Kamis, 05 Maret 2015

Kultum SM minggu ke 8 2015

Kultum SM 2015 minggu ke-8

“Malu itu sebagian dari iman”
Senin, 2 Maret 2015
Oleh: Dzikry-SM 2 & Pak Natiq

Malu itu sebagian dari iman. Tipe orang didunia ini tidak sama, berbeda-beda antar yang satu dengan yang lain. Kalau ada seseorang yang lebih banyak diam dan malu-malu itu masih diperbolehkan, justru sangat dianjurkan untuk beberapa kondisi. Misal ketika sehabis shalat fardhu, diam lebih baik ketimbang ngobrol, menundukkan kepala karena malu terhadap Allah swt. dan kondisi lainnya.
Namun akan berbeda konteksnya jika kita tersesat dalam sebuah daerah asing dan malu bertanya kepada orang lain. Hal ini malah akan mempersulit kondisi kita. Oleh karena itu muncul sebuah pribahasa, “malu bertanya sesat dijalan.”
“Malu itu boleh, yang tidak boleh itu malu-maluin”

“Coba ubah sudut pandangnya…!”
Selasa, 3 Maret 2015
Oleh: Raka 2 – SM 3 & Pak Kabul

Seorang ayah terbaring lemah di atas tempat tidur. Matanya tak kuat lagi untuk membuka, namun ia berusaha sekuat tenaga mengangkat kelopaknya bagaikan mengangkat dua buah pintu dari baja. Ia tatap sendu pada kedua anaknya yang duduk di kanan dan kirinya, dan istrinya yang terisak-isak di kakinya. Dengan terbata-bata ia berucap, “Anak-anakku, ayah rasa sebentar lagi ajal akan menjemput. Ayah hanya ingin berpesan dua hal pada kalian..”
Kedua anaknya mendekatkan telinga ke bibir ayahnya. Lalu sang kakak berkata, “Ayah tersayang, apakah yang hendak ayah pesankan kepada kami?”
Sang ayah menjawab lirih, “Ayah berharap kalian tidak menagih hutang kepada orang lain, apapun keadaannya, dan tubuh kalian mulai hari ini tidak boleh terkena matahari secara langsung..”
Kedua anaknya saling berpandangan, tatapan mereka menyimpan seribu tanda tanya, tidak memahami maksud perkataan ayahnya. Namun, belum sempat anak-anaknya bertanya, sang ayah menghela nafas panjang seraya mengucap kalimat tasyahhud, lalu diam tak bergerak. Pecahlah tangis dari istri dan kedua anaknya. Mereka diliputi kesedihan yang mendalam.
Peristiwa itu terjadi sudah 5 tahun yang lalu. Hingga pada satu ketika sang ibu berkunjung ke rumah anaknya yang bungsu. Ia melihat anaknya hidup dalam kondisi serba kekurangan. Rumah yang ditempati dalam kondisi sangat memprihatinkan. Istri dan anak-anaknya kerap sakit-sakitan. Namun, sang suami tak mampu berbuat banyak.
Melihat kondisi demikian, sang ibu dengan sedih bertanya pada anaknya. “Putraku, mengapa kondisimu dan keluarga demikian sulit?” anak bungsu itu menjawab, “Ibunda, kondisi kami seperti ini karena saya menjalankan amanat dari ayah, saya tidak pernah menagih hutang kepada orang-orang yang berhutang pada saya meskipun jumlahnya sangat banyak. Karena ayah juga berpesan agar saya tidak terkena sinar matahari secara langsung, maka saya selalu carter taksi jika hendak keluar rumah, terutama untuk kebutuhan saya ke pabrik. Ibu sendiri tahu, saya hanya memiliki motor butut itu, dan tidak mungkin saya mengendarainya karena bisa menyalahi pesan dari ayah”.
Sang ibu mengangguk lemah, seraya menasehati anak bungsunya untuk tetap bersabar. “Semoga Allah memberikan kehidupan yang lebih baik kepada kalian” ujarnya.
Pada kesempatan lain, Sang ibu berkunjung ke rumah anak sulungnya. Ia terkagum-kagum melihat rumah yang dimiliki anaknya cukup besar, terlihat bahwa anak sulungnya hidup dalam kecukupan. Istri dan anak-anaknya sehat dan ceria, kebahagiaan tergambar jelas dalam raut muka mereka.
Sang ibu bertanya, “Putra sulungku, bagaimana caranya engkau bisa mendapatkan kehidupan yang baik ini?” Sang anak menjawab, “Ini semua karena berkat saya mematuhi pesan dari ayah, ibunda”. Ibunya menatap dalam-dalam, seakan tak percaya dengan ucapan anaknya. “Adikmu juga mematuhi pesan ayah, namun mengapa kondisi kalian jauh berbeda?” tanyanya menyelidik.
Sang anak menjawab, “Begini ibunda, ayah berpesan agar aku tidak pernah menagih hutang kepada orang lain, karena itu aku tidak pernah memberikan hutang kepada siapapun. Jika kami sedang ada rejeki, kami sedekahkan harta itu kepada orang yang membutuhkan, dan kami sama sekali tidak menganggapnya sebagai hutang. Lalu ayah juga berpesan agar aku tidak terkena sinar matahari secara langsung. Karena saya hanya memiliki motor itu, maka saya pergi ke tempat bekerja pada waktu subuh sebelum matahari bersinar, dan saya pulang ke rumah pada malam hari, saat matahari sudah tenggelam. Dengan demikian, saya tidak menyalahi pesan ayah”.
Sang ibu tersenyum, seraya mendoakan agar anaknya diberikan keberkahan yang lebih besar dari Allah swt.
Demikianlah, satu pesan dapat ditafsirkan berbeda oleh dua pribadi, tergantung pada persepsi masing-masing dalam memahami pesan tersebut. Karena itu, kita harus berhati-hati dalam mengambil sikap dari persepsi yang kita miliki, karena persepsi menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan. Sebaliknya, persepsi yang keliru justru dapat menuai kehancuran bagi kehidupan kita selanjutnya.
***
Seperti pak Kabul, awalnya beliau merasa namanya aneh sehingga pak Kabul tidak jarang mengucilkan dirinya dan mengasumsikan bahwa dirinya adalah orang yang aneh karena namanya tersebut, bahkan terbesit hendak mengganti namanya. Akan tetapi setelah beliau mengganti persepsi/sudut pandang terhadap namanya, beliau menjadi sangat bersemangat. Mengapa? Karena keunikan namanya, beliau cepat dikenal oleh masyarakat luas, termasuk sekolah-sekolah tempat beliau menimba ilmu. Alhamdulillah masih dikenal dan diingat oleh guru-gurunya hanya karena nama “Kabul.” Mungkin akan berbeda hasilnya kalau beliau diberi nama, “Asep.” (ada jutaan orang bernama Asep). :D

“Ikhlas…!”
Rabu, 4 Maret 2015
Oleh: Dinda – SM 1 & Pak Dhinar

Ikhlas adalah salah satu hal yang bisa menyebabkan suatu amalan ibadah kita diterima Allah Ta'ala. Yang dimaksud dengan pengertian ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan mengharap pahala dari Nya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap balasan dari Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Demikian adalah pengertian Ikhlas dalam Islam.

          Imam Ibnul Qayyim menjelaskan
 arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan."

          Berhati-hatilah bila dalam beramal dalam hati kita menginginkan sesuatu dari tujuan-tujuan duniawi. Karena hal tersebut bisa menjadi pertanda kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam QS Al-Furqan: 23 yang artinya: "Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan"

          Ikhlas
 memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Demikian pula seperti yang tercantum dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya" (HR. Muslim).
***
Suatu hari ada seorang pemuda yang selalu mengeluh terhadap seluruh aktifitasnya. Meskipun sudah berusaha untuk bekerja dan belajar (menuntut ilmu), ia tidak pernah mendapatkan kebahagiaan dari segala perbuatannya itu. Hingga akhirnya dia mendatangi gurunya untuk mendapatkan pencerahan.
Gurunya memandang pemuda tersebut dalam sebuah kesibukan tiada akhir, hingga akhirnya sang guru berpesan kepada pemuda, “selama ini kamu membawa beban dengan tas tanggung jawab, coba ubah tas mu menjadi tas keikhlasan.” Setelah pemuda tersebut mengikhlaskan segala yang ia miliki, akhirnya ia menjadi seorang imam yang besar dimasanya.
Dalam buku quantum ikhlas, sesuatu yang abstrak memiliki efek yang lebih panjang, begitupun dengan sifat ikhlas yang abstrak. Contohnya saja orang yang terkena pisau, suatu saat akan sembuh kembali. Sedangkan orang yang dihina, tidak akan pernah sembuh. Begitulah sifat ikhlas yang abstrak namuin efeknya bertahan lama. Semoga kita senantiasa bersikap ikhlas dalam kehidupan ini. Amin

“ada SENANG ada SUSAH”
Kamis, 5 Maret 2015
Oleh: Nifi – SM 2 & Bu Furi

Dalam kehidupan itu ada senang ada susah, ada hitam ada putih, ada tinggi ada rendah, dan lainnya. Selalu berkebalikan. Hal ini bertujuan agar dunia berada dalam keseimbangan. Hal ini juga diterangkan dalam surat Al-Insyiroh ayat 5 dan 6 yang artinya, “sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.”
Ibarat SM 3 yang sekarang sedang sibuk digencar dengan beragam TUC, pasti “menyenangkan” bukan? Dan akan “lebih menyenangkan” lagi kalau nanti teman-teman selesai menghadapi Ujian Nasional. Begitula siklus kehidupan.

Semoga bermanfaat





Tidak ada komentar:

Posting Komentar