#Pak Agus Gusnul Yakin
Setiap orang mempunyai karakter/ciri
khas dan masing-masing karakter tersebut mempunyai prinsip (pedoman) tersendiri,
tidak bisa kita memaksakan kehendak kita terhadap orang lain, sekalipun itu adalah
orang yang paling dekat dengan kita. Contoh sederhana, coba tanyakan kepada
orang lain tentang sebuah “angka favorit” yang paling disukainya. Jawabannya
pasti beragam, entah itu dikarenakan tanggal lahirnya, kecocokkan terhadap
angka tersebut, kenangan-kenangan tertentu, maupun pengalaman lain yang
berhubungan dengan jawaban setiap orang. Dalam hal ini, Pak Agus, salah satu
perintis & pendiri Sekolah Alam Bogor (SAB), yang menjadi pengisi materi
Mabit SDM (sebelum mis-bar) memilih angka 3 (tiga) sebagai jawabannya. Mengapa?
Check it out!
***
Angka 3 dan
pengalamannya…
Angka 3 (menurutnya) adalah merupakan
angka ideal berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Pak Agus. Pada faktanya,
angka 3 merupakan angka terakhir yang paling diingat orang Papua ketika sedang berhitung.
Mereka hanya mampu menyebutkan angka “1,” “2,” “3” dan “banyak,” setiapkali
berhitung dengan menggunakan angka. Hal ini sangat berpengaruh kepada proses
jual-beli yang terjadi di Timur sana yaitu “berbelanja satu-satu,” (mengambil
barang satu per satu) dan sudah menjadi tradisi disana. Kesimpulan ini
menandakan bahwa angka 3 (yang dipilih Pak Agus) memiliki keunikan tersendiri.
Salah seorang penulis (saya lupa
mengingat namanya) selalu menggunakan (tidak lebih dari) 3 kata pada setiap
nama judul karyanya. Hal ini digunakan bertujuan agar karya yang sudah
dipublikasikannya mudah diingat oleh banyak orang, ketimbang judul buku yang panjang
(terdapat lebih dari 3 kata).
Univ. Harvard menggunakan 3 prinsip
dalam hal apapun (yang sampai saat ini dikenal banyak orang), yaitu: why, what
dan how. Terlalu banyak opsi jika
sebuah persoalan dibahas dengan menggunakan 5 W + 1 H karena istilah where dan when bisa dimasukkan kedalam how.
The law of three ini juga (secara
kebetulan) digunakan para penggagas sekolah alam.
“Mengapa harus ada sekolah alam?”
“Apa yang harus dilakukan oleh sekolah alam? Apa yang terjadi jika impian
membangun sekolah ini tidak selesai?” “Bagaimana cara membuat sekolah alam? Apa
saja langkah-langkahnya?”
Setelah SAB dibentuk, the law of three tersebut digunakan
untuk membuat dasar-dasar SAB yang disebut ‘3 pilar’, yaitu: taqwa, ilmu dan kepemimpinan. Disamping itu, (baru-baru ini) Bang Lendo (penggagas
sekolah alam) menambahkan ‘pilar bisnis’ untuk sekolah alam, yang menurut Pak
Agus, dunia ‘bisnis’ sudah masuk ke dalam pilar kepemimpinan.
Sekarang kita lihat pendidikan di
Indonesia, mulai dari SD yang lamanya 6 tahun, merupakan tahapan yang memuat
2x3 (3 periode yang dilakukan 2 kali) yaitu kelas bawah (kelas 1-3) dan kelas
atas (kelas 4-6). Berturut-turut kelipatan 3 ini terjadi pada masa SMP dan SMA.
Kita semua pasti pernah mengalami hal tersebut, kan? (kecuali ‘akselerasi’ ya…)
Selanjutnya Pak Agus menceritakan
pengalamannya seputar kesekolahalaman yang merupakan a part of life bagi Pak Agus, diantaranya mendirikan sekaligus
merintis SAB (yang awalnya TK Lembah Parigi) dan Preschool Exploreee dengan
rekan-rekan seperjuangannya.
***
Setiap manusia pasti mempunyai
periode tertentu untuk dapat berubah, masalahnnya apakah kita siap memanfaatkan
kesempatan yang sudah ada didepan mata? Sebenarnya
Allah swt. sudah menyiapkan 'trampolin' Nya untuk kita semua agar kita bisa
melompat lebih tinggi dalam kehidupan ini, hanya saja tergantung bagaimana kita
mempersiapkan diri kita agar trampolin kehidupan itu dapat kita gunakan sebaik
mungkin.
Kita semua mengetahui bahwa kehidupan
ini berjalan secara kontinyu, semua mendapatkan waktu yang sama yaitu 24 jam.
Rahasianya adalah beberapa orang tertentu menggunakan “percepatan tertentu”
untuk melesat lebih jauh dari yang lain, misal dengan usaha sedikit tidur, waktu
belajar lebih lama, banyak berkumpul, berjuang, berlatih, dan lain-lain. Satu
hal yang membedakan semuanya adalah istiqomahnya.
Terdapat 7 Miliar manusia diseluruh
penjuru dunia ini dan kita akan sulit dikenal orang jika tidak memiliki “keunikan.”
Percayalah kalau kita melakukan sesuatu yang berbeda, pasti banyak orang yang
(pada awalnya) ‘mencemooh’ namun hal baiknya adalah jika sesuatu hal (positif
pastinya) tersebut terbukti keberhasilannya, akan ada banyak orang yang
mengikuti jejak langkah kita. Namun ingat, tidak hanya berbeda untuk menjadi
sukses berikan manfaat untuk orang lain semaksimal mungkin.
Sekolah alam yang pada tahun 1997an
(era reformasi dan krisis moneter) mengalami banyak hambatan dan kendala. Dengan
selimut kesabaran, (hingga saat ini) sekolah alam justru menjadi rolleplay model yang diikuti oleh banyak
sekolah-sekolah lain dengan konsep alam, termasuk tahun 2013 kurikulum
pendidikan direvisi dan (ternyata) sesuai dengan konsep yang selalu digunakan
sekolah alam.
Belajar dari orang lain, Sekolah Alam
Purwakarta hanya memiliki 2 murid dan 4 guru. Sebuah keadaan yang luar biasa
(terutama dalam pengelolaan menejemen SDM) ketika mereka mampu memfasilitasi
seluruh SDM SA. Purwakarta termasuk kepada acara-acara kesekolahalaman yang
diadakan diberbagai tempat (acara di Bintaro bulan lalu salah satunya).
Langkah selanjutnya adalah berusaha memantaskan
diri agar Allah swt. menitipkan murid kepada kita. Keyakinan harus didasarkan
pada apa yang Allah swt. suka (bukan karena nafsu belaka), lakukan apapun
kesulitannya dan jalani dengan baik. Ingatlah selalu pertanyaan Allah swt. kelak
kepada seluruh manusia tentang sebuah kunci surga yang kita miliki, “Hai
manusia, apa yang fulan lakukan sehingga fulan layak masuk kedalam surgaKu?”
Jalan surga itu banyak, tidak hanya
satu sisi tertentu Allah swt. menilai kita. Bisa jadi kita masuk surga karena
ibadah pekerjaan kita sehari-hari, yang terpenting adalah menggapai Ridho Allah
swt.
Sebuah buku yang direkomendasikan
oleh Pak Agus, buku karangan ‘Mas Arif Budiman: Spiritual Creativepreneur.’
Isinya yang menginspirasi, yaitu:
·
Membumikan
logika langit (ikhtiar manusia dalam bentuk amal/karya yang bermanfaat untuk
orang lain. Bukankah tujuan hakiki manusia yaitu menjadi khalifah, seseorang
yang memberikan kebermanfaatan, lakukan dengan baik usaha kita), dan
·
Melangitkan
ikhtiar bumi (niatkan usaha kita hanya untuk Allah swt., meskipun kita
sebenarnya ragu/tidak tahu kebenaran terhadap apa yang sudah kita kerjakan,
yakinlah kalau perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan pula, proses menilai
manusia adalah urusan Allah swt.).
#Pak Husnan
Pernahkah kita memperhatikan sebuah
bangunan bernama ‘rumah’? Salah satu keunikan yang terdapat disebuah rumah
adalah ‘makhluk hidup’ yang mengisinya akan mempengaruhi kondisi rumah tersebut.
Rumah yang selalu disinggahi, ditempati/menjadi tempat tinggal dan dilakukan
aktifitas kehidupan didalamnya akan lebih awet sekalipun tidak dirawat dengan
baik, dibandingkan dengan rumah tanpa penghuni (kosong), akan lebih cepat rusak
bahkan memungkinkan untuk roboh sebelum waktunya.
“Bahagia” adalah energi yang membentuk
jiwa dan raga. Ibarat rumah adalah sebuah raga yang terlihat dari luar, jiwa
adalah bagian dalam rumah yang ‘mengisi’ kekosongan rumah seperti furniture,
benda-benda, alat dapur, perkakas, dll. Keduanya saling membutuhkan satu sama
lain. Kurang lengkap rasanya jika ada rumah yang tidak memenuhi salah satu kriteria
tersebut.
Peristiwa hidup kita setiap hari kita
hadapi, termasuk salah satu kegiatan mabit ini. Kita harus sadar bahwa ‘memberi’
adalah tingkatan yang paling tinggi dari semua aktifitas yang lain. Ingat, sebelum
seseorang memberi pastinya seseorang tersebut harus ‘menerima’ sesuatu yang
lain, inilah prinsipnya. Hal pertama yang harus kita lakukan untuk menjalani
kehidupan ini adalah membuka diri untuk
menerima.
Banyak sekali pilihan dihadapan kita
termasuk pilihan SDM untuk mengikuti acara mabit SDM ini. Secara tidak langsung
jiwa kita harus menerima terlebih dahulu agar hasil yang didapat adalah
maksimal. Setelah menerima, sesuatu tersebut harus diproses dengan energi
positif (seperti berbaik sangka, berbuat baik, ramah, dll.). Yakinlah kalau
kita akan mendapatkan hasil yang terbaik, memberikan hal-hal yang terbaik.
Jika hasil usaha kita (respon) diibaratkan
sebuah makanan yang lezat, kita harus paham bahwa makanan itu semua berawal
dari bahan mentah yang diterima (prinsip menerima) oleh dapur. Setelah diolah
oleh koki, bahan-bahan mentah tersebut dihidangkan (prinsip memberi) kepada
orang lain. Begitulah hidup, sederhananya kita harus menerima terlebih dahulu
barulah kita dapat memberi. Bukankah Allah swt. menciptakan sepasang telinga
(jumlah yang lebih banyak) untuk mendengar (menerima informasi) ketimbang
sebuah mulut yang hanya ada satu untuk berbicara (memberitahukan sesuatu).
Semoga acara ini terus didukung oleh semua pihak dan
istiqomah diselenggarakan kembali oleh Sekolah Alam Bogor.
Semoga bermanfaat
Bogor, 31 Januari 2014
Muhammad Dhinar Zulfiqar
MABOK=MAbit BOKe (“Boke” terinspirasi dari grup Rugby asal Afrika Selatan yang memenangkan kejuaraan internasional ditahun pertama Nelson Mandela menjabat sebagai presiden setelah keluar dari penjara, film Invictus-nobar mabit)
MABOK=MAbit BOKe (“Boke” terinspirasi dari grup Rugby asal Afrika Selatan yang memenangkan kejuaraan internasional ditahun pertama Nelson Mandela menjabat sebagai presiden setelah keluar dari penjara, film Invictus-nobar mabit)
Bukan boke karena tanggal 31, hehee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar