Sabtu, 12 April 2014

Demokrasi dalam sudut pandang Islam



Bedah buku: Demokrasi dari sudut pandang Islam
@Al-Ghifari IPB
Ahad, 6 April 2014
Oleh: Akmal Sjafril

Akmal Sjafril, nama yang sebenarnya singkat, namun harus dipanjangkan (dan lebih dikenal orang) karena registrasi akun twitter. Disengaja memakai ejaan lama agar terlihat unik padahal sebenarnya lahiran 80'an. Aktif di ITJ musuhnya JIL untuk meluruskan agama Islam yang semakin kurang terkondisikan.

1.      Sistem Demokrasi
"Perang Demokrasi" merupakan masalah yang luar biasa canggih, perdebatan keras antara kekufuran dan keimanan. Sulitnya adalah dalam konteks ini, manusia saling mengkafirkan satu sama lain, salah saja seseorang mengkafirkan orang maka tunduhan tersebut akan balik lagi ke orang yang tersebut.
Terkait demokrasi, apa dalilnya? Al-Qur;an surat berapa ayat berapa? hadistnya dari siapa? Yang pasti, kita tidak akan pernah menemukan hal ini. Yang kita dapatkan adalah pendapat kontemporer/ahli fiqih dari berbagai macam tafsir. Prioritas demokrasi dalam pandangan Islam adalah mencari dan mengharap pilihan yang terbaik. Pilih yang terbaik dari semua yang baik, cari yang baik diantara pilihan yang kurang baik atau pastikan yang terburuk tidak terjadi. Minimal kalau kita mengalami kerugian jangan sampai 100 %.
Melihat kenyataan yang terjadi saat ini, masyarakat terlalu apatis, kurang memahami kondisi bahkan sampai berburuk sangka. Padahal seharusnya kita harus bisa mengambil bagian dalam peranan pemerintahan, misal menjadi mentri atau lembaga dewan jikalau nanti pemimpin Muslim tidak terpilih menjadi presiden.
Retorika logika yang dapat dibayangkan, misal tanah milik pribadi diambil orang, apakah kita hanya bisa menunggu tegaknya hukum Islam? Atau menggunakan hukum yang ada?
Flashback ke zaman dahulu, bahwa dakwah Rasulullah saw. memakai sistem yang ada. Untuk membantu syi'arnya, Rasul dibantu oleh Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abu Thalib dan Abu Bakar (orang pertama yang masuk Islam), karena sulit bekerja sendirian untuk mengubah sesuatu yang besar.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Rasulullah saw. yaitu mengatur sistem dengan memilih pemuda terbaik dari setiap golongan. Hal ini membantu Islam karena dari intern, umat muslim tidak bisa diberantas secara radikal karena orang-orang kafir terpaksa harus melawan anaknya sendiri.
Saat perang Uhud, diadukan 2 kabilah-kabilah dimana Mushab bin Umair menjadi penengah untuk memegang panji/bendera yang merupakan simbol semangat perang dan kekalahan mental apabila panji tersebut jatuh. Sehingga kabilah yang menang, berhak membawa panji Islam untuk dikibarkan. Meskipun belum mengenal istilah demokrasi, hal ini sudah pernah dilakukan dengan mengambil perolehan suara terbanyak untuk memegang panji.
"Peristiwa ditanah air, seperti banjir, gunung kelud, kabut riau dan lain-lain mengapa telat untuk disigapi?" Banyak masyarakat yang mengeluh terkait hal tersebut, "kapan bantuannya?" Kita sebagai manusia tidak bisa menunggu waktu ideal untuk melakukan sesuatu. Kurang logis jika kiranya kita hendak berjihad namun menunggu tegak khalifah dimuka bumi. Perbuatlah apa yang dapat kita perbuat, jangan terlalu polos dalam menanggapi sesuatu khususnya politik di Indonesia, berperanlah dalam hal kecil, misal ikut pemilu dan mencari pemimpin Islam, itu akan lebih baik ketimbang hanya diam (golput) atau protes/demostrasi.
Keluguan lain dari umat muslim yang sampai saat ini dipertahankan adalah kasus "Piagam Jakarta." Kurang gentlement dalam berargumen dan mempertahankan keimanan. Dulu (katanya) pernah ada 2 opsir Jepang dari Indonesia Timur menghampiri Moh. Hatta dengan membawa pesan bahwa orang timur ingin sekali merdeka dan menyepakati piagam jakarta dengan syarat menghapus kata-kata pada point pertama pancasila, dan dengan mudahnya diganti oleh pemimpin saat itu demi sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Padahal, 2 opsir Jepang itu sebenarnya tidak pernah ada sama sekali. Ironi 'bukan? Zaman dulu elektronik belum ada, broadcast & status belum ada sehingga surat dan pesan seseorang sangat diperlukan, namun kita harus pandai memilah informasi yang belum tentu kebenarannya.
Disamping itu, kita lihat bendera/partai di negeri ini. Partai islam sekali melakukan kesalahan (yang belum tentu kebenarannya) langsung dikrouok (disudutkan), padahal kesalahannya tidak terbukti sedangkan partai sekuler selalu saja didukung karena pencitraannya yang selalu baik didepan media, aneh 'kan?
Lantas apa yang terjadi jika calon (yang sudah kita pilih) kalah? Cari jalan lain, lakukan koalisi untuk menjalin hubungan yang lebih baik. Faktanya, selalu muncul 4.000 situs porno dan hanya mampu memberantas 800 saja setiap harinya. Mari kita bekerja bersama-sama untuk menanggapai persoalan demokrasi di Indonesia.
Masalahnya ini bukan restoran yang lingkupnya kecil, ini adalah negara. Misal rumah menyediakan makanan babi, kita bisa meninggalkan tempat tersebut dan mencari yang lain. Sedangkan kalau negara tidak bisa kita tinggalkan begitu saja. Apa mampu kita pindah warga negara? Apa bisa kita berpindah-pindah karena bosan/ketidaksesuaian sistem pemerintahan dengan keyakinan kita? Bukan begitu caranya.
Terakhir kita melihat masalah jilbab untuk polwan yang ditolak keputusannya. Khawatir anak-cucu kita nanti menjadi korban penindasan keimanan jika kita tidak punya bagian dalam pembentukan undang-undang. Liberal kapitalis dan komunis yang gagal membuat partai mencoba menghancurkan golongan yang sudah ada dengan berbagai macam konspirasi. Mengaku anti korupsi tetapi pada kenyataannya malah melindungi koruptor. Beranikan diri untuk berkata benar.
Hindari pemikiran "pilih ga milih sama aja." Sebenarnya musuh Islam diluar sana sedang berkumpul untuk merencanakan sesuatu. Ibarat bermain bola ada siasat musuh yang harus kita kalahkan, tidak boleh kita diam saja, ada permainannya. Bersikap simplistis terhadap masalah, jangan suka menyalahkan pemimpin (misal gubernur, presiden atau siapapun) karena semua masalah sudah ada bagiannya. Kewenangan sudah dibagi-bagi dan pelajarilah menejemen negara agar kita lebih cerdas dalam bertindak.

2. SDM
Sistem saat ini memang kurang ideal dan sistem Islamlah yang terbaik, setuju? Hukum & syari'at sebenarnya sudah siap digunakan, namun siapakah yang bisa menegakkanya? Pemimpinlah yang bisa mengatur sebuah sistem. Dibutuhkan pemimpin yang kompeten dan pandai bersosialisasi dengan orang lain. Sosialisasi bukanlah urusan yang selesai dalam waktu semalam. Kesolehan pemimpin menjadi tolak ukur untuk menentukan nasib suatu bangsa itu sendiri.
SDM yang selalu menggunakan "menejemen afwan," disebabkan kurangnya integritas dan kompetensi individu. Apakah itu modal dari calon pemimpin? Cari yang terbaik, cari yang sudah berpengalaman pada bidangnya. Bank Syariah dibentuk karena pengalaman pegawai bank konvensional. Gubernur merupakan pengalaman yang harus dimiliki untuk memimpin negara (menjadi presiden), apapun langkahnya, kebaikan harus selalu kita dukung. Yakin bahwa Islam akan dimenangkan oleh Allah.
Salah satu bukti nyata yang sudah terjadi karena kekuasaan dipimpin oleh umat/agama lain yaitu, digantinya beberapa kepala sekolah dengan agama yang lain. Bukan tidak boleh, mirisnya kegiatan mentoring sekolah beberapa sudah dipersulit. Pemimpin mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk melobi dan menempatkan posisi strategis dengan kewenangannya. Bayangkan kalau mentri-mentri diganti dengan orang sekuler, bisa jadi apa negara ini?
Gender, sesuatu yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat seperti perempuan memakai rok dan laku-laki memakai celana, selalu saja diperjuangkan oleh orang-orang sekuler untuk merubah status 'gender' ini. Termasuk menikah dengan siapapun tanpa ada syarat, merupakan perbuatan paling zalim kalau hal ini sampai terjadi. Apakah kita masih bisa diam?

3. Fakta saat ini
Fakta membuktikan bahwa Muslim itu kebanyakan cengeng dan sering mengeluh. Ketika miskin dan berbuat salah, kita menjadi orang yang paling baik sedunia, namun dikala lapang dan kaya, semua lupa. Tidak ada yang menjamin akan hal ini, berbahaya jika tidak ditindak tegas. Segera ambil ibrah dari kisah sahabat seperti Usamah bin Zaid, yang pernah kelepasan membacok/membunuh orang lain. Ketika di tegur dan bertaubat, alhasil beliau menjadi seseorang yang paling dipercaya, bahkan menguasai Romawi saat itu.
Salah itu biasa, asalkan seseorang masih mau dihukum & dikoreksi, masih ada peluang untuk memperbaiki keadaan. Sayangnya pandangan masyarakat kita selalu menunggu "ratu adil" atau 'dewi forutna' Entah mitos dari mana, berharap ada malaikat datang dan memakmurkan semua manusia dimuka bumi, sungguh pemikiran yang tidak lazim bagi makhluk bernama manusia.
Pernah suatu ketika umat dimasa khalifah Ali r.a. bertanya tentang penurunan kualitas masyarakat dimasa pemerintahannya, kemudian Ali r.a. berkata, "Zaman Abu Bakar, rakyatnya seperti saya (Ali), sedang dizaman saya rakyatnya adalah anda semua."
Apapun yang terjadi, pastikan kita yakin bahwa suatu hari nanti kita akan menjadi pemenang dan usahakan kita adalah bagian dari pemenang-pemenang itu, bukannya hanya penonton tapi pelaku.
Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar