Kultum SM 2015 minggu ke-8
“Malu itu sebagian dari
iman”
Senin, 2 Maret 2015
Oleh:
Dzikry-SM 2 & Pak Natiq
Malu itu sebagian dari iman. Tipe orang
didunia ini tidak sama, berbeda-beda antar yang satu dengan yang lain. Kalau
ada seseorang yang lebih banyak diam dan malu-malu itu masih diperbolehkan,
justru sangat dianjurkan untuk beberapa kondisi. Misal ketika sehabis shalat
fardhu, diam lebih baik ketimbang ngobrol, menundukkan kepala karena malu
terhadap Allah swt. dan kondisi lainnya.
Namun akan berbeda konteksnya jika kita
tersesat dalam sebuah daerah asing dan malu bertanya kepada orang lain. Hal ini
malah akan mempersulit kondisi kita. Oleh karena itu muncul sebuah pribahasa,
“malu bertanya sesat dijalan.”
“Malu itu boleh, yang tidak boleh itu malu-maluin”
“Coba ubah sudut
pandangnya…!”
Selasa, 3 Maret 2015
Oleh:
Raka 2 – SM 3 & Pak Kabul
Seorang
ayah terbaring lemah di atas tempat tidur. Matanya tak kuat lagi untuk membuka,
namun ia berusaha sekuat tenaga mengangkat kelopaknya bagaikan mengangkat dua
buah pintu dari baja. Ia tatap sendu pada kedua anaknya yang duduk di kanan dan
kirinya, dan istrinya yang terisak-isak di kakinya. Dengan terbata-bata ia
berucap, “Anak-anakku, ayah rasa sebentar lagi ajal akan menjemput. Ayah hanya
ingin berpesan dua hal pada kalian..”
Kedua
anaknya mendekatkan telinga ke bibir ayahnya. Lalu sang kakak berkata, “Ayah
tersayang, apakah yang hendak ayah pesankan kepada kami?”
Sang ayah menjawab lirih, “Ayah berharap kalian tidak menagih
hutang kepada orang lain, apapun keadaannya, dan tubuh kalian mulai hari ini
tidak boleh terkena matahari secara langsung..”
Kedua
anaknya saling berpandangan, tatapan mereka menyimpan seribu tanda tanya, tidak
memahami maksud perkataan ayahnya. Namun, belum sempat anak-anaknya bertanya,
sang ayah menghela nafas panjang seraya mengucap kalimat tasyahhud, lalu diam
tak bergerak. Pecahlah tangis dari istri dan kedua anaknya. Mereka diliputi
kesedihan yang mendalam.
Peristiwa
itu terjadi sudah 5 tahun yang lalu. Hingga pada satu ketika sang ibu
berkunjung ke rumah anaknya yang bungsu. Ia melihat anaknya hidup dalam kondisi
serba kekurangan. Rumah yang ditempati dalam kondisi sangat memprihatinkan.
Istri dan anak-anaknya kerap sakit-sakitan. Namun, sang suami tak mampu berbuat
banyak.
Melihat
kondisi demikian, sang ibu dengan sedih bertanya pada anaknya. “Putraku,
mengapa kondisimu dan keluarga demikian sulit?” anak bungsu itu menjawab,
“Ibunda, kondisi kami seperti ini karena saya menjalankan amanat dari ayah,
saya tidak pernah menagih hutang kepada orang-orang yang berhutang pada saya
meskipun jumlahnya sangat banyak. Karena ayah juga berpesan agar saya tidak
terkena sinar matahari secara langsung, maka saya selalu carter taksi jika
hendak keluar rumah, terutama untuk kebutuhan saya ke pabrik. Ibu sendiri tahu,
saya hanya memiliki motor butut itu, dan tidak mungkin saya mengendarainya
karena bisa menyalahi pesan dari ayah”.
Sang
ibu mengangguk lemah, seraya menasehati anak bungsunya untuk tetap bersabar.
“Semoga Allah memberikan kehidupan yang lebih baik kepada kalian” ujarnya.
Pada
kesempatan lain, Sang ibu berkunjung ke rumah anak sulungnya. Ia terkagum-kagum
melihat rumah yang dimiliki anaknya cukup besar, terlihat bahwa anak sulungnya
hidup dalam kecukupan. Istri dan anak-anaknya sehat dan ceria, kebahagiaan
tergambar jelas dalam raut muka mereka.
Sang
ibu bertanya, “Putra sulungku, bagaimana caranya engkau bisa mendapatkan
kehidupan yang baik ini?” Sang anak menjawab, “Ini semua karena berkat saya
mematuhi pesan dari ayah, ibunda”. Ibunya menatap dalam-dalam, seakan tak
percaya dengan ucapan anaknya. “Adikmu juga mematuhi pesan ayah, namun mengapa
kondisi kalian jauh berbeda?” tanyanya menyelidik.
Sang
anak menjawab, “Begini ibunda, ayah berpesan agar aku tidak pernah menagih
hutang kepada orang lain, karena itu aku tidak pernah memberikan hutang kepada
siapapun. Jika kami sedang ada rejeki, kami sedekahkan harta itu kepada orang
yang membutuhkan, dan kami sama sekali tidak menganggapnya sebagai hutang. Lalu
ayah juga berpesan agar aku tidak terkena sinar matahari secara langsung.
Karena saya hanya memiliki motor itu, maka saya pergi ke tempat bekerja pada
waktu subuh sebelum matahari bersinar, dan saya pulang ke rumah pada malam
hari, saat matahari sudah tenggelam. Dengan demikian, saya tidak menyalahi
pesan ayah”.
Sang
ibu tersenyum, seraya mendoakan agar anaknya diberikan keberkahan yang lebih
besar dari Allah swt.
Demikianlah,
satu pesan dapat ditafsirkan berbeda oleh dua pribadi, tergantung pada persepsi
masing-masing dalam memahami pesan tersebut. Karena itu, kita harus
berhati-hati dalam mengambil sikap dari persepsi yang kita miliki, karena
persepsi menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan. Sebaliknya, persepsi yang
keliru justru dapat menuai kehancuran bagi kehidupan kita selanjutnya.
***
Seperti
pak Kabul, awalnya beliau merasa namanya aneh sehingga pak Kabul tidak jarang
mengucilkan dirinya dan mengasumsikan bahwa dirinya adalah orang yang aneh
karena namanya tersebut, bahkan terbesit hendak mengganti namanya. Akan tetapi
setelah beliau mengganti persepsi/sudut pandang terhadap namanya, beliau
menjadi sangat bersemangat. Mengapa? Karena keunikan namanya, beliau cepat
dikenal oleh masyarakat luas, termasuk sekolah-sekolah tempat beliau menimba
ilmu. Alhamdulillah masih dikenal dan diingat oleh guru-gurunya hanya karena
nama “Kabul.” Mungkin akan berbeda hasilnya kalau beliau diberi nama, “Asep.”
(ada jutaan orang bernama Asep). :D
“Ikhlas…!”
Rabu, 4 Maret 2015
Oleh:
Dinda – SM 1 & Pak Dhinar
Ikhlas adalah salah satu hal yang bisa menyebabkan suatu
amalan ibadah kita diterima Allah Ta'ala. Yang dimaksud dengan pengertian
ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan
mengharap pahala dari Nya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap
balasan dari Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Demikian
adalah pengertian Ikhlas dalam Islam.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan."
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan."
Berhati-hatilah
bila dalam beramal dalam hati kita menginginkan sesuatu dari tujuan-tujuan
duniawi. Karena hal tersebut bisa menjadi pertanda kebinasaan karena Allah
tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang
berterbangan sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam QS Al-Furqan: 23
yang artinya: "Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu
kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan"
Ikhlas memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Demikian pula seperti yang tercantum dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya" (HR. Muslim).
Ikhlas memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Demikian pula seperti yang tercantum dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya" (HR. Muslim).
***
Suatu hari ada seorang pemuda yang selalu
mengeluh terhadap seluruh aktifitasnya. Meskipun sudah berusaha untuk bekerja
dan belajar (menuntut ilmu), ia tidak pernah mendapatkan kebahagiaan dari
segala perbuatannya itu. Hingga akhirnya dia mendatangi gurunya untuk
mendapatkan pencerahan.
Gurunya memandang pemuda tersebut dalam sebuah
kesibukan tiada akhir, hingga akhirnya sang guru berpesan kepada pemuda,
“selama ini kamu membawa beban dengan tas tanggung jawab, coba ubah tas mu
menjadi tas keikhlasan.” Setelah pemuda tersebut mengikhlaskan segala yang ia
miliki, akhirnya ia menjadi seorang imam yang besar dimasanya.
Dalam buku quantum ikhlas, sesuatu yang abstrak
memiliki efek yang lebih panjang, begitupun dengan sifat ikhlas yang abstrak.
Contohnya saja orang yang terkena pisau, suatu saat akan sembuh kembali.
Sedangkan orang yang dihina, tidak akan pernah sembuh. Begitulah sifat ikhlas
yang abstrak namuin efeknya bertahan lama. Semoga kita senantiasa bersikap
ikhlas dalam kehidupan ini. Amin
“ada SENANG ada SUSAH”
Kamis, 5 Maret 2015
Oleh:
Nifi – SM 2 & Bu Furi
Dalam kehidupan itu ada senang ada susah, ada
hitam ada putih, ada tinggi ada rendah, dan lainnya. Selalu berkebalikan. Hal
ini bertujuan agar dunia berada dalam keseimbangan. Hal ini juga diterangkan
dalam surat Al-Insyiroh ayat 5 dan 6 yang artinya, “sesungguhnya setelah
kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan.”
Ibarat SM 3 yang sekarang sedang sibuk
digencar dengan beragam TUC, pasti “menyenangkan” bukan? Dan akan “lebih
menyenangkan” lagi kalau nanti teman-teman selesai menghadapi Ujian Nasional.
Begitula siklus kehidupan.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar