Pengajian bulanan SDM SALAM
Jum’at, 10 Oktober 2014
Ust. Yasir A.M.
@ Mesjid Taman Seruni
AKHLAQ
Sering kita mendengar istilah akhlaq
dalam kehidupan sehari-hari. Akhlaq sangat erat kaitannya dengan
kondisi/perilaku seseorang. Akhlaq juga merupakan salah satu poin penting yang
tercantum dalam nilai-nilai SALAM. Hm, apakah Akhlaq itu?
Akhlaq
menurut bahasa merupakan serapan dari bahasa arab yang tidak bisa kita
terjemahkan lagi kedalam bahasa apapun. “Atittude” misalnya, jelas akan berbeda
definisinya dari kata “akhlaq” itu sendiri. Atau jika kita ingin menyebut
istilah akhlaq dengan sikap dan perilaku manusia, tentu saja kurang cocok
karena pada dasarnya akhlaq memiliki arti yang lebih luas, adapun sikap dan
perilaku merupakan perwujudan dari akhlaq itu sendiri.
Jangan
sampai kita menterjemahkan istilah “akhlaq” dengan kata “tek-tok” yang
mempunyai banyak arti. Pernah pak Yasir menanyakan arti kata “tek-tok” kepada 3
orang murid yang berbeda, ada yang menyebutkan bahwa tektok adalah “jalanin
aja.” Ada juga yang mengartikan istilah tersebut dengan “bolak-balik” bahkan
mengatikannya dengan kata “percaya diri.” Simpang siur dan gak jelas ‘kan?
Akhlaq jika dipecah menjadi 2 pengertian yaitu
“kho-la-qof” (khuluk) yang artinya kejadian/penciptaan dan “kho-la-qah” yang
artinya perangai atau tabiat. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa:
“Akhlaq adalah sesuatu yang melekat pada proses penciptaan
manusia, termasuk didalamnya terdapat tabiat dan perilaku/sikap.”
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi (orang keturunan
liberal yang menentang liberalisme), mengatakan bahwa, “karena manusia
diciptakan dengan fitrah, potensi yang melekat, maka berakhlaq adalah berfikir,
berkehendak dan berperilaku sesuai dengan fitah (nurani)nya.” Sehingga akhlaq
mutlak dimiliki oleh setiap manusia.
Adapun menurut Al-Ghazali
mengemukakan arti akhlaq ada 2 definisi:
Kholaq :
perilaku yang tampak
Kholaquw :
perilaku dalam jiwa/terpendam
Sempurna akhlaq manusia jika memiliki
kedua poin tersebut. Kalau hanya salah satunya saja yang baik, maka akhlaqnya
tidak bisa dikatakan sempurna. Misalnya saja ada orang yang membagi-bagikan
sejumlah uang kepada masyarakat, apakah bisa kita sebut dermawan? Memang iya
perilaku yang tampaknya adalah berbagi rizki namun kalau niatnya untuk
kesuksesan Pemilu atau memamerkan kekayaan belaka, menandakan bahwa akhlaqnya
belum sempurna. Atau jika ada seseorang tersenyum manis kepada kita namun dalam
hati sebenarnya nya merasa amat sangat jengkel melihat muka kita, itu artinya
akhlaqnya belum sempurna.
Benarkah pernyataan berikut? (dari orang Yahudi):
“it’s better to be moralist rather than religious.”
Apakah moralis tanpa religious bisa dikatakan berakhlaqa
mulia?
Misal dalam hal ini kita ambil contoh
seorang pemimpin yang berhasil mengelola wilayahnya sehingga penduduknya
tentram dan sejahtera, APBD meningkat dan tidak ada kemiskinan, akan tetapi
anggaran yang diperolehnya yaitu dari setoran prostitusi dan perjudian
(melanggar aturan agama). Apakah moral saja cukup tanpa agama?
Tadabburi surat Ar-Rum (30) ayat 30:
30. Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya
ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama
tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar.
mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Kecenderungan fitrah manusia untuk
melakukan sesuatu adalah fitrah untuk beragama lurus (Tauhid) yang menuju
kepada kebaikan, namun pada kenyataanya banyak orang justru berbuat
jahat/keburukan karena lupa akan fitrahnya.
***
Orang pedalaman Papua biasanya
menggunakan nama-nama artis sebagai nama panggilan sehari-hari, salah satunya
Leonardo de Capio (pemeran utama film Titanic). Kalau kita mengingat peristiwa
Titanic, yang menjadi pertanyaan adalah tenggelamnya kapal Titanic dikarenakan
terbelah atau terbakar? LOL :D… Dongeng – 50% dusta, 50% rekayasa. Hahaha (joke…)
Filosofi dari gunung es dan Titanic, kita anggap bahwa:
·
Permukaan
es yang terlihat : Akhlaq
·
Perahu : Din /
syariah
·
Gumpalan
es didalam laut : Aqidah (tindakan, sikap,
dll.)
Manusia yang benar sesuai dengan
fitrahnya adalah manusia yang bertindak dengan didasari oleh keimanan,
diniatkan dengan ikhlas dan dibingkai dengan din. Kalau ada orang yang
akhlaqnya selalu bersemangat beribadah, perilakunya sopan dan santun namun hendak
melakukan shalat subuh sebanyak 10 rakaat, sudah pasti SALAH meskipun niatnya
benar.
Atau seseorang yang melakuakn money
laundry (pencucian uang) yang mengangkat seorang Officee Boy menjadi Direktur
tanpa syarat dan proses, itu juga merupakan suatu kecurangan yang tidak
diperbolehkan.
“Akhlaq itu bukan sekedar tatakrama, etika dan moral.”
Rasulullah saw. merupakan seseorang
yang melanggar tradisi saat itu, karena hidup di zaman ketika
kejahiliyahan/kesesatan/kebodohan adalah perkara yang dibenarkan waktu itu. SAH
hukumnya bila ada banyak orang melakukan sa’i sambil telanjang atau mengubur
anak perempuannya hidup-hidup tanpa merasa bersalah. Oleh karena itu Rasulullah
saw. datang untuk menyempurnakan akhlaq manusia meskipun melanggar tradisi yang
sudah ada. Hingga mendapat julukan al-amin (orang yang dapat dipercaya)
walaupun usianya masih sangat muda.
Surat Ibrahim (14) ayat 24 – 25
24.
tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik[786] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit,
25.
pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
[786]
Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala Ucapan yang
menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang
baik. kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallaah.
Manusia yang baik bisa kita ibaratkan
seperti “pohon yang baik” dengan ciri berikut:
Akarnya teguh (Aqidah), batangnya kokoh (Din), dan cabangnya
menjulang kelangit (Akhlaq), berbuah selalu, memberikan manfaat setiap waktu
walaupun dalam kondisi yang sempit dan sulit. Konsep kebaikan tersebut dapat
kita lihat pada surat Al-Baqarah ayat 177:
177.
bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
“Dari akhlak yang mulia, didasari keimanan dan dibingkai
agama itulah kebaikan, bukan karena tradisi/budaya timur maupun barat.”
Diriwayatkan dari Abu-Darda r.a., bahwasanya
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang paling berat timbangannya
diatas mizan (timbangan hari kiamat) seorang mukmin, kecuali akhlak nya yang baik
dan sesungguhnya Allah membenci orang yang keji dan yang kotor mulut” (HR.
Turmudzi)
Akhlak yang mulia:
1.
Akar-Jujur :
sifat dasar Rasulullah saw. bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul
2.
Batang-Taat
ibadah : memaksimalkan waktu, bagaimana
cara mengelola kesempitan dan kesulitan menjadi sesuatu yang menyenangkan dan
dapat teratasi (solutif)
Banyak dari supir jemputan shalat
tidak tepat waktu karena kebanyakan dari mereka masih diperjalanan ketika adzan
berkumandang, namun ada juga yang dapat dapat shalat tepat waktu karena
menejemen waktunya bagus, tergantung diri kita, apakah masih mengutamakan
ibadah atau tidak.
3.
Ranting
& buah-Ikrom : memuliakan
(derajatnya lebih tinggi dibandingkan menghormati), percaya pada Allah, hari
kiamat dan takdir/ketentuan Allah
a.
Berkata
baik atau diam
Ada seorang anak mengatakan (mohon
maaf) b-e-g-o dengan sangat lancar kepada teman-temannya, hal ini perlu kita
sadari bahwa jarak yang paling dekat dengan ucapannya adalah telinganya
sendiri. Hal tersebut adalah salah dan tugas kita adalah untuk memperbaikinya.
Ucapan baik maupun kurang baik yang kita lontarkan, efeknya adalah pendengaran
kita masing-masing. Rata-rata manusia biasanya berbicara 60 kata per 1 menit,
sehingga jika kita ingin mendengar yang baik, berbicaralah yang baik.
b.
Memuliakan
tetangga
Meskipun Abu Jahal dan Abu Lahab
adalah saudara sekaligus tetangga yang kurang baik terhadap Rasulullah saw.,
tidak jarang mereka menitipkan barang-barangnya kepada Rasulullah saw. karena
sikap Rasul yang senantiasa memuliakan tetangga. Bahkan sebelum berangkat
perang, beliau harus mengembalikan barang titipannya tersebut kepemiliknya.
c.
Memuliakan
tamu
Siapapun yang datang ke rumah kita
entah itu hanya berkunjung, melihat-lihat, bersilaturahim, buat mereka nyaman
dengan tempat kita. Berikan 5 S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun) agar
tamu segan terhadap kehadiran kita. Jangan sampai berlebihan, misal membantu
membawakan koper/tas orang lain sampai dikira calo, karena semua orang belum
tentu memiliki persepsi yang sama dengan kita.
Akhlaq mulia yang dilakukan manusia
ada aturannya tersendiri, yaitu syariat islam. Misal kita ingin memuliakan
orang lain dengan cara “peduli” dan melakukan sms tausiyah rutin untuk
mengingatkan ibadah, dari ikhwan ke akhwat. Meski benar namun kalau melanggar
syariat itu kurang tepat.
PERTANYAAN:
1.
Adakah
contoh orang yang akhlaq didalam jiwanya bagus namun yang tampak buruk?
Sulit mencari orang yang seperti itu. Apakah orang yang ingin
bersedekah (niatnya bagus) namun perbuatannya adalah ‘berjudi’ bisa dikatakan
akhlak yang baik?
Dalam sejarah, pernah ada kasus seorang sahabat yang ingin
berperang (dalam hatinya sangat ingin ikut berperang) namun karena
ketidakmampuannya, perbuatan yang tampak (pada kenyataannya) ia tidak ikut
berperang. Hal ini masih di perbolehkan.
2.
Bolehkah
kita melakukan perbuatan buruk untuk hal yang baik menurut pandangan akhlaq?
Membunuh adalah sebuah kejahatan, “berakhlaq buruk” kalau
seseorang sampai membunuh saudaranya. Namun kalau beriman dan memiliki tujuan
yang sesuai syariat akan menjadi sebuah kemuliaan. Niat lurus, aqidah kokoh
dalam keislaman insyaa Allah baik.
3.
Misal
A melakukan fitnah terhadap L dan ketika A sedang sakit, L menengoknya hingga
keluarga A mengatakan bahwa L “melakukan sebuah kemuliaan dan mendapat pahala
dari shalat sunnah 1000 rakaat,” benarkah itu?
Mendapat pahala shalat sunnah 1000 rakaat belum dapat
sumbernya-cari sumber yang relevan jangan asal mudah menerima masukan dari
orang lain.
Kemuliaan seseorang didapatkan dengan:
·
bersilaturahim
terhadap orang yang memusuhi kita
·
bersedekah/memberi
kepada orang yang pedit, pelit, meregehese cap jahe buntut kasiran #apasihpakyasir…
·
memaafkan
yang mendzalimi
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar