Sabtu, 01 Februari 2014

Mabit SDM SAB, 30-31 Januari 2014



#Pak Agus Gusnul Yakin
Setiap orang mempunyai karakter/ciri khas dan masing-masing karakter tersebut mempunyai prinsip (pedoman) tersendiri, tidak bisa kita memaksakan kehendak kita terhadap orang lain, sekalipun itu adalah orang yang paling dekat dengan kita. Contoh sederhana, coba tanyakan kepada orang lain tentang sebuah “angka favorit” yang paling disukainya. Jawabannya pasti beragam, entah itu dikarenakan tanggal lahirnya, kecocokkan terhadap angka tersebut, kenangan-kenangan tertentu, maupun pengalaman lain yang berhubungan dengan jawaban setiap orang. Dalam hal ini, Pak Agus, salah satu perintis & pendiri Sekolah Alam Bogor (SAB), yang menjadi pengisi materi Mabit SDM (sebelum mis-bar) memilih angka 3 (tiga) sebagai jawabannya. Mengapa? Check it out!
***
Angka 3 dan pengalamannya…
Angka 3 (menurutnya) adalah merupakan angka ideal berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Pak Agus. Pada faktanya, angka 3 merupakan angka terakhir yang paling diingat orang Papua ketika sedang berhitung. Mereka hanya mampu menyebutkan angka “1,” “2,” “3” dan “banyak,” setiapkali berhitung dengan menggunakan angka. Hal ini sangat berpengaruh kepada proses jual-beli yang terjadi di Timur sana yaitu “berbelanja satu-satu,” (mengambil barang satu per satu) dan sudah menjadi tradisi disana. Kesimpulan ini menandakan bahwa angka 3 (yang dipilih Pak Agus) memiliki keunikan tersendiri.
Salah seorang penulis (saya lupa mengingat namanya) selalu menggunakan (tidak lebih dari) 3 kata pada setiap nama judul karyanya. Hal ini digunakan bertujuan agar karya yang sudah dipublikasikannya mudah diingat oleh banyak orang, ketimbang judul buku yang panjang (terdapat lebih dari 3 kata).
Univ. Harvard menggunakan 3 prinsip dalam hal apapun (yang sampai saat ini dikenal banyak orang), yaitu: why, what dan how. Terlalu banyak opsi jika sebuah persoalan dibahas dengan menggunakan 5 W + 1 H karena istilah where dan when bisa dimasukkan kedalam how. The law of three ini juga (secara kebetulan) digunakan para penggagas sekolah alam.
“Mengapa harus ada sekolah alam?” “Apa yang harus dilakukan oleh sekolah alam? Apa yang terjadi jika impian membangun sekolah ini tidak selesai?” “Bagaimana cara membuat sekolah alam? Apa saja langkah-langkahnya?”
Setelah SAB dibentuk, the law of three tersebut digunakan untuk membuat dasar-dasar SAB yang disebut ‘3 pilar’, yaitu: taqwa, ilmu dan kepemimpinan. Disamping itu, (baru-baru ini) Bang Lendo (penggagas sekolah alam) menambahkan ‘pilar bisnis’ untuk sekolah alam, yang menurut Pak Agus, dunia ‘bisnis’ sudah masuk ke dalam pilar kepemimpinan.
Sekarang kita lihat pendidikan di Indonesia, mulai dari SD yang lamanya 6 tahun, merupakan tahapan yang memuat 2x3 (3 periode yang dilakukan 2 kali) yaitu kelas bawah (kelas 1-3) dan kelas atas (kelas 4-6). Berturut-turut kelipatan 3 ini terjadi pada masa SMP dan SMA. Kita semua pasti pernah mengalami hal tersebut, kan? (kecuali ‘akselerasi’ ya…)
Selanjutnya Pak Agus menceritakan pengalamannya seputar kesekolahalaman yang merupakan a part of life bagi Pak Agus, diantaranya mendirikan sekaligus merintis SAB (yang awalnya TK Lembah Parigi) dan Preschool Exploreee dengan rekan-rekan seperjuangannya.
***
Setiap manusia pasti mempunyai periode tertentu untuk dapat berubah, masalahnnya apakah kita siap memanfaatkan kesempatan yang sudah ada didepan mata? Sebenarnya Allah swt. sudah menyiapkan 'trampolin' Nya untuk kita semua agar kita bisa melompat lebih tinggi dalam kehidupan ini, hanya saja tergantung bagaimana kita mempersiapkan diri kita agar trampolin kehidupan itu dapat kita gunakan sebaik mungkin.
Kita semua mengetahui bahwa kehidupan ini berjalan secara kontinyu, semua mendapatkan waktu yang sama yaitu 24 jam. Rahasianya adalah beberapa orang tertentu menggunakan “percepatan tertentu” untuk melesat lebih jauh dari yang lain, misal dengan usaha sedikit tidur, waktu belajar lebih lama, banyak berkumpul, berjuang, berlatih, dan lain-lain. Satu hal yang membedakan semuanya adalah istiqomahnya.
Terdapat 7 Miliar manusia diseluruh penjuru dunia ini dan kita akan sulit dikenal orang jika tidak memiliki “keunikan.” Percayalah kalau kita melakukan sesuatu yang berbeda, pasti banyak orang yang (pada awalnya) ‘mencemooh’ namun hal baiknya adalah jika sesuatu hal (positif pastinya) tersebut terbukti keberhasilannya, akan ada banyak orang yang mengikuti jejak langkah kita. Namun ingat, tidak hanya berbeda untuk menjadi sukses berikan manfaat untuk orang lain semaksimal mungkin.
Sekolah alam yang pada tahun 1997an (era reformasi dan krisis moneter) mengalami banyak hambatan dan kendala. Dengan selimut kesabaran, (hingga saat ini) sekolah alam justru menjadi rolleplay model yang diikuti oleh banyak sekolah-sekolah lain dengan konsep alam, termasuk tahun 2013 kurikulum pendidikan direvisi dan (ternyata) sesuai dengan konsep yang selalu digunakan sekolah alam.
Belajar dari orang lain, Sekolah Alam Purwakarta hanya memiliki 2 murid dan 4 guru. Sebuah keadaan yang luar biasa (terutama dalam pengelolaan menejemen SDM) ketika mereka mampu memfasilitasi seluruh SDM SA. Purwakarta termasuk kepada acara-acara kesekolahalaman yang diadakan diberbagai tempat (acara di Bintaro bulan lalu salah satunya).
Langkah selanjutnya adalah berusaha memantaskan diri agar Allah swt. menitipkan murid kepada kita. Keyakinan harus didasarkan pada apa yang Allah swt. suka (bukan karena nafsu belaka), lakukan apapun kesulitannya dan jalani dengan baik. Ingatlah selalu pertanyaan Allah swt. kelak kepada seluruh manusia tentang sebuah kunci surga yang kita miliki, “Hai manusia, apa yang fulan lakukan sehingga fulan layak masuk kedalam surgaKu?”
Jalan surga itu banyak, tidak hanya satu sisi tertentu Allah swt. menilai kita. Bisa jadi kita masuk surga karena ibadah pekerjaan kita sehari-hari, yang terpenting adalah menggapai Ridho Allah swt.
Sebuah buku yang direkomendasikan oleh Pak Agus, buku karangan ‘Mas Arif Budiman: Spiritual Creativepreneur.’ Isinya yang menginspirasi, yaitu:
·         Membumikan logika langit (ikhtiar manusia dalam bentuk amal/karya yang bermanfaat untuk orang lain. Bukankah tujuan hakiki manusia yaitu menjadi khalifah, seseorang yang memberikan kebermanfaatan, lakukan dengan baik usaha kita), dan
·         Melangitkan ikhtiar bumi (niatkan usaha kita hanya untuk Allah swt., meskipun kita sebenarnya ragu/tidak tahu kebenaran terhadap apa yang sudah kita kerjakan, yakinlah kalau perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan pula, proses menilai manusia adalah urusan Allah swt.).

#Pak Husnan
Pernahkah kita memperhatikan sebuah bangunan bernama ‘rumah’? Salah satu keunikan yang terdapat disebuah rumah adalah ‘makhluk hidup’ yang mengisinya akan mempengaruhi kondisi rumah tersebut. Rumah yang selalu disinggahi, ditempati/menjadi tempat tinggal dan dilakukan aktifitas kehidupan didalamnya akan lebih awet sekalipun tidak dirawat dengan baik, dibandingkan dengan rumah tanpa penghuni (kosong), akan lebih cepat rusak bahkan memungkinkan untuk roboh sebelum waktunya.
“Bahagia” adalah energi yang membentuk jiwa dan raga. Ibarat rumah adalah sebuah raga yang terlihat dari luar, jiwa adalah bagian dalam rumah yang ‘mengisi’ kekosongan rumah seperti furniture, benda-benda, alat dapur, perkakas, dll. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Kurang lengkap rasanya jika ada rumah yang tidak memenuhi salah satu kriteria tersebut.
Peristiwa hidup kita setiap hari kita hadapi, termasuk salah satu kegiatan mabit ini. Kita harus sadar bahwa ‘memberi’ adalah tingkatan yang paling tinggi dari semua aktifitas yang lain. Ingat, sebelum seseorang memberi pastinya seseorang tersebut harus ‘menerima’ sesuatu yang lain, inilah prinsipnya. Hal pertama yang harus kita lakukan untuk menjalani kehidupan ini adalah membuka diri untuk menerima.
Banyak sekali pilihan dihadapan kita termasuk pilihan SDM untuk mengikuti acara mabit SDM ini. Secara tidak langsung jiwa kita harus menerima terlebih dahulu agar hasil yang didapat adalah maksimal. Setelah menerima, sesuatu tersebut harus diproses dengan energi positif (seperti berbaik sangka, berbuat baik, ramah, dll.). Yakinlah kalau kita akan mendapatkan hasil yang terbaik, memberikan hal-hal yang terbaik.
Jika hasil usaha kita (respon) diibaratkan sebuah makanan yang lezat, kita harus paham bahwa makanan itu semua berawal dari bahan mentah yang diterima (prinsip menerima) oleh dapur. Setelah diolah oleh koki, bahan-bahan mentah tersebut dihidangkan (prinsip memberi) kepada orang lain. Begitulah hidup, sederhananya kita harus menerima terlebih dahulu barulah kita dapat memberi. Bukankah Allah swt. menciptakan sepasang telinga (jumlah yang lebih banyak) untuk mendengar (menerima informasi) ketimbang sebuah mulut yang hanya ada satu untuk berbicara (memberitahukan sesuatu).
Semoga acara ini terus didukung oleh semua pihak dan istiqomah diselenggarakan kembali oleh Sekolah Alam Bogor.

Semoga bermanfaat
Bogor, 31 Januari 2014

Muhammad Dhinar Zulfiqar
MABOK=MAbit BOKe (“Boke” terinspirasi dari grup Rugby asal Afrika Selatan yang memenangkan kejuaraan internasional ditahun pertama Nelson Mandela menjabat sebagai presiden setelah keluar dari penjara, film Invictus-nobar mabit)
Bukan boke karena tanggal 31, hehee



Tidak ada komentar:

Posting Komentar