Senin, 16 Mei 2016

Tentang PPI

PPI
PPI merupakan singkatan/kependekan dari Program Pembelajaran Individual yang dibuat untuk menentukan target anak-anak berkebutuhan khusus dalam sistem pembelajaran.
Tujuan dibentuknya PPI diantaranya untuk menentukan capaian belajar anak (terutama anak berkebutuhan khusus) dalam kurun waktu tertentu (3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dsb).
Proses pembentukan PPI:
1.      Observasi anak secara langsung
Dekati dan kenali anak yang akan kita berikan stimulus (dalam hal ini hubungan guru dengan siswa), baik melalui proses pengamatan maupun wawancara dengan rekan yang pernah bersentuhan langsung dengannya/dengan orang tua siswa. Tujuan pada tahapan ini dimaksudkan untuk melihat respon yang akan diberikan anak kepada gurunya, terutama guru pendamping. Adaptasi yang dilakukan tidak cukup satu hari, membutuhkan waktu untuk bisa dekat dengan anak. Adakalanya anak memberikan cara ‘perkenalan’ dengan cara yang tidak biasa (melempar kotoran, marah-marah, dan lainnya).
2.      Observasi psikolog/terapis yang ahli dibidangnya
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengarahan sekaligus menjadi orang ketiga dalam proses pelaksanaan PPI. Disamping menjadi rujukan, psikolog yang mendeskripsikan kebutuhan anak harus bisa menjadi role model, tempat guru pendamping PPI belajar dan menjadi titik buta untuk memberitahukan letak/posisi pembelajaran yang salah/kurang tepat saat pelaksanaan berlangsung.
3.      Menuliskan perkembangan saat ini
Setiap target pasti ada sesuatu yang melatarbelakangi tujuan tersebut. Tidak berbeda dengan PPI, didalam lampiran depan PPI kita harus menuliskan perkembangan anak saat ini (sebelum dilaksanakannya PPI). Misal, pada saat ini seorang anak berkebutuhan khusus menguasai ‘nama-nama warna’ pada pelajaran bahasa, maka target selanjutnya adalah menambah kapasitas anak dengan menstimulus benda lain yang dekat dengan kehidupan sekitar, seperti ‘nama-nama buah’ atau ‘nama-nama transportasi’ dan sebagainya.
Tidak hanya pada segi bahasa, pada aspek yang lain pun harus diperhatikan, seperti matematika, motorik halus, motorik kasar, kemandirian, toilet training, perilaku/behavior, olahraga/fisioterapi, okupasi, sensori integritas, tata cara berpakaian, tata cara makan, dan sebagainya.
4.      Menuliskan target yang akan dicapai beserta metode, waktu pelaksanaan dan alat yang digunakan
Melanjutkan point 3 diatas, maka pembahasan selanjutnya adalah tentang target. Bagaimana cara kita menstimulus beragam hal dalam waktu yang singkat untuk melihat perkembangan anak? Didalam PPI harus mencakup pertanyaan tersebut. Yang perlu diperhatikan, yaitu:
·         Metode
Setelah kita mengenal anak dengan baik dan menentukan PPI yang tepat untuk anak tersebut, maka eksekusi yang dilakukan harus berjalan dengan baik dan seimbang. Banyak cara/metode yang dapat kita lakukan untuk anak, diantaranya flashcard, identifikasi, menyebutkan, menulis, mematchingkan gambar, menirukan/imitasi, teknik ABA, dan lainnya.
Misal kita ingin meningkatkan pembendaharaan kata ‘nama-nama transportasi’ pada anak, maka kita bisa menggunakan metode flashcard, kartu bergambar dengan tulisan dibawahnya (gambar motor dengan tulisan “motor”).
a.      Siapkan 3 pasang flashcard dengan gambar yang mirip setiap pasangnya (mobil-mobil, motor-motor, kereta-kereta).
b.      Simpan 3 gambar diatas meja dengan posisi sejajar horizontal.
c.       Berikan 3 kartu lainnya kepada anak untuk dimatchingkan
d.      Sebutkan setiap kata dengan singkat dan jelas
e.      Lakukan hal tersebut sampai anak mampu melakukannya dengan konsisten.
Cara diatas adalah salah satu contoh yang dapat dilakukan untuk anak yang belum bisa menulis. Untuk anak yang non-verbal (tidak mengeluarkan suara), maka pemahaman setiap benda harus dibantu dengan model benda yang lebih konkrit (seperti mainan mobil-mobilan, buah-buahan, dan lainnya). Untuk anak yang sudah dapat membaca dan menulis, metode yang diberikan tentu saja berbeda. Lakukan terus sampai benar-benar konsisten, lalu dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.
Adakalanya anak akan tantrum/marah-marah ketika kesal dengan materi yang menurut mereka rumit atau cara penyampaian guru yang kurang tepat. Maka dalam hal ini, seorang guru harus kreatif dan siaga terhadap gerak-gerik dan tingkah anak tersebut.
·         Waktu pelaksanaan
Ada materi yang harus diprioritaskan oleh anak dan ada juga materi yang kiranya belum siap diterima oleh anak/kebutuhannya kurang diprioritaskan. Anak yang motorik halusnya kurang tanggap (misal belum bisa menulis), karena menulis adalah hal yang harus dikuasai anak tersebut, maka jadwal motorik halus harus lebih intensif dibandingkan dengan pelajaran lainnya.
Mata Pelajaran
Waktu
Durasi
Target
Motorik Halus: Memasukan koin kedalam celengan, menekan playdough, menulis
3x seminggu
10.00-10.30
30 Menit
Anak mampu memasukan koin ke dalam celengan dengan tepat dan menulis/tracing garis lurus horizontal
Matematika: matching angka 6-10
2x seminggu
09.00-09.30
Anak mampu memahami konsep angka 6 – 10 dengan lancar

·         Alat yang digunakan
Ada metode, ada juga alat yang diperlukan. Ketika kita mengajarkan motorik halus seperti memasukan koin kedalam lubang celengan, maka alat-alat tersebut harus kita persiapkan kepada anak sebagai media pembelajaran. Contoh lain adalah penggunaan sandbag/kettler saat sedang melakukan fisioterapi. Bola sepak ukuran standar saat sedang stimulasi menendang bola, dan yang lainnya.
Sebelum proses pembelajaran berlangsung, media belajar harus sudah kita siapkan sebelumnya. Ibarat kita hendak perang, maka amunisinya harus disiapkan agar perang terlaksana dengan baik. Anak akan mencari perhatian lain ketika kita lalai/belum siap dengan media belajar yang akan digunakan. Maka kesigapan harus selalu siap ketika sedang mengajar.
Alat pembelajaran tidak selamanya harus kita beli di toko, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat alat peraga dengan barang bekas atau menggambar sekreatif mungkin yang bisa menarik perhatian anak.
·         Keterangan/respon
Pertemuan pertama akan memberikan dampak yang berkesan kepada anak. Sebagai bentuk evaluasi, pembelajaran harus senantiasa kita tuliskan. Mungkin anak Y akan suka dan senang dengan metode-A akan tetapi anak yang lain berbeda penanganannya. Bisa jadi metode-A akan membuat anak Z tantrum karena ketidakcocokan, maka kita evaluasi dengan mengganti metode yang lain pada anak Z. Harapannya, kesalahan yang telah terjadi tidak terulang dikemudian hari. Begitu seterusnya.
5.      Evaluasi secara berkala terutama oleh pihak terkait (Guru Pendamping, Walikelas, Orang tua, Terapis/Psikolog, Menejer/Kepala Sekolah)
Disamping evaluasi harian yang dituliskan kepada anak, evaluasi berkala juga penting untuk melihat penilaian dari orang ke-3 saat pembelajaran berlangsung. Misal setiap 1 pekan, 1 bulan, 3 bulan atau 1 tahun. Maka dalam hal ini, sebagai guru pendamping harus mencatat hal-hal penting yang merupakan masukan dari orang lain terkait perkembangan anak.

Kesan membuat PPI
Terkadang hal yang tidak diduga akan muncul saat pelaksanaan PPI. Kita harus senantiasa ceria saat berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus.

Pesan
Membutuhkan komunikasi dan kerjasama yang baik antara sekolah dan orang tua. Adakalanya standar yang ditetapkan oleh kedua pihak tersebut berbeda. Misal, ketika anak memukul kepala seseorang dan orang tua menganggap hal tersebut wajar (dikarenakan ketika dirumah hal tersebut sering terjadi), sedangkan oleh pihak sekolah hal tersebut merupan tindakan yang melanggar aturan, biasanya akan terjadi konflik. Oleh karena itu butuh kesepakatan dan pemahaman yang mendalam sebelum dibentuknya PPI. Standar setiap poin harus jelas, dipahami dan disepakati bersama.

Efektifitas PPI dalam program belajar
Sangat berpengaruh. Ada atau tanpa PPI sekalipun proses pembelajaran akan terlaksana, akan tetapi jika seseorang tidak membuat PPI terlebih dahulu sebelum belajar, pembelajaran seperti tidak terarah dan tidak jelas tujuannya.

Kendala
Sesekali orang tua tidak setuju dengan beberapa saran yang telah dilakukan karena perbedaan persepsi (seperti contoh pada poin ‘pesan’)
Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak agar PPI terlaksana seperti yang diharapkan, termasuk sosialisasi teman-teman ABK/RBK dilingkungannya untuk menghindari bullying dan untuk membantu perkembangan anak
Masyarakat belum sepenuhnya sadar akan keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus dilingkungan sekitar kita. kebanyakan yang terjadi adalah pengabaian, anggapan buruk dan perlakuan yang tidak semestinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar