Pengajian
Al-Hijr
Ahad, 16
Maret 2014
Minggu lalu kita membahas al-Qur’an
sebagai kurikulum untuk manusia agar mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan
dunia-akhirat karena pada hakikatnya, orang beriman itu pasti sukses (tercantum
dalam surat Al-Mu’minun).
Keimanan merupakan khoiru ummat
yang merupakan ‘barometer’ umat lain dalam segala sesuatu, memberikan dampak
terhadap kesuksesan umat lain dalam semua bidang. Aneh kiranya ada muslim yang
belum/tidak sukses, itu pertanda ada yang salah dalam kehidupannya.
Rasulullah saw dalam do’anya: Robbana hablana, min azwajina, wajalna lil
muttaqinaimama sudah menjanjikan bahwa orang yang beriman lebih sukses
ketimbang yang lain, adapun kesuksesan umat lain (selain Islam) itu tidak
diberkahi atau bersifat sementara.
Al-Qur’an merupakan kitab suci
yang sejalan dengan umur manusia, pastinya dengan penafsiran yang benar, bukan
karangan manusia atau penafsiran syaitan dengan mencampur-adukan ayat-ayat
al-Qur’an dengan “jangjawokan” (mantra/sihir tertentu). Sungguh sangat
memalukan para ulama yang menggunakan metode seperti ini. Allah mengecam keras
kepada para ‘kahana’ (dukun), bahkan orang yang mendatanginya pun disebut telah
kufur. Hindari perbuatan seperti ini, utamakan segala sesuatunya dengan
referensi yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah.
Banyak ideologi pemikiran yang
dibuat manusia dan terkesan sempurna dengan berbagai macam teori hanya
merupakan perbandingan umat agar tetap istiqomah dijalan Allah, yaitu Islam. Boleh
kita melakukan penambahan ilmu dengan syarat tanpa mengubah substansi (absah)
yang telah disepakati oleh para ulama. Jangan sampai kita mengajarkan orang
lain untuk mengimani al-Qur’an tanpa diharuskan membacanya, “sesat” kiranya ada
manusia yang seperti ini.
Sebagai umat muslim, lakukanlah “Kampanye
al-Qur’an” dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun. Jadikan dakwah sebagai
kebutuhan kita (baik berupa lisan, tulisan, teknologi, akhlak, memberikan
contoh, dll.) Sungguh sia-sia jika uang triliyunan hanya untuk kampanye caleg
yang hasilnya ada ‘ketidakpastian.’ Kalau tidak untuk berdakwah sebaiknya
hindari, cari prioritas terbaikl untuk berdakwah, misal uang triliunan
diberikan untuk beasiswa muslim berprestasi. Masih banyak alumni Aliah yang
berprastasi namun masih kesulitan biaya. Perlu diperhatikan hal-hal seperti ini
(saran yang mungkin lebih baik).
Ironinya banyak calon pemimpin
yang terus berupaya mempercantik diri, mengerahkan segala sesuatu yang
dimiliknya hanya untuk mencari suara, seperti istilah “serangan fajar”
merupakan perbuatan ‘dosa’ baik yang member maupun yang menerima
(berhati-hatilah terhadap hal seperti ini). Meskipun saran kita begitu kecil, “suarakan”
semampu kita. Ibarat percikan air ditengah ombak atau setitik cahaya lilin
dalam kegelapan sungguh sangat mulia terutama untuk menentang kepentingan
matrialistis dan pragmatis suatu kepentingan tertentu.
Lantas apa tindakan kita? Ingin memperbaiki/berhenti?
Bayangkan jika kita berhenti ditengah dakwah Islam, maka calon pemimpin masa
depan adalah:
·
Pemimpin yang tidak senang dengan kebaikan islam
·
Do’a umat muslim yang tidak dikabulkan
Sifat ruh setiap orang itu berbeda-beda.
Meskipun ditempat yang berbebeda kalau hati/perasaan sudah sama tetap akan
menyatu, ibarat potongan lontong yang menyatu itulah manusia. Begitupun sebaliknya,
hati yang buruk akan mudah beradaptasi dengan perasaan yang buruk.
Sebaik-baiknya pemimpin: Terlibat
langusng/pemain yang berperan sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan masyarakat dengan
landasan Islam didalamnya (Surat 30:30 yang isinya tentang, bahwa Islam sejalan
dengan kehidupan makhluk.) hanya saja banyak yang tidak sadar akan hal ini.
Ciri masyarakat yang baik (Quraisy)
yaitu ada 4, yaitu:
·
Ibadah. Kemakmuran, kesejahteraan,
maju-mundurnya masyarakat diukur dari tingkat ibadahnya (tauhidullah)
·
Terbebas dari kelaparan. Allah tidak akan
menurunkan azab berupa kelaparan jika seluruh masyarakat dalam negeri
melaksakan ibadah kepada Allah (tahapannya ibadah dulu, maka poin ini automatis
mengikuti). Tidak ada pemimpin yang berhasil kecuali Umar bin Abdul Aziz dimana
tidak ada lagi orang yang kelaparan
·
Terbebas dari rasa takut, selalu tenang hatinya
setiap waktu
·
Masyarakat aktif (bukan pemalas). Melakukan yang
terbaik dan sejarah mengatakan bahwa masyarakat Umar bin Abdul Aziz merupakan masyarakat
yang AHLI TAHAJUD dan KERJA LUAR BIASA dalam berdagang (entrepreneur) karena 9
dari 10 pintu rizki adalah dagang, wajar mereka makmur dan kaya. Paling malas
yaitu membaca al-Qur’an 1 juz perhari. Banyak yang khatam 3 hari sekali. Luar biasa
‘bukan?
Kalau masyarakat tidak baik (An
Nahl 16: 112), memberikan ilustrasi/contoh negeri yang banyak anugrah namun
karena kufur (tidak beribadah kepada Allah) akan tertimpa 2 pnyakit, yaitu:
·
Pakaian kelaparanl: meski sudah makan, merasa
lapar. Meski gaji 300 juta tetap melakukan korupsi. Meski mobi sudah punya 50
masih ingin mobil keren yang tidak boleh kena keringat dengan harga milyaran.
·
Pakaian rasa takut: takut kehilangan jabatan, seperti
kasus polwan jilbab (mempersulit kepentingan yang mudah), padahal ibu-ibu muslimah
sudah siap membelikan. Belum lagi asap kabut di Riau, merupakan rasa ketakutan
yang terbukti di negeri ini.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar