Sabtu, 10 September 2016

Cerpen 19: Antara kaget, sadar dan shaum

Cerpen: Antara kaget, sadar dan shaum

Malam itu, aku dengan motor revo-ku menuju parkiran sebuah taman. Tidak ada satu orang pun disana, hanya ada aku dan puluhan motor yang berbaris rapi. Ku lihat orang-orang sibuk bercengkrama di sekitar taman, sebagian menghabiskan waktunya di restoran dan rumah makan. Sambil menyantap hidangan, di malam sabtu yang begitu hangat.

Aku datang sendiri tanpa ditemani seorang teman pun disampingku. Dibawah kuningnya lampu jalanan disertai suara gaduh dari jalan raya dan taman, aku melihat suatu hal yang aneh. Semak-semak yang dipenuhi pohon perdu setinggi 1 meter tiba-tiba bergerak kencang dengan sendirinya, seolah ada sesuatu yang bergerak disana. Apakah itu hewan, apakah itu mainan, atau semacamnya, aku tidak tahu.

Untuk menepis rasa penasaran, aku perlahan mulai mendekati sumber keanehan yang jaraknya hanya 10 langkah dari tempatku berdiri. Tak kusangka, tiba-tiba sesuatu keluar dari semak itu. Seekor ular besar sedang berkelahi dengan seekor buaya. Entah dari mana datangnya.

Panjang ular itu kurang lebih 1,5 meter dan besarnya seperti betis kaki orang dewasa. Terlihat sedang melilit seekor anak buaya yang ukurannya lebih besar dari ular itu. Tanpa pikir panjang, aku segera mengambil langkah seribu untuk memberitahukan perisitwa itu kepada orang-orang, demi keselamatan mereka. Aku takut ada sarang hewan buas yang setiap malam menampakkan wujudnya. Aku tidak mau ada korban dari peristiwa ini, meskipun sebenarnya aku sendiri merasa ketakutan.

Baru saja aku berbalik arah, aku terpleset dan jatuh duduk menghadap 2 hewan buas itu. Entah apa yang terjadi, suaraku tidak keluar sama sekali, mungkin karena aku sangat-sangat ketakutan. Tidak karuan.

Setelah ular itu melepas lilitannya, ular itu bergerak menjauh dan pergi menuju jalan raya. Tinggal aku dan seekor buaya itu. Tidak habis pikir aku melihat seekor buaya di taman kota yang rindang. Mungkin ada seseorang yang membawa buaya dengan kandang ke taman lalu kuncinya terlepas dan hewan itu bersembunyi disemak belukar. Aku semakin panik.

Lepas dari lilitan ular, buaya itu menghela nafas panjang dan perlahan menghampiriku yang tengah duduk karena terpleset. Aku semakin ketakutan. Saat itu, tidak ada hal yang aku perbuat kecuali menendang buaya itu sebagai bentuk proteksi diri.

Perlahan orang-orang mulai menghampiri area parkir untuk menolongku. Dari sekian banyak teriakan, hanya namaku yang aku dengar,

“Nar! Nar! Kenapa?! Bangun… Bangun…!” Mungkin aku sudah pingsan.

Aku terbangun dari mimpi buruk yang tidak aku ketahui sebabnya itu. Ibu membangunkanku karena aku mengigau, berisik dan terlihat sedang menendang-nendang bantal dikamar. Khawatir terjadi sesuatu, aku dibangunkan.

“Astagfirullah… Astagfirullah… Astagfirullah…” Aku menghela nafas, entah mengapa aku begitu lelah saat terbangun.

Ibu memberiku segelas air putih untuk diminum dan mempertanyakan mimpi yang aku lalui beberapa saat lalu. Aku menceritakan semuanya. Mungkin karena aku lupa berdo’a sebelum tidur, sehingga aku mendapatkan mimpi buruk. Wallahualam.

Saat ku toleh jam dinding kamar, aku melihat waktu menunjukan pukul 02.30. Ibu sudah bangun karena sedang menghangatkan ayam goreng untuk sahur. Aku ingat bahwa hari ini adalah tanggal 8 Dzulhijjah yang sebelumnya aku berniat untuk menunaikan puasa sunnah Tarwiyah.

Alhamdulillah aku sempat menikmati santap sahur, berdua bersama ibu dirumah, karena kakak sedang kerja shift malam dikantornya.

Aku sendiri tidak tahu mimpi itu berada dimana, bersama siapa dan kapan terjadinya, ya semoga saja tidak pernah terjadi dalam kehidupan nyata, hanya sebatas mimpi. Aku berharap, kedepannya aku tidak lagi lupa untuk berdoa sebelum tidur.

Selamat menunaikan ibadah puasa Tarwiyah bagi yang menjalankannya…

Sabtu, 10 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar