Cerpen: Antara kaget, sadar dan shaum
Malam itu, aku dengan motor revo-ku menuju parkiran sebuah
taman. Tidak ada satu orang pun disana, hanya ada aku dan puluhan motor yang
berbaris rapi. Ku lihat orang-orang sibuk bercengkrama di sekitar taman,
sebagian menghabiskan waktunya di restoran dan rumah makan. Sambil menyantap
hidangan, di malam sabtu yang begitu hangat.
Aku datang sendiri tanpa ditemani seorang teman pun
disampingku. Dibawah kuningnya lampu jalanan disertai suara gaduh dari jalan raya
dan taman, aku melihat suatu hal yang aneh. Semak-semak yang dipenuhi pohon
perdu setinggi 1 meter tiba-tiba bergerak kencang dengan sendirinya, seolah ada
sesuatu yang bergerak disana. Apakah itu hewan, apakah itu mainan, atau
semacamnya, aku tidak tahu.
Untuk menepis rasa penasaran, aku perlahan mulai mendekati
sumber keanehan yang jaraknya hanya 10 langkah dari tempatku berdiri. Tak kusangka,
tiba-tiba sesuatu keluar dari semak itu. Seekor ular besar sedang berkelahi
dengan seekor buaya. Entah dari mana datangnya.
Panjang ular itu kurang lebih 1,5 meter dan besarnya seperti
betis kaki orang dewasa. Terlihat sedang melilit seekor anak buaya yang
ukurannya lebih besar dari ular itu. Tanpa pikir panjang, aku segera mengambil
langkah seribu untuk memberitahukan perisitwa itu kepada orang-orang, demi
keselamatan mereka. Aku takut ada sarang hewan buas yang setiap malam
menampakkan wujudnya. Aku tidak mau ada korban dari peristiwa ini, meskipun
sebenarnya aku sendiri merasa ketakutan.
Baru saja aku berbalik arah, aku terpleset dan jatuh duduk
menghadap 2 hewan buas itu. Entah apa yang terjadi, suaraku tidak keluar sama
sekali, mungkin karena aku sangat-sangat ketakutan. Tidak karuan.
Setelah ular itu melepas lilitannya, ular itu bergerak menjauh
dan pergi menuju jalan raya. Tinggal aku dan seekor buaya itu. Tidak habis
pikir aku melihat seekor buaya di taman kota yang rindang. Mungkin ada seseorang
yang membawa buaya dengan kandang ke taman lalu kuncinya terlepas dan hewan itu
bersembunyi disemak belukar. Aku semakin panik.
Lepas dari lilitan ular, buaya itu menghela nafas panjang dan
perlahan menghampiriku yang tengah duduk karena terpleset. Aku semakin
ketakutan. Saat itu, tidak ada hal yang aku perbuat kecuali menendang buaya itu
sebagai bentuk proteksi diri.
Perlahan orang-orang mulai menghampiri area parkir untuk
menolongku. Dari sekian banyak teriakan, hanya namaku yang aku dengar,
“Nar! Nar! Kenapa?! Bangun… Bangun…!” Mungkin aku sudah
pingsan.
Aku terbangun dari mimpi buruk yang tidak aku ketahui
sebabnya itu. Ibu membangunkanku karena aku mengigau, berisik dan terlihat
sedang menendang-nendang bantal dikamar. Khawatir terjadi sesuatu, aku
dibangunkan.
“Astagfirullah… Astagfirullah… Astagfirullah…” Aku menghela
nafas, entah mengapa aku begitu lelah saat terbangun.
Ibu memberiku segelas air putih untuk diminum dan
mempertanyakan mimpi yang aku lalui beberapa saat lalu. Aku menceritakan
semuanya. Mungkin karena aku lupa berdo’a sebelum tidur, sehingga aku
mendapatkan mimpi buruk. Wallahualam.
Saat ku toleh jam dinding kamar, aku melihat waktu menunjukan
pukul 02.30. Ibu sudah bangun karena sedang menghangatkan ayam goreng untuk
sahur. Aku ingat bahwa hari ini adalah tanggal 8 Dzulhijjah yang sebelumnya aku
berniat untuk menunaikan puasa sunnah Tarwiyah.
Alhamdulillah aku sempat menikmati santap sahur, berdua
bersama ibu dirumah, karena kakak sedang kerja shift malam dikantornya.
Aku sendiri tidak tahu mimpi itu berada dimana, bersama siapa
dan kapan terjadinya, ya semoga saja tidak pernah terjadi dalam kehidupan nyata,
hanya sebatas mimpi. Aku berharap, kedepannya aku tidak lagi lupa untuk berdoa
sebelum tidur.
Selamat menunaikan ibadah puasa Tarwiyah bagi yang
menjalankannya…
Sabtu, 10 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar