu sayang, 80 peserta kini tersisa 15 peserta termasuk aku yang masih menunggu nilai hari ke-2. Cita-cita yang disampaikan diawal, mendadak usang karena panitia tidak pandai mengelola peserta, hilang sudah paguyuban pendongeng Sunda itu.

Aku sendiri akhirnya memberikan masukan melalui kepala sekolah kepada pemberi surat dinas, harapannya ada notif seperti 1 atau 2 menit lagi karena peserta dongeng pasti akan hanyut dengan ceritanya. Sayang sekali kalau di stop tiba-tiba.

Intinya, sesuai judul tulisan ini, panitia kok begitu, adalah bentuk kekecewaan saya pribadi.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar