Bedah buku: Demokrasi dari sudut pandang Islam
@Al-Ghifari IPB
Ahad, 6 April 2014
Oleh: Akmal Sjafril
Akmal Sjafril, nama yang
sebenarnya singkat, namun harus dipanjangkan (dan lebih dikenal orang) karena
registrasi akun twitter. Disengaja memakai ejaan lama agar terlihat unik
padahal sebenarnya lahiran 80'an. Aktif di ITJ musuhnya JIL untuk meluruskan
agama Islam yang semakin kurang terkondisikan.
1. Sistem
Demokrasi
"Perang Demokrasi"
merupakan masalah yang luar biasa canggih, perdebatan keras antara kekufuran
dan keimanan. Sulitnya adalah dalam konteks ini, manusia saling mengkafirkan
satu sama lain, salah saja seseorang mengkafirkan orang maka tunduhan tersebut
akan balik lagi ke orang yang tersebut.
Terkait demokrasi, apa dalilnya?
Al-Qur;an surat berapa ayat berapa? hadistnya dari siapa? Yang pasti, kita
tidak akan pernah menemukan hal ini. Yang kita dapatkan adalah pendapat kontemporer/ahli
fiqih dari berbagai macam tafsir. Prioritas demokrasi dalam pandangan Islam
adalah mencari dan mengharap pilihan yang terbaik. Pilih yang terbaik dari
semua yang baik, cari yang baik diantara pilihan yang kurang baik atau pastikan
yang terburuk tidak terjadi. Minimal kalau kita mengalami kerugian jangan
sampai 100 %.
Melihat kenyataan yang terjadi
saat ini, masyarakat terlalu apatis, kurang memahami kondisi bahkan sampai
berburuk sangka. Padahal seharusnya kita harus bisa mengambil bagian dalam peranan
pemerintahan, misal menjadi mentri atau lembaga dewan jikalau nanti pemimpin
Muslim tidak terpilih menjadi presiden.
Retorika logika yang dapat
dibayangkan, misal tanah milik pribadi diambil orang, apakah kita hanya bisa
menunggu tegaknya hukum Islam? Atau menggunakan hukum yang ada?
Flashback ke zaman dahulu, bahwa dakwah Rasulullah saw. memakai
sistem yang ada. Untuk membantu syi'arnya, Rasul dibantu oleh Khadijah, Zaid
bin Haritsah, Ali bin Abu Thalib dan Abu Bakar (orang pertama yang masuk Islam),
karena sulit bekerja sendirian untuk mengubah sesuatu yang besar.
Langkah selanjutnya yang
dilakukan Rasulullah saw. yaitu mengatur sistem dengan memilih pemuda terbaik
dari setiap golongan. Hal ini membantu Islam karena dari intern, umat muslim
tidak bisa diberantas secara radikal karena orang-orang kafir terpaksa harus
melawan anaknya sendiri.
Saat perang Uhud, diadukan 2
kabilah-kabilah dimana Mushab bin Umair menjadi penengah untuk memegang
panji/bendera yang merupakan simbol semangat perang dan kekalahan mental
apabila panji tersebut jatuh. Sehingga kabilah yang menang, berhak membawa
panji Islam untuk dikibarkan. Meskipun belum mengenal istilah demokrasi, hal
ini sudah pernah dilakukan dengan mengambil perolehan suara terbanyak untuk
memegang panji.
"Peristiwa ditanah air,
seperti banjir, gunung kelud, kabut riau dan lain-lain mengapa telat untuk
disigapi?" Banyak masyarakat yang mengeluh terkait hal tersebut,
"kapan bantuannya?" Kita sebagai manusia tidak bisa menunggu waktu
ideal untuk melakukan sesuatu. Kurang logis jika kiranya kita hendak berjihad
namun menunggu tegak khalifah dimuka bumi. Perbuatlah apa yang dapat kita perbuat,
jangan terlalu polos dalam menanggapi sesuatu khususnya politik di Indonesia,
berperanlah dalam hal kecil, misal ikut pemilu dan mencari pemimpin Islam, itu
akan lebih baik ketimbang hanya diam (golput) atau protes/demostrasi.
Keluguan lain dari umat muslim
yang sampai saat ini dipertahankan adalah kasus "Piagam Jakarta."
Kurang gentlement dalam berargumen dan mempertahankan keimanan. Dulu (katanya)
pernah ada 2 opsir Jepang dari Indonesia Timur menghampiri Moh. Hatta dengan
membawa pesan bahwa orang timur ingin sekali merdeka dan menyepakati piagam
jakarta dengan syarat menghapus kata-kata pada point pertama pancasila, dan
dengan mudahnya diganti oleh pemimpin saat itu demi sesuatu yang belum jelas
kebenarannya. Padahal, 2 opsir Jepang itu sebenarnya tidak pernah ada sama
sekali. Ironi 'bukan? Zaman dulu elektronik belum ada, broadcast & status
belum ada sehingga surat dan pesan seseorang sangat diperlukan, namun kita
harus pandai memilah informasi yang belum tentu kebenarannya.
Disamping itu, kita lihat
bendera/partai di negeri ini. Partai islam sekali melakukan kesalahan (yang
belum tentu kebenarannya) langsung dikrouok (disudutkan), padahal kesalahannya
tidak terbukti sedangkan partai sekuler selalu saja didukung karena
pencitraannya yang selalu baik didepan media, aneh 'kan?
Lantas apa yang terjadi jika
calon (yang sudah kita pilih) kalah? Cari jalan lain, lakukan koalisi untuk
menjalin hubungan yang lebih baik. Faktanya, selalu muncul 4.000 situs porno
dan hanya mampu memberantas 800 saja setiap harinya. Mari kita bekerja
bersama-sama untuk menanggapai persoalan demokrasi di Indonesia.
Masalahnya ini bukan restoran
yang lingkupnya kecil, ini adalah negara. Misal rumah menyediakan makanan babi,
kita bisa meninggalkan tempat tersebut dan mencari yang lain. Sedangkan kalau
negara tidak bisa kita tinggalkan begitu saja. Apa mampu kita pindah warga
negara? Apa bisa kita berpindah-pindah karena bosan/ketidaksesuaian sistem
pemerintahan dengan keyakinan kita? Bukan begitu caranya.
Terakhir kita melihat masalah
jilbab untuk polwan yang ditolak keputusannya. Khawatir anak-cucu kita nanti
menjadi korban penindasan keimanan jika kita tidak punya bagian dalam
pembentukan undang-undang. Liberal kapitalis dan komunis yang gagal membuat
partai mencoba menghancurkan golongan yang sudah ada dengan berbagai macam
konspirasi. Mengaku anti korupsi tetapi pada kenyataannya malah melindungi
koruptor. Beranikan diri untuk berkata benar.
Hindari pemikiran "pilih ga
milih sama aja." Sebenarnya musuh Islam diluar sana sedang berkumpul untuk
merencanakan sesuatu. Ibarat bermain bola ada siasat musuh yang harus kita
kalahkan, tidak boleh kita diam saja, ada permainannya. Bersikap simplistis
terhadap masalah, jangan suka menyalahkan pemimpin (misal gubernur, presiden
atau siapapun) karena semua masalah sudah ada bagiannya. Kewenangan sudah
dibagi-bagi dan pelajarilah menejemen negara agar kita lebih cerdas dalam
bertindak.
2. SDM
Sistem saat ini memang kurang
ideal dan sistem Islamlah yang terbaik, setuju? Hukum & syari'at sebenarnya
sudah siap digunakan, namun siapakah yang bisa menegakkanya? Pemimpinlah yang
bisa mengatur sebuah sistem. Dibutuhkan pemimpin yang kompeten dan pandai
bersosialisasi dengan orang lain. Sosialisasi bukanlah urusan yang selesai
dalam waktu semalam. Kesolehan pemimpin menjadi tolak ukur untuk menentukan
nasib suatu bangsa itu sendiri.
SDM yang selalu menggunakan
"menejemen afwan," disebabkan kurangnya integritas dan kompetensi
individu. Apakah itu modal dari calon pemimpin? Cari yang terbaik, cari yang
sudah berpengalaman pada bidangnya. Bank Syariah dibentuk karena pengalaman
pegawai bank konvensional. Gubernur merupakan pengalaman yang harus dimiliki
untuk memimpin negara (menjadi presiden), apapun langkahnya, kebaikan harus
selalu kita dukung. Yakin bahwa Islam akan dimenangkan oleh Allah.
Salah satu bukti nyata yang
sudah terjadi karena kekuasaan dipimpin oleh umat/agama lain yaitu, digantinya
beberapa kepala sekolah dengan agama yang lain. Bukan tidak boleh, mirisnya
kegiatan mentoring sekolah beberapa sudah dipersulit. Pemimpin mempunyai
pengaruh yang cukup besar untuk melobi dan menempatkan posisi strategis dengan
kewenangannya. Bayangkan kalau mentri-mentri diganti dengan orang sekuler, bisa
jadi apa negara ini?
Gender, sesuatu yang dibuat
berdasarkan kesepakatan masyarakat seperti perempuan memakai rok dan laku-laki
memakai celana, selalu saja diperjuangkan oleh orang-orang sekuler untuk
merubah status 'gender' ini. Termasuk menikah dengan siapapun tanpa ada syarat,
merupakan perbuatan paling zalim kalau hal ini sampai terjadi. Apakah kita
masih bisa diam?
3. Fakta saat ini
Fakta membuktikan bahwa Muslim
itu kebanyakan cengeng dan sering mengeluh. Ketika miskin dan berbuat salah,
kita menjadi orang yang paling baik sedunia, namun dikala lapang dan kaya,
semua lupa. Tidak ada yang menjamin akan hal ini, berbahaya jika tidak ditindak
tegas. Segera ambil ibrah dari kisah sahabat seperti Usamah bin Zaid, yang
pernah kelepasan membacok/membunuh orang lain. Ketika di tegur dan bertaubat,
alhasil beliau menjadi seseorang yang paling dipercaya, bahkan menguasai Romawi
saat itu.
Salah itu biasa, asalkan
seseorang masih mau dihukum & dikoreksi, masih ada peluang untuk
memperbaiki keadaan. Sayangnya pandangan masyarakat kita selalu menunggu
"ratu adil" atau 'dewi forutna' Entah mitos dari mana, berharap ada
malaikat datang dan memakmurkan semua manusia dimuka bumi, sungguh pemikiran
yang tidak lazim bagi makhluk bernama manusia.
Pernah suatu ketika umat dimasa
khalifah Ali r.a. bertanya tentang penurunan kualitas masyarakat dimasa
pemerintahannya, kemudian Ali r.a. berkata, "Zaman Abu Bakar, rakyatnya
seperti saya (Ali), sedang dizaman saya rakyatnya adalah anda semua."
Apapun yang terjadi, pastikan
kita yakin bahwa suatu hari nanti kita akan menjadi pemenang dan usahakan kita
adalah bagian dari pemenang-pemenang itu, bukannya hanya penonton tapi pelaku.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar