Kamis, 15 September 2016

Komunitas Cakrawala: buku Bersepeda Membelah Pegunungan Andes, Kamis, 15 September 2016

Cakrawala bedah buku
"Bersepeda Membelah Pegunungan Andes - Bambang (Paimo) Hertadi Mas”
Oleh: Iqbal Khoirul Umam
Kamis, 15 September 2016

Pegunungan Andes adalah pegunungan terpanjang didunia sepanjang Bolivia – Argentina – Chili. Adalah hal yang luar biasa bagi seorang pria yang akrab disapa Paimo (usia 46 tahun), gowes, melintasi pegunungan Andes yang jaraknya kurang lebih 6.000 Km.

Tahun 2006, masyarakat belum lumrah menggunakan GPS dan teknologi canggih lainnya, pengetahuan membaca peta sangatlah penting untuk membantu perjalanan. Dengan bekal yang matang, hasil jerih payah latihan selama 8 tahun, membuahkan manfaat yang sangat mengagumkan dan membanggakan.

*Mematangkan Persiapan

1. Latihan fisik dan mental
Paimo, bukan orang biasa yang melakukan perjalanan dengan modal nekat belaka, akan tetapi diiringi dengan latihan keras dan niat yang tulus sepenuh hati. Menyesuaikan kondisi fisik dengan lingkungan (terutama diluar negeri) bukanlah hal yang mudah.
Ditambah perbedaan iklim subtropics yang sedikit oksigen, membuat perjalanan (mengayuh sepeda), menjadi sulit. Baru saja 17 Km, harus dituntun demi menyeimbangkan kondisi tubuh.

2. Perizinan
Setiap tempat pasti memiliki aturan yang dibuat untuk mentertibkan masyarakatnya agar lebih tertib. Pun dengan Paimo, runutan perjalanannya dipenuhi dengan surat izin yang membuat perjalannya lancar.
Salah satunya adalah dukungan sponsor Eiger, yang melengkapi logistik Paimo melakukan perjalanan hingga tuntas. Satu hal yang pasti, restu dan do’a dari keluarga terdekat adalah kunci keberhasilan petualangannya.

3. Mengetahui medan
Dataran Tinggi Andes (Andean Altiplano)/Pegunungan Andes berada di Sirkum Pasifik. Memulai perjalanan, berangkat dari Indonesia ke Buenos Aires menyusuri Amerika Selatan dengan rute zig-zag.
La Paz kota terbesar dan tertinggi didunia dan El Alto (kota yang lebih tinggi dari La Paz) sudah disearching terlebih dahulu. Bayangkan saja, ada kota yang tingginya lebih dari 5.000 mdpl, seperti ada kota di puncak bukit Jaya Wijaya/Rinjani, kondisi cuacanya panas-dingin ekstrim.

Salar de uyuni (Danau Garam) “Seolah yg ada disitu hanya ada Tuhan dan Aku”

Kondisi disana…

1. Musuh terbesar adalah terik matahari (sinarnya panas, meresap ke kulit dan mantul di jalanan), namun itu bukanlah penghalang bagi Paimo untuk terus maju.

2. Ujian dari para pelatih alam, menuntutnya untuk terus belajar. Angin kencang, siang panas, malam dingin. Adapun bebatuan dijadikan pondasi tenda untuk menahan angin.

3. Suasana yang mencekam. Beberapa hari dalam perjalanannya membuat Paimo harus tidur sendirian di tenda. Sekalipun diizinkan mengina oleh penduduk, lebih memilih tidur di tenda karena lebih nyaman.

 4. Jarang berpapasan dengan manusia. Manusia itu ada, akan tetapi jumlahnya sedikit. Selain Paimo, ada juga petualang dari berbagai negara dengan menggunakan media yang variasi. Ada goweser dari Inggris yang senang ekspedisi, ada motorer, dan ada juga mobiler.

5. Air seni bercampur darah. Air adalah barang yang sangat langka dan mahal, bahkan lebih mahal dari minuman bir. Sempat ingin mundur, namun tetap semangat ketika melihat pemandangan luar biasa (gurun kuning yang luas, pernah terkena hujan menjadi padang bunga nan indah).

“Paimo sampai harus minum kopi bolivia pakai air dingin”

6. Memotret harus bayar. Ketika mengambil gambar ilama (dibaca: yama), hewan sejenis domba, ditagih sejumlah uang oleh pemiliknya.

Dengan para penduduk…
1. Beragam bahasa dan sikap penduduk lokal. Sampai dicurigai pemilik toko (disebut ‘gembel’)
2. Diusir penjaga rumah dengan bahasa lokal, dibalas dengan bahasa Jawa (meski tinggal di Bandung, lama di tanah Jawa, asli Malang)
3. Ada yang baik hati mengizinkan untuk menginap dan bentuk kepedulian lainnya. Intinya, siang hari adalah waktu yang tepat untuk berpergian.
4. Air mineral sangat berharga, harga selangit.
5. Bertemu para petualang lain. Anehnya, mereka justru takut negara Indonesia.

“Orang-orang boleh saja mengatakan petualang itu susah dimengerti dan sulit diterima oleh akal sehat, bahkan disebut ‘gila’. Namun jangan salah. Mereka justru penuh perhitungan dan bertindak mewujudkan cita-citanya.
Mengubah kemampuan fisik seoptimal mungkin, penuh totalitas dan melampaui batas, membuat mustahil menjadi hal yang memungkinkan”

Perjalanan lain adalah pendakian Kilimanjaro, Afrika dengan menggunakan sepeda, termasuk Tibet. Paimo menyukai petualangan sejak SMP. Ketika kuliah di ITB, jurusan seni rupa, mulai memberanikan diri menjadi “bikepacker” keluar negeri.

Menurut Pak Iqbal (yang pernah bertemu), beliau orangnya welcome dan supel, ramah terhadap orang-orang yang baru ditemuinya. Ketika dipancing pertanyaan tentang perjalanan, ia akan memberitahukannya panjang lebar dari A sampai Z.

Para petualang itu, tidak tahu kapan dia akan mati, maka ia selalu menciptakan moment terbaik bersama orang lain/very best moment.

Dalam Islam, hal ini dipandang dalam sebuah hadist, “Allah suka mukmin yang kuat dibandingkan yang mukmin yang lemah.” Contoh: Hitler kuat namun tak beriman, Abu Dzar beriman namun kurang begitu kuat, sehingga gagal menjadi sekretaris negara. Intinya KUAT dan BERIMAN.

Berdasarkan cerita, bisa dikatakan Paimo orang yang taat dan senantiasa menjaga dirinya dengan hal yang baik.

“Layaknya novel yang difilmkan, nuansanya akan menjadi hambar. Oleh karena itu, sempatkan diri untuk membacanya. Banyak hikmah dan hal-hal menakjubkan yang terkandung dalam buku ini”


Semoga bermanfaat





Tidak ada komentar:

Posting Komentar