BERITA (Berbagi Ilmu dan Cerita) LSC
Selasa, 13 Mei 2014
Oleh: Bu Yunda Ervida & Pak Hilman Cahyadi
“perlindungan hukum untuk anak berkebutuhan khusus dan disabilitas lainnya”
Advokasi adalah perlindungan/pembelaan
terhadap individu yang diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan
hukum. Tujuan advokasi yaitu untuk membantu mengatakan yang ingin dikatakan
(oleh penggugat), mendapatkan hak-haknya, memperjuangkan kebutuhannya dan mendapatkan
fasilitas yang sama dengan orang lain.
Mengapa advokasi diperlukan? Karena
banyaknya orang-orang yang saat ini diperlakukan secara tidak adil, semena-mena,
dilecehkan dan dianiaya oleh sesamanya.
Mengapa muncul ketidakadilan
terhadap seseorang? Dikarenakan banyak orang yang belum/tidak mengerti akan
hak-haknya, tidak memiliki pengrtian hukum dan kesulitan dalam bersosialisasi
Apa saja yang menjadi sudut
pandang orang tua ABK terhadap advokasi/pembelaan anaknya terhadap hukum?
·
Ternyata banyak orang tua yang menganggap
‘sia-sia’ terhadap perjuangan pembelaan hukum untuk ABK,
·
tidak mau repot mementingkan kebutuhan
anak-anaknya (egois),
·
merasa malu dengan keberadaan ABK,
·
bahkan tidak sedikit orang tua yang tidak
percaya terhadap apa yang dibicarakan oleh individu berkebutuhan khusus jika
terjadi kasus-kasus yang menyangkut dirinya.
LBH (Lembaga Bantuan Hukum) yang
dipelopori oleh bpk Adnan, mengatakan bahwa kebanyakan dewasa autistik masuk
rumah sakit jiwa dengan segala kondisinya. Mereka disamakan dengan orang-orang
yang terganggu mentalnya, padahal seharusnya tidak seperti itu.
Di Amerika, Obama pernah
menyampaikan pidatonya seputar ABK dikhalayak publik bahwa sesungguhnya
anak-anak berkebutuhan khusus di Amerika dapat diandalkan. Mereka memberikan
jaminan terhadap seluruh ABK untuk tetap bisa hidup secara layak dan mendapatkan
pendidikan/pekerjaan yang sama dengan orang-orang normal pada umumnya.
Jenis bullying:
·
Bullying fisik (memukul, mencubit, menyakiti
secara fisik),
·
Bullying verbal (dengan kata-kata yang menghina,
mengejek),
·
Agresion (mengucilkan dari kelompok tertentu dan
membeda-bedakan teman),
·
Cyber bullying (melalui elektronik dan media
lain untuk menjatuhkan anak),
·
Sexual (prostitusi/pelecehan seksual),
·
Peducial (prasangka buruk terhadap suku-bangsa)
Siapa pelaku pelecehan/penganiayaan terhadap ABK?
Ø Keluarga/saudara
sendiri.
Banyak pihak keluarga yang
melakukan pelampiasan kekesalan/rasa malu terhadap ABK. Sudah banyak kasus
seperti ini terjadi namun hanya sedikit pihak hukum yang membantu menyelesaikan
masalah ini sampai selesai.
Ø Tetangga/masyarakat
sekitar.
Pernah terjadi kasus pelecehan
seksual yang dilakukan oleh kakek tetangga ABK dengan iming-iming permen. Orang
tua baru bisa menyadari setelah melihat perbedaan pada posisi jalannya yang
tidak seperti biasanya. Bersyukur kasus ini dapat diselesaikan oleh hukum.
Ø Guru.
Ada seorang (mungkin banyak)
guru yang mencubit bibir ABK sampai berdarah dikarenakan ABK tidak berhenti
mengoceh saat disekolah (bully fisik). Bahkan ada juga kasus seorang terapis
rumah yang memperkosa ABK usia 3 tahun dirumahnya saat tidak ada orang yang
melihat kejadian itu. Tertangkap basah ketika sang ibu pulang dan melihat
kejanggalan ruang terapis yang dipenuhi suara cekikian (biasanya ramai dengan
suara instruksi) hingga akhirnya terapis tersebut diusir dan diproses secara
hukum. Ironinya terapis tersebut masih melanjutkan pekerjaannya menjadi terapis
rumah sampai saat ini.
Ø Penegak
hukum.
Terjadi pelecehan seksual
seorang ABK usia 10 tahun oleh petugas kebun (seorang gay dan pedhofilia)
dengan ancaman terhadap anak tersebut ‘masuk ke kandang hewan buas jika sampai
menyebarkan kasus tersebut.’ Membuat sang anak ketakutan (trauma) sehingga
perilakunya yang berbeda diketahui oleh orang tua. Saat kasus ini dilaporkan,
banyak pihak yang tidak percaya bahkan guru sekolah mentertawakan peristiwa
tersebut sehingga akhirnya petugas kebun tersebut masih bekerja tanpa dikenakan
sanksi/hukuman.
Ø Bidang
pendidikan.
Banyak argument, petisi dan
aturan-aturan terkait kemudahan terhadap pendidikan ABK diseluruh dunia, namun
pada kenyataannya hanya sedikit sekolah yang menerima ABK dengan biaya yang
mahal (kasus seperti ini banyak terjadi di Indonesia). Menandakan bahwa sekolah
inklusi belum berhasil dilaksanakan.
Ø Asuransi.
Tidak ada asuransi di Indonesia
yang menerima ABK dengan alasan bahwa autis & disabilitas merupakan
penyakit/kelainan bawaan dan juga tidak dapat disembuhkan. Dikhawatirkan pihak
asuransi menanggung segala kesehatan yang mungkin membuat mereka bangkrut,
padahal tidak seperti itu kondisinya. Termasuk jaminan kesehatan kantor-kantor
pekerjaan tidak menjamin ABK sebagai list penerima tunjangan dengan alasan yang
sama.
Irwanto: harus dibuatkan retorika, gambaran dan
aksi nyata untuk penanganan ABK dari sudut pandang hukum (4 maret 2014). 4
faktor yang menyebabkan advokasi ABK belum terlaksana:
·
Kurang tenaga terapis di Indonesia
·
Belum adanya penunjuk treatmen umum (hanya ada
Yayasan Autisma Indonesia yang besar dan diakui)
·
Jaminan kesehatan khusus/asuransi belum
ditegaskan (dibuat-diproses dan dilaksanakan)
·
Jaminan keamanan/payung hukum advokasi belum
terlaksana
***
Kesimpulannya:
ü
Kelompok advokasi harus segera dibentuk dan
dikelola dengan baik,
ü
Memenuhi hak-hak anak tanpa diskriminasi,
ü
Mari kita bersama-sama membangun lembaga khusus autistik
yang mencakup segala aspek dan laporkan segala pelanggaran/kasus yang berkaitan
dengan ABK dimanapun dan kapanpun.
ü
Ingatkan juga untuk setiap SD (baik negeri
maupun swasta) wajib menerima minimal 2 ABK karena aturannya sudah jelas, hanya
saja pelaksanaannya masih perlu dikampanyekan dan akan ada sanksi hukum apabila
ada SD yang tidak menerima ABK didalamnya.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar