Sabtu, 12 April 2014

demokrasi perspektif islam part 2



Bedah buku: Demokrasi dari sudut pandang Islam
@Mesjid Al-Ghifari IPB
Ahad, 6 April 2014
Ustd. Al Musyadaq
Fiqih merupakan teknis/amaliah yang cakupan bahasannya meluas, mulai amalan solih seperti: zakat, ibadah, shaum, dan sebagainya serta fiqih tentang bidang ilmu yang lain berdasarkan kesepakatan para ulama.
Tujuan fiqih, yaitu:
1. Menghadirkan mashlahat (kebenaran)
2. Mencegah kemudharatan
Dalam kehidupan ini, jika kita memberikan manfaat yang besar kepada orang lain, ganjaran/pahala yang didapat insyaa Allah besar. Seperti ibadah qiyamul lail (shalat malam/tahajud), mempunyai hukum pelaksanaan yang dapat dilakukan secara berjamaah. Dapat dibayangkan jika ada pemimpin yang membuat aturan yang menganjurkan pelaksanaan qiyamulail secara berjamaah atau bersama-sama dalam suatu daerah, pasti pahala yang didapat lebih besar karena manfaat yang diberikannya tidak hanya banyak tetapi juga besar, lebih baik dari pelaksanaan personal/sendirian dirumah. Atau mengganti kegiatan dangdutan/goyang-goyang hiburan dengan pelaksanaan kajian Islam yang memperat ukhuwah Islamiah penduduk.
Berbicara soal pemimpin, sudah pasti tawakun (mampu memprediksi masa depan, kira-kira apa yang akan terjadi dalam setiap dimensi/periode). Dan ini sangat dibutuhkan untuk membawa negerinya menuju visi yang telah disepakati, akan dibawa kemana nantinya.
Membahas DEMOKRASI, kita gunakan 4 landasan hukum, yaitu 1. Al-Qur'an 2. Sunnah 3. Sirah nabawiah 4. Fiqih.
Tidak perlu kita panik/menolak terhadap kondisi saat ini, demokrasi ada dimana-mana karena ini adalah zaman kita dan merupakan tantangan baru untuk kita. Bukan sesuatu hal yang harus dimusuhi/diperangi tetapi perlu kita sikapi dan perbaiki kondisinya.
Mari kita tengok kisah sahabat Abu Bakar yang menghilangkan aturan zakat kepada mualaf (yang merupakan peristiwa baru) berdasarkan kesepakatan/diskusi/demokrasi bersama. Zaman Rasulullah saw, zakat diberikan kepada mualaf agar umatnya tetap berpegang teguh pada Islam. Ketika kondisi berubah, Islam tetap fleksibel dengan berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah dan hukum Islam lainnya termasuk kesepakatan ulama.
Saat ini di negeri ini dibutuhkan tokoh yang berperan di parlemen sebagai dakwah politik, yang turut mengambil kursi dipemerintahan. Nabi Yusuf as., mencalonkan diri menjadi bendaharawan istana dengan mengikuti sistem kekafiran. Meskipun tidak menutup kemungkinan menimbulkan kemashalatan, Nabi Yusuf as. berhasil melakukan dakwah diistana, yang akhirnya diterima oleh orang-orang kafir.
Begitupun kisah Nabi Syu'aib as. yang begitu gigih berdakwah sekalipun kaumnya tidak memahami isi yang disampaikan (surga, neraka, akhirat, merupakan hal yang tidak pernah terpikirkan oleh kaumnya). Bahkan beberapa orang dikaumnya mengatakan dengan kasar, "kalau bukan karena keularga, akan kami rajam kau." Akhirnya Nabi Syu'aib mengikuti aturan yang dibuat kaumnya dengan ikut serta kedalam aturan yang bukan Islam sebagai bentuk proteksi diri, namun tetap pada ajaran Allah swt.
Ambil hukum paling dasar terhadap segala sesuatu yang terjadi didunia ini. Jikalau kita tidak bisa melakukan kebaikan yang besar, lakukan kebaikan kecil. Seperti seorang pelacur yang memberi minum anjing dengan sepatunya. Subjeknya adalah pelacur (orang hina) memberikan minum kepada anjing (binatang haram) dengan sepatu (alat yang tidak wajar untuk minum), sudah menjadi amal kebaikan, apalagi jika kita yang melakukannya, setidaknya kita insyaa Allah lebih baik dari kisah pelacur tersebut.
Atau seseorang masuk surga karena memindahkan ranting dijalan yang membahayakan pengguna jalan. Setidaknya kita bisa melakukan lebih dari kebaikan tersebut. Apa salahnya kita memberika suara untuk pemilu.
Terkait proteksi, mari kita belajar dari pengalaman Rasulullah saw. Ketika Abu Thalib (paman Rasul, yang dihargai kaum Quraisy) wafat, perlindungan Rasul menjadi tidak berlaku. Hijrah ke Madinah, Habsyah dan tempat lain yang sekiranya aman (jarak dekat, aturan setiap tempat berbeda, keamanan dijamin). Boleh sekiranya kita tidak betah terhadap suatu aturan, misal pindah tempat ke luar negeri, tetapi apakah kita mampu berangkat & tinggal disana? Apakah disana menjamin keamanan kita terhadap sistem bernama 'demokrasi' dinegara lain? Menghindar bukanlah jawaban.
Pelajari politik islam, sekalipun tidak ada dihadis & Al-Qur'an, tujuannya yaitu mencapai kebaikan umat. Kita tidak boleh mengambil yang haram selagi yang halal masih ada. Haram boleh dilakukan dalam kondisi darurat. Misal, kita harus memilih bangkai kambing atau babi untuk dimakan. Jelas kita harus memilih bangkai kambing karena keharamannya tidak sebanyak babi. Demokrasi meskipun banyak ketidaksesuaiannya, harus bisa menerima sambil memperbaiki sistem yang ada.
Boleh saja kita membuat sistem baru, apa bisa langsung diterima? Melihat kondisi Islam yang belum utuh, kita dihadapkan terhadap pilihan, mau otoriter atau demokrasi? Setidaknya demokrasi lebih bermanfaat dan mudharat lebih kecil. Ini bukan ijtihad kosong, tetapi ada ulama yang telah menafsirkannya.
Pertanyaan:
Bagaimana cara memperbaiki sistem ini?
Setiap masalah ada penyelesaiannya, ditreatment/diselesaikan dengan cara yang berbeda. Pelajari dulu sistemnya, kaitkan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, jadilah pemimpin (dengan kekuasaan akan lebih mudah merubah sistem)
Dimana prestasi Islam?
Islam kini 'sepi pencitraan'. Artis lebih dikenal ketimbang Hafiz. Segera dokumentasikan segala kegiatan Islam, bukan untuk riya, tetapi sebagai bukti untuk memperkuat argumen terhadap dukungan Islam.
Bagaimana cara meyakinkan orang lain?
Belajar dari pengalaman merupakan ilmu yang paling baik. Berdakwah tidak boleh dimulai dari su'udzan, misal ada aturan hijab yang dibatalkan, mungkin banyak akhwat yang belum siap secara lahir-batin untuk memakai hijab tahun ini. Untuk berdakwah bisa saja kita berdakwah di kedai kopi layaknya Hasan albana. Cari kebutuhan masyarakat, berikan yang terbaik terhadapat apa-apa yang kita lakukan.
Bagaimana persiapan jihad?
Kenapa harus takut, kita tinggal berjihad. Tetapi dengan penyesuaian persiapan kita, misal dengan latihan beladiri, fitnes (untuk persiapan fisik), melatih hafalan, memperluas ilmu & wawasan sebagai bekal untuk berjihad. Jangan sampai mati konyol dalam peperangan karena tidak ada persiapan.
Bagaimana pandangan terhadap orang yang golput?
Kita sebagai manusia (terutama yang beriman) tidak bisa seenaknya berdiam diri, mempersilahkan orang lain memilih. Bahkan ironya, banyak Muslim yang golput ketimbang non-Muslim. Usahakan kita sebagai orang yang sadar, untuk mendukung pemilihan ketimbang golput. Setidaknya yang golput tidak mencaci-maki yang memilih.
Golput dikaitkan dengan keputusan ulama, padahal tidak samasekali. Keberadaan ulama sejak dulu sudah ada, hanya baru sekarang saja beberapa aturan dikatakan haram karena perubahan kondisi. Bukan berarti ulama terdahulu tidak tahu apa-apa. Kalau sampai kita selalu memperdebatkan tafsir (terutama perbedaan zaman), berhati-hatilah karena itu merupakan penyakit sekulerisme. Dakwah itu tidak datar, adakalanya melenceng dan tersesat, namun usahakan tidak tersasar terlalu jauh, tetap pada rute/jalan utama. Golput berkurang, pemilih semakin banyak maka lebih memperkecil kemungkinan kemudharatan. Jikalau sudah bertemu musuh, bersatu dan jadilah kokoh. Terus yakinkan orang-orang yang golput untuk memilih.
Apasaja wilayah yang dapat kita dakwahi/perbaiki?
Kita sebagai manusia bekerja sesuai porsi, seperti jatah rizki, amalan dan lain-lain. Tetapi berada terlalu lama di zona nyaman juga tidak terlalu baik. Buat peta konsep untuk kita melakukan dakwah, dan utamakan keluarga.
Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar