Bedah buku: Demokrasi dari sudut pandang Islam
@Mesjid Al-Ghifari IPB
Ahad, 6 April 2014
Ustd. Al Musyadaq
Fiqih merupakan teknis/amaliah
yang cakupan bahasannya meluas, mulai amalan solih seperti: zakat, ibadah,
shaum, dan sebagainya serta fiqih tentang bidang ilmu yang lain berdasarkan
kesepakatan para ulama.
Tujuan fiqih, yaitu:
1. Menghadirkan mashlahat
(kebenaran)
2. Mencegah kemudharatan
Dalam kehidupan ini, jika kita
memberikan manfaat yang besar kepada orang lain, ganjaran/pahala yang didapat
insyaa Allah besar. Seperti ibadah qiyamul lail (shalat malam/tahajud),
mempunyai hukum pelaksanaan yang dapat dilakukan secara berjamaah. Dapat
dibayangkan jika ada pemimpin yang membuat aturan yang menganjurkan pelaksanaan
qiyamulail secara berjamaah atau bersama-sama dalam suatu daerah, pasti pahala
yang didapat lebih besar karena manfaat yang diberikannya tidak hanya banyak
tetapi juga besar, lebih baik dari pelaksanaan personal/sendirian dirumah. Atau
mengganti kegiatan dangdutan/goyang-goyang hiburan dengan pelaksanaan kajian
Islam yang memperat ukhuwah Islamiah penduduk.
Berbicara soal pemimpin, sudah
pasti tawakun (mampu memprediksi masa depan, kira-kira apa yang akan terjadi
dalam setiap dimensi/periode). Dan ini sangat dibutuhkan untuk membawa
negerinya menuju visi yang telah disepakati, akan dibawa kemana nantinya.
Membahas DEMOKRASI, kita gunakan
4 landasan hukum, yaitu 1. Al-Qur'an 2. Sunnah 3. Sirah nabawiah 4. Fiqih.
Tidak perlu kita panik/menolak
terhadap kondisi saat ini, demokrasi ada dimana-mana karena ini adalah zaman
kita dan merupakan tantangan baru untuk kita. Bukan sesuatu hal yang harus
dimusuhi/diperangi tetapi perlu kita sikapi dan perbaiki kondisinya.
Mari kita tengok kisah sahabat
Abu Bakar yang menghilangkan aturan zakat kepada mualaf (yang merupakan
peristiwa baru) berdasarkan kesepakatan/diskusi/demokrasi bersama. Zaman
Rasulullah saw, zakat diberikan kepada mualaf agar umatnya tetap berpegang
teguh pada Islam. Ketika kondisi berubah, Islam tetap fleksibel dengan
berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah dan hukum Islam lainnya termasuk kesepakatan
ulama.
Saat ini di negeri ini
dibutuhkan tokoh yang berperan di parlemen sebagai dakwah politik, yang turut
mengambil kursi dipemerintahan. Nabi Yusuf as., mencalonkan diri menjadi
bendaharawan istana dengan mengikuti sistem kekafiran. Meskipun tidak menutup
kemungkinan menimbulkan kemashalatan, Nabi Yusuf as. berhasil melakukan dakwah
diistana, yang akhirnya diterima oleh orang-orang kafir.
Begitupun kisah Nabi Syu'aib as.
yang begitu gigih berdakwah sekalipun kaumnya tidak memahami isi yang
disampaikan (surga, neraka, akhirat, merupakan hal yang tidak pernah
terpikirkan oleh kaumnya). Bahkan beberapa orang dikaumnya mengatakan dengan
kasar, "kalau bukan karena keularga, akan kami rajam kau." Akhirnya
Nabi Syu'aib mengikuti aturan yang dibuat kaumnya dengan ikut serta kedalam
aturan yang bukan Islam sebagai bentuk proteksi diri, namun tetap pada ajaran
Allah swt.
Ambil hukum paling dasar
terhadap segala sesuatu yang terjadi didunia ini. Jikalau kita tidak bisa
melakukan kebaikan yang besar, lakukan kebaikan kecil. Seperti seorang pelacur
yang memberi minum anjing dengan sepatunya. Subjeknya adalah pelacur (orang
hina) memberikan minum kepada anjing (binatang haram) dengan sepatu (alat yang
tidak wajar untuk minum), sudah menjadi amal kebaikan, apalagi jika kita yang
melakukannya, setidaknya kita insyaa Allah lebih baik dari kisah pelacur
tersebut.
Atau seseorang masuk surga
karena memindahkan ranting dijalan yang membahayakan pengguna jalan. Setidaknya
kita bisa melakukan lebih dari kebaikan tersebut. Apa salahnya kita memberika
suara untuk pemilu.
Terkait proteksi, mari kita
belajar dari pengalaman Rasulullah saw. Ketika Abu Thalib (paman Rasul, yang
dihargai kaum Quraisy) wafat, perlindungan Rasul menjadi tidak berlaku. Hijrah
ke Madinah, Habsyah dan tempat lain yang sekiranya aman (jarak dekat, aturan
setiap tempat berbeda, keamanan dijamin). Boleh sekiranya kita tidak betah
terhadap suatu aturan, misal pindah tempat ke luar negeri, tetapi apakah kita
mampu berangkat & tinggal disana? Apakah disana menjamin keamanan kita
terhadap sistem bernama 'demokrasi' dinegara lain? Menghindar bukanlah jawaban.
Pelajari politik islam,
sekalipun tidak ada dihadis & Al-Qur'an, tujuannya yaitu mencapai kebaikan
umat. Kita tidak boleh mengambil yang haram selagi yang halal masih ada. Haram
boleh dilakukan dalam kondisi darurat. Misal, kita harus memilih bangkai
kambing atau babi untuk dimakan. Jelas kita harus memilih bangkai kambing
karena keharamannya tidak sebanyak babi. Demokrasi meskipun banyak
ketidaksesuaiannya, harus bisa menerima sambil memperbaiki sistem yang ada.
Boleh saja kita membuat sistem
baru, apa bisa langsung diterima? Melihat kondisi Islam yang belum utuh, kita
dihadapkan terhadap pilihan, mau otoriter atau demokrasi? Setidaknya demokrasi
lebih bermanfaat dan mudharat lebih kecil. Ini bukan ijtihad kosong, tetapi ada
ulama yang telah menafsirkannya.
Pertanyaan:
Bagaimana cara memperbaiki
sistem ini?
Setiap masalah ada
penyelesaiannya, ditreatment/diselesaikan dengan cara yang berbeda. Pelajari
dulu sistemnya, kaitkan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, jadilah pemimpin (dengan
kekuasaan akan lebih mudah merubah sistem)
Dimana prestasi Islam?
Islam kini 'sepi pencitraan'.
Artis lebih dikenal ketimbang Hafiz. Segera dokumentasikan segala kegiatan
Islam, bukan untuk riya, tetapi sebagai bukti untuk memperkuat argumen terhadap
dukungan Islam.
Bagaimana cara meyakinkan orang
lain?
Belajar dari pengalaman
merupakan ilmu yang paling baik. Berdakwah tidak boleh dimulai dari su'udzan,
misal ada aturan hijab yang dibatalkan, mungkin banyak akhwat yang belum siap
secara lahir-batin untuk memakai hijab tahun ini. Untuk berdakwah bisa saja
kita berdakwah di kedai kopi layaknya Hasan albana. Cari kebutuhan masyarakat,
berikan yang terbaik terhadapat apa-apa yang kita lakukan.
Bagaimana persiapan jihad?
Kenapa harus takut, kita tinggal
berjihad. Tetapi dengan penyesuaian persiapan kita, misal dengan latihan
beladiri, fitnes (untuk persiapan fisik), melatih hafalan, memperluas ilmu
& wawasan sebagai bekal untuk berjihad. Jangan sampai mati konyol dalam
peperangan karena tidak ada persiapan.
Bagaimana pandangan terhadap
orang yang golput?
Kita sebagai manusia (terutama
yang beriman) tidak bisa seenaknya berdiam diri, mempersilahkan orang lain
memilih. Bahkan ironya, banyak Muslim yang golput ketimbang non-Muslim.
Usahakan kita sebagai orang yang sadar, untuk mendukung pemilihan ketimbang
golput. Setidaknya yang golput tidak mencaci-maki yang memilih.
Golput dikaitkan dengan
keputusan ulama, padahal tidak samasekali. Keberadaan ulama sejak dulu sudah
ada, hanya baru sekarang saja beberapa aturan dikatakan haram karena perubahan
kondisi. Bukan berarti ulama terdahulu tidak tahu apa-apa. Kalau sampai kita
selalu memperdebatkan tafsir (terutama perbedaan zaman), berhati-hatilah karena
itu merupakan penyakit sekulerisme. Dakwah itu tidak datar, adakalanya
melenceng dan tersesat, namun usahakan tidak tersasar terlalu jauh, tetap pada
rute/jalan utama. Golput berkurang, pemilih semakin banyak maka lebih memperkecil
kemungkinan kemudharatan. Jikalau sudah bertemu musuh, bersatu dan jadilah
kokoh. Terus yakinkan orang-orang yang golput untuk memilih.
Apasaja wilayah yang dapat kita
dakwahi/perbaiki?
Kita sebagai manusia bekerja
sesuai porsi, seperti jatah rizki, amalan dan lain-lain. Tetapi berada terlalu
lama di zona nyaman juga tidak terlalu baik. Buat peta konsep untuk kita
melakukan dakwah, dan utamakan keluarga.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar