Sudah lama
saya menjadwalkan hari sabtu akhir pekan ini untuk pergi ke Jakarta,
mengunjungi salah satu kenalan saya yang, bapak Jonru. Tetapi takdir berkata
lain, agenda tersebut terhapuskan oleh tawaran tim outbond Kampung Salam (pada
hari senin, 25 November 2013) untuk menjadi salah satu bagian anggota penjaga
pos permainan outbond sekaligus MC yang memandu acara di TK Agriananda IPB, Dramaga
Bogor. Awalnya saya sempat dilema namun setelah meminta pendapat dari ibu
(seseorang yang menjadi tempat curhat dalam kehidupan saya dan selalu saya
dengar masukannya), akhirnya saya putuskan untuk ikut bergabung dengan tim
outbond dengan pertimbangan ‘mungkin belum waktunya saya ke Jakarta bulan ini’ (sejujurnya
saya sudah tidak mempunyai dana diakhir bulan ini untuk keperluan saya yang
lain). Pembatalan jadwal segera saya konfirmasikan dengan santun kepada penulis
ternama tersebut. Alhamdulillah beliau memakluminya, karena sejujurnya saya
sangat senang sekali menggeluti dunia MC apalagi bersinggungan dengan anak –
anak.
Di hari Kamis
(28/11), lagi – lagi saya mendapati SMS yang isinya tawaran MC oleh bu Fenti
(admin sekolah), untuk membantu bu Monik (guru SD) membawakan acara dalam
komunitas KaliBagiSeru dengan tema gathering ibu – ibu. Berhubung sudah
mengikat janji dengan pak Soleh (koordinator tim outbond), dengan berat hati
saya membatalkan tawaran tersebut.
Keesokan
harinya (Jum’at 29/11) tepatnya pukul 3 sore, pak Tedi Riansyah (pernah
mengajar di LSC tahun ajaran lalu, kini sudah resign dan menggeluti dunia
bisnis) berkunjung ke sekolah karena ditawarkan juga oleh pak Soleh membantu
tim outbond. Selesai shalat ashar, pertemuan yang agendanya sudah disepakati 3
hari lalu dimulai. Dihadiri oleh 6 orang yakni pak Qobul, pak Ado, pak Anas,
pak Tedi, pak Dani, saya dan pak Soleh (sebagai pemimpin syuro). Sesuai
kesepakatan, saya mendapatkan amanah menjadi MC dengan pak Anas yang akan
memandu anak – anak dari awal sampai outbond berakhir yaitu menangkap ikan.
Sedang tim yang lain menjaga pos permainan outbond (low impact maupun high impact)
dan saling membantu mengkondisikan acara.
Setelah
briefing selesai, ayah Alif menelepon saya untuk dimintakan tolong menjaga
anaknya dihari sabtu karena beliau lembur. Tanpa pikir panjang saya langsung
menolak (dengan sopan) karena sudah diagendakan untuk outbond. Sambil menunggu
pukul setengah 6 sore, saya mencetak soal UAS untuk hari senin mendatang
berhubung kelas Bahasa Inggris libur (program baru untuk SDM SAB untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa setiap hari jum’at pukul 4 sore sampai
setengah 6 sore di kelas 6 SD). Saya pun sudah diizinkan datang telat menuju
rumahnya Alif setiap hari Jum’at dengan alasan keperluan sekolah ini.
Hari yang
telah diagendakan pun tiba, sabtu (30/11) saya bangun pukul 4 pagi oleh suara
alarm ponsel (yang sudah menyala sejak pukul 03.20, hehe) dan nada dering
panggilan dari Tedi (direncanakan berangkat bersama) agar bergegas menuju rumah
DIVA untuk persiapan alat –alat outbond. Bergegas saya mandi dan berangkat
tanpa shalat subuh dan sarapan terlebih dahulu. Tiba pukul setengah lima subuh,
terlambat setengah jam dari waktu yang sudah disepakati dan tidak sempat
bertemu dengan Tedi di Taman Soka (rencananya berangkat bareng). Alhamdulillah
masih sempat shalat subuh disana dan berangkat konvoi ke Dramaga IPB. Posisi saya
dibonceng diatas motor saya sendiri sambil menggandong tas carry berisikan tali
webbing dengan bobot sekitar 10 kilogram yang dikendarai oleh Tedi. Saya benar
– benar lupa akan tengki bensin yang sudah mengarah pada huruf ‘E’ disebelah
simbol lampu sen. Sampai sekarang teringat akan kata – kata pak Ado yang
mengatakan “ini mau perjalanan jauh utamakan urusan yang penting dan mendesak.”
Beliau menyampaikan pada waktu yang tepat, sehingga membuat saya malu dan
sempat menyesalinya. Menyadarkan saya yang selama ini teledor serta kurang hati
– hati dalam bertindak.
Terpaksa motor
kami mampir dan mengisi 2 botol bensin eceran seharga 14.000 rupiah didaerah
Indraprasta, Pandu Raya Bogor. Perjalanan panjang kami tempuh selama kurang
lebih 45 menit untuk sampai tiba dilokasi. Sambil ngobrol dengan Tedi, saya
menceritakan kegiatan – kegiatan sekolah yang kini sudah ditinggalkannya, tak
lupa menanyakan selalu perkembangan bisnisnya selama di Depok. Disamping saya
senang bertanya dengan orang lain, ini saya lakukan agar pengendara tidak
mengantuk/suntuk saat diperjalanan.
Sesampainya
disana kami langsung mengamankan ikan emas hias berukuran kecil sekitar 3 cm yang
disimpan dalam plastik dengan oksigen sebagai permainan penutup kegiatan outbond
yang ternyata setengah dari seluruh jumlah ikannya sudah mati (mungkin karena terlalu
lama didalam plastik sehingga kekurangan oksigen saat diperjalanan). Bergegas
kami yang menyiapkan terpal untuk membuat kolam ikan – ikan tersebut. Kendala
baru muncul ketika pak Soleh lupa membawa selang untuk mengisi dari keran.
Alhamdulillah penjaga sekolah yang ramah (entahlah namanya siapa, lupa saya
menanyakannya) memberikan kami fasilitas yang kami butuhkan. Setiap kali
meminta tolong untuk meminjam/meminta sesuatu selalu diusahakan sampai barang
tersebut benar – benar ada demi kelancaran acara ini.
Setelah
memasang ‘kolam terpal’ dihalaman belakang sekolah kami menuju lapangan yang
jaraknya sekitar 100 meter dari TK (meskipun mendapat masukan terutama bambu
sebagai patok, seharusnya yang besar sebagai tumpuan sudut sedang yang kecil
ditengah – tengah sisi terpal sebagai penahan yang diikat tali rapia, patok
bambu sebaiknya tidak dipasang secara asal). Diarea sekeliling lapangan kami
berusaha secepat mungkin memasang instalasi terutama high impact yang memerlukan banyak tim work. Pemasangan elvis bridge diantara dua pohon besar
dilakukan dengan penuh hati – hati dan memakan waktu yang lama. Lebih lama lagi
ketika memasang instalasi flying fox
yang hampir semua pasukan membantu menarik tambang besar sebagai sarana
meluncur katrol dari atas pohon yang tingginya sekitar 4 meter sampai dasar
sepanjang kurang lebih 6 – 7 meter. Dengan aba – aba hitungan 3 kami semua
menarik sekencang – kencangnya sampai benar – benar selesai dan siap
diaplikasikan, meskipun beberapa kendala kami temui tetapi tidak menjadi masalah
yang membebankan selama jalannya acara.
Disamping itu
persiapan permainan low impact
disiapkan oleh masing – masing penanggung jawab. Halang rintang oleh pak Anas,
Dribble bola oleh pak Tedi dan indra perasa oleh pak Dani dan saya. Kami
memposisikan pos secara melingkar diarea lapangan agar rolling kelompok saat
bermain terlihat mudah untuk dipantau dan tidak terkesan rumit, khususnya anak
– anak TK.
Waktu
menunjukan pukul 7.30, disaat semua persiapan sudah matang kami memulai
briefing ditengah – tengah pepohonan. Tak jarang kami diperhatikan oleh
pemuda/i yang sedang berjalan – jalan disekitar kampus (sepertinya mahasiswa
IPB). Sambil menyantap sarapan yang sudah disiapkan (nasi uduk, gorengan,
sambal, teh tawar) kami diarahkan kembali oleh pak Soleh. Kini pak Endang dan
pak Budi ikut andil karena sebelumnya mereka berhalangan. Tak ada yang berubah
isi yang disampaikan dengan yang kemarin, kami selalu siap menerima instruksi karena
ini bukan pertama kalinya kami bekerja sama.
10 menit
menjelang pukul 08.00 kami berjalan menuju TK (kecuali beberapa orang untuk
menjaga wilayah outbond dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,
termasuk motor – motor kami yang disimpan disana). Ternyata sudah banyak yang
berkumpul disana. Orang tua, guru – guru serta murid – murid dari berbagai
kelas (TK, Playgroup dan TPA) sedang berbaris diarahkan oleh salah satu gurunya
dengan pengeras suara. Seketika saya grogi karena kertas susunan acara yang
diberikan kemarin tidak saya bawa (tertinggal dirumah sewaktu mempersiapkan isi
tas hari ini). Setelah dipikirkan dan menarik nafas dalam – dalam, saya
mendapat inspirasi akan isi rundown tersebut. Langsung saya tulis dikertas
kosong agar tidak terlupa sekaligus menanyakan kepala sekolah yang akan membuka
acara. Ibu Siti Rahmi namanya.
Seluruh
peserta berjumlah 63 orang yang sudah terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan
kelasnya masing – masing memiliki nama regu yang diadopsi dari nama – nama
hewan. Diantaranya Gajah, Kijang, Ikan, Singa dan Bebek dari guru – guru mereka
disetiap kelasnya. Setelah persiapan anak selesai, saya masuk dengan wajah yang sangat ceria,
menyambut anak – anak yang bersemangat mengikuti outbond. Dengan menggunakan
toa dari sekolah, saya berusaha serapi dan ceria mungkin menghadapi anak – anak
yang bersemangat. Sesi perkenalan dengan tim outbond pun tak lupa saya lakukan
demi terciptanya suasana yang luwes dan tidak kaku sekaligus saya memberikan
yel – yel kepada masing – masing kelompok sesuai dengan suara dan gaya binatang
nama kelompok tersebut. Misal bebek dengan suara “kwek.. kwekk!” (sambil
mengepakkan kedua tangannya) dan sebagainya. Alhamdulillah semua antusias
menyimak terkecuali kelompok singa yang sepertinya ‘ketakutan’ dengan gaya saya
yang mengaum seolah marah terhadap mereka yang masih playgroup. Ditambah juga
dengan jargon outbond yang setiap kali saya ucapkan kata “outbond!” serentak
anak – anak harus menjawab “yeeeee... aaaaa...!” agar selalu bersemangat.
Setelah acara
dibuka, seluruh peserta diajak untuk bermain dengan pak Anas dihalaman yang
cukup luas, waktu itu kami memandu ice
breaking ‘halilintar’, games yang dilakukan anak – anak sambil memegang
erat pundak temannya yang ada didepan. Mengikuti instruksi yang diberikan
seperti ‘kanan, kiri, depan dan belakang’ sambil menggoyangkan tubuhnya kearah
yang dituju. Semua terlihat antusias sampai intruksi opposite (kebalikan) yang dipandu oleh pak Anas. Setelah selesai,
anak – anak diarahkan untuk berbaris dan dipasangkan webbing oleh tim outbond. Selalu
diinformasikan kepada peserta yang ingin ke toilet agar segera dilakukan demi
kelancaran jalannya outbond. Tentu saja diiringi dengan pertanyaan singkat
kepada para peserta yang sedang dipasangkan webbing di perut dan kakinya.
Perkenalan nama, alamat rumah dan hobby yang dilontarkan kepada anak – anak
menjadi senjata andalan untuk mencairkan suasana, namun ada juga beberapa anak
manja yang tidak menginginkan pemasangan webbing karena ketakutan serta alasan
lain yang membuat mereka belum siap.
Setelah pemasangan
webbing selesai, anak – anak diarahkan menuju lapangan bola yang letaknya
sekitar 200 meter dari TK. Tanpa menunggu lebih lama, seluruh peserta memasuki
pos yang sudah disediakan oleh tim oubond. Riuh suara anak – anak berteriak
menghiasi suasana sekitar lapangan yang awalnya sempat hening karena tidak ada
kegiatan lapangan tersebut. Masing – masing mengikuti aturan permainan yang
telah disiapkan oleh penanggung jawab pos selama 30 menit sampai tiba giliran
(berotasi) yang di tandai oleh suara pluit dari pak Soleh.
Pada wahana flying fox, semua berjalan dengan lancar
hanya saja ada satu anak yang menangis karena ketakutan (tidak mau naik pohon
dengan menggunakan tangga bambu). Beberapa anak lain meskipun dipaksa tetap
masih bisa mengikuti permainan terkecuali Adri, seorang anak perempuan yang
memiliki rambut panjang terurai sampai pundak.
Pos halang
rintang dan dribble bola dilakukan tanpa mengalami kendala sedikit pun. Laporan
dari pak Tedi dan pak Anas menggambarkan bahwa seluruh peserta antusias
mengikuti permainan low impact
tersebut. Pada pos yang saya pegang dengan pak Dani, yakni permainan ‘panca
indra’ dilakukan dengan pola yang berbeda – beda setiap kelompoknya dikarenakan
banyak anak – anak yang sudah mengetahui rintangan yang sebelumnya kami
sembunyikan. Alhamdulillah, pak Dani mampu menyampaikan dengan berbagai variasi
permainan lainnya sehingga semua anak senang. Saat moment seperti ini, anak –
anak yang maju kedepan untuk menebak beberapa rasa (diantaranya gula, garam,
kopi, jeruk nipis, asam kamal dan saus yang dibawa oleh pak Endang dari rumah)
serta berbagai jenis benda untuk indra penciuman (sabun, jeruk nipis, minyak
kayu putih dan kopi) ditertawai oleh teman – temannya serta guru pembimbingnya
yang menyaksikan penampilan mereka. Bayangkan saja raut muka polos mereka berubah
menjadi lain dari biasanya, ada yang menahan rasa asam dan asin dari garam dan
jeruk nipis bahkan ada juga yang mencoba pahitnya kopi bubuk hitam sambil
memejamkan mata mereka. Beberapa anak kami coba mencicipi saus dan diakhir sesi
tak lupa kami membagikan gula sebagai penawar rasa hasil jerih payah mereka
saat dicoba melakukan sesuatu serta refleksi yang kami berikan sebagai hikmah
dan kesimpulan maksud permainan panca indra.
2 jam berlalu
dengan permainan yang sama dilakukan sebanyak 5x sampai waktu permainan
selesai. Rasa haus tak terbendung hingga akhirnya kami mendapatkan air mineral
gelas dari penjaga sekolah yang kami minum dan ditampung didalam botol minum
tupperware kami. Bergegas saya meninggalkan pak Dani menuju pak Tedi dan pak
Anas kembali ke halaman TK untuk mengarahkan anak – anak dalam permainan
menangkap ikan disana.
Ketika semua
sudah berkumpul (tentunya dengan keadaan perut dan kaki yang sudah terlepas
dari webbing) kami membagi permainan menjadi 2 sesi. Tahap pertama setiap
perwakilan kelompok masuk kedalam kolam terpal sehingga hanya ada 5 orang yang
menangkap ikan selama 30 detik pertama, begitu pun barisan kedua, ketiga dan
seterusnya sampai baris ke dua belas setiap kelompoknya. Anak – anak yang
mengantri ikut mensupport dan mendukung
anggota kelompoknya untuk menangkap yang masih ikan hidup diantara sebagian
ikan – ikan yang sudah mati.
Tak sabar
menunggu giliran dan merasa kurang puas dengan waktu yang telah diberikan
akhirnya mereka semua turun ke terpal setelah instruksi sesi kedua dimulai.
Semua peserta merasa senang, termasuk guru – guru dan orang tua yang melihat
kegiatan mereka. Saya menyampaikan agar orang tua mendokumentasikan dengan
kamera atau merekamnya untuk kenang – kenangan anak. 30 menit berlalu oleh riak
suara anak – anak yang tertawa lepas sambil berusaha menangkap ikan. Ada yang
hanya main – main air dengan temannya ada juga yang fokus mencari serta
menangkap ikan hidup untuk dibawa pulang.
Menjelang
dzuhur, hitungan mundur dibunyikan sebagai tanda berakhirnya waktu menangkap
ikan. Beberapa anak tetap bertahan dikolam buatan tersebut dengan penuh usaha
menangkap ikan yang masih tersisa. Pergerakan ikan melambat (mungkin karena
mabuk) karena warna air yang keruh akibat aktifitas anak yang mengobok – obok
air. Setelah beberapa kali diingatkan dengan tegas, semua naik kepermukaan dan
mandi untuk membersihkan diri mereka yang dilanjutkan dengan kegiatan makan
siang bersama dan shalat dzuhur berjamaah. Kami pun melepas instalasi kolam
terpal disamping anak – anak yang sedang makan siang agar kami pulang tidak
terlalu sore. Beberapa ekor ikan kami bungkus dengan plastik ukuran setengah
kilogram dan diberikan kepada anak – anak yang ingin membawa lebih banyak
kerumahnya, sebagian yang lain meminta dikarenakan belum berhasil menangkap
ikan saat outbond.
Selesai
merapikan semua instalasi kami makan siang yang sudah disediakan oleh pihak TK.
Menunya begitu lengkap, nasi kotak yang berisikan ayam kecap, tempe, tahu,
capcay, kerupuk, lalap dan sambal menemani suasana siang dibawah terik matahari
yang terhalangi pohon – pohon besar dihalaman belakang sekolah tersebut. Sambil
menyantap hidangan kami melakukan evaluasi singkat sebaga bahan obrolan dan
penilaian kegiatan outbond hari ini.
Tak sempat
kami melakukan perpisahan, anak – anak sudah pulang oleh orang tuanya masing –
masing. Ternyata sudah dilakukan penutupan oleh kepala sekolah, bu Rahmi serta
refleksi hasil permainan outbond. Kami memutuskan shalat di salah satu ruangan
Tk setelah kondisinya sudah terlihat sepi. Gunting biru yang semula dinyatakan
hilang oleh salah satu tim outbond ternyata masih ada karena telah disimpan
oleh penjaga sekolah.
Pukul 1 siang
kami kembali ke rumah Diva, lokasi secretariat outbond untuk membenahi alat –
alat dan semua instalasi yang sudah digunakan. Lagi – lagi perjalanan panjang
kami tempuh selama kurang lebih 55 menit termasuk kemacetan yang terjadi di
Jalan Baru (penyempitan jalan karena ada proyek jalan tol yang jaraknya sekitar
1 km).
Sesampainya
disana kami beristirahat, sebagian memasak air panas untuk minum kopi dan
berbincang – bincang melepas penat. Satu per satu anggota outbond dipanggil
untuk mendapatkan upah sebagai rasa terimakasih atas terlakasananya kegiatan
ini. “bayarlah seseorang sebelum hilang keringatnya,” itulah yang diamalkan
dalam hal seperti ini.
Tak lupa saya
melanjutkan pekerjaan saya di LSC yakni mencetak soal UAS siswa yang sebelumnya
tertunda karena tinta printer habis digunakan guru – guru yang lain. Ditemani
oleh pak Tedi saya mencetak beberapa lembar soal selama 10 menit. Kondisi yang
sepi (karena setiap akhir pekan guru – murid libur) membuat saya tidak berlama
– lama berdiam disana, segera saya berangkat dan mampir sejenak dirumah pak
Tedi. Istirahat sejenak sekaligus shalat ashar dimesjid dekat rumahnya.
Saat
berbincang – bincang saya meminta saran kepadanya untuk menentukan tempat membeli
kue khas Bogor yang akan saya bawa ke Jakarta. Setelah ke Bogor Aroma, saya
membelinya 3 kotak dengan rasa yang berbeda. Satu diantaranya saya bawa untuk keluarga
dirumah. Senang rasanya mendapatkan rizki yang tidak terduga, bahkan diakhir
bulan saya masih bisa memberikan senyum kepada keluarga dengan berbagi
kenikmatan dengan orang lain.
-salam Muhammad Dhinar Zulfiqar
Pak Soleh : “Pak Dhinar, selesai outbond masih cerah aja mukanya..
Semangat terus!”
Saya : “alhamdulillah pak, batrenya 18000 mAh
(powerbank kale)”
Pak Soleh : “coba tolong bantu saya dorongin motor sampai nyala!”
Saya : “azzzzz
(-_-) geura, dieu, mana, hayu!”
-Sabtu, 30 Nov '13 pkl 13.20
-Sabtu, 30 Nov '13 pkl 13.20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar