Menejer-ku marah!
Senin, 1 Desember 2014
Hmm, belum pernah saya merasakan hal
seperti ini sebelumnya, melihat seorang menejer/kepala sekolah SM marah karena
tidak dihargai saat memberikan pengarahan kultum pada hari senin, 1 Desember
2014. Kejadian tersebut bermula ketika jadwal kultum bulan Desember belum
dibuat dan belum disosialisasikan kepada seluruh siswa, pak Okwan berinisiatif
menjadi imam shalat dzuhur dan meminta Dzahry (yang secara siap maupun tidak
siap) untuk memberikan kultum yang ia ketahui, apapun temanya.
Setelah beberapa orang selesai melakukan
shalat ba’diyah dzuhur, Dzahry kemudian berdiri yang memberikan cerita
singkatnya dengan tema “takut karena Allah swt.” Hampir semua siswa dan siswi
mushola waktu itu terhibur karena pembawaan ananda Dzahry yang khas dan unik. Singkat
dan berisi.
“Kalau ada orang lain mengajak berbuat ‘mesum’ bilang saja, ‘aku
takut karena Allah swt.’”
Seperti biasa, seorang imam akan
mengambil alih komando ketika pemateri kultum selesai memberikan kajiannya,
dalam hal ini pak Okwan yang mengapresiasi kultum Dzahry. Sudah sering
diingatkan bahwa kita harus ‘respek’ terhadap orang lain, minimal dengan
mendengarkan seseorang yang sedang berbicara didepan (siapapun itu) tanpa
mengeluarkan suara/diam. Lagi dan lagi hal yang sama terulang, ketika pak Okwan
menyampaikan sedikit pemaparannya, suasana kembali gaduh oleh kicauan sebagian
murid yang membuat suara pak Okwan tidak terdengar. Beberapa kali beliau
mengambil mic dan mematikannya kembali akan tetapi tidak ada respek dari
anak-anak sehingga pak Okwan mengambil tindakan dengan menghentikan nasehatnya
sekaligus anjuran untuk melakukan shalat munfarid (meniadakan kultum harian).
Serentak seluruh siswa terdiam dan
bingung, melihat pak Okwan sudah jauh meninggal mushola menuju kantornya. Lantas
apakah respon anak-anak terhadap hal tersebut? Hampir semuanya tidak peduli dan
melanjutkan aktifitasnya seperti biasa, seolah kejadian tersebut tidak pernah
terjadi. Ada beberapa yang menggerutu, ada yang menyalahi diri sendiri, bahkan
ada pula yang saling menyalahkan satu sama lain.
Ruang mushola kembali sepi setelah
anak-anak bubar meninggalkan tempat itu, namun ada juga yang tetap stay didalam mushola untuk sekedar bercengkrama
dan bermain catur didalamnya. Mayoritas dari mereka adalah SM 3. Aku yang ikut
merasa bersalah (meskipun saya tidak pernah mengobrol saat kultum), karena telah
membiarkan anak-anak ngobrol, bersegera mengambil tindakan bersama bu Yunda
untuk mengumpulkan seluruh ketua kelas kecuali Reksa (berhubung hari itu tidak
masuk) dan mendiskusikan masalah tersebut kepada perwakilan kelas yang sudah
berkumpul. Termasuk dalam diskusi tersebut ada juga Galih sebagai ketua OSIS
dan juga beberapa teman yang lain seperti Sultan, Ramzi, Haidar dan lain-lain
yang berpartisipasi dalam perkumpulan kecil tersebut. Sudut tenggara mushola waktu
itu sibuk dipenuhi aspirasi anak-anak dalam membahas persoalan yang masih
hangat terkait ‘kemarahan pak Okwan.’
Dipandu oleh bu Yunda, diskusi yang
berlangsung sangat singat tersebut menemukan beberapa point penyebab masalah
itu. Mereka mengakui bahwa hal tersebut disebabkan karena suara anak-anak
mendominasi pak Okwan (dan guru-guru lainnya) saat sedang kultum. Ditengah-tengah
diskusi, ada komentar yang beranggapan bahwa pak Okwan hanya mengambil tindakan
“serius, serius, bercanda” untuk memberikan kita pelajaran, tidak semuanya
benar. Ada juga yang mengomentari pak Okwan bahwa tindakan tersebut terlalu ‘delit’
(bahasa sunda) atau sarkatisme (membawa emosi, cepat marah dalam mengambil
tindakan) sehingga menyesatkan seluruh siswa untuk tidak shalat berjamaah dan
menghilangkan kebiasan baik SM lainnya.
Ditengah diskusi, pak Okwan berbisik
kepada pak Rizal dan menyatakan bahwa “Happy Hour’s ditiadakan!” Kabar yang langsung
disampaikan pak Rizal kepada kami membuat suasana semakin panas. Berhubung waktu
yang sudah mendekati pukul 13.00, pertemuan ditutup dengan kesimpulan beberapa
macam “cara meminta maaf,” yang nantinya akan disosialisasikan kepada
teman-teman setiap kelasnya.
Sepulang sekolah, pertama kalinya
Naufal SM 2 berbicara didepan kelas untuk mendiskusikan hal ini. Kurang lebih
15 menit kepulangan anak ditunda sampai akhirnya bu Furi menengahi pertemuan
tersebut dengan menampung segala aspirasi siswa di SM 2 Turmudzi, begitupun
kelas-kelas yang lainnya.
What next?
Keesokan harinya, Selasa, 2 Desember
2014, kultum dan shalat dzuhur-ashar berjamaah tetap dilakukan seperti
biasanya. Lagi dan lagi, kegaduhan terjadi yang membuat pak Bagus bertindak
tegas saat memberikan apresiasi terhadap Dzahry yang telah melakukan kultum. Seketika
mushola hening, Irfan dipanggil sebagai perwakilan untuk memberikan pernyataan
sekaligus permohonan maaf kepada semua. Semoga hal seperti ini tidak terulang
kembali dimasa yang akan mendatang, amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar