PPI
PPI merupakan singkatan/kependekan dari Program Pembelajaran
Individual yang dibuat untuk menentukan target anak-anak berkebutuhan khusus
dalam sistem pembelajaran.
Tujuan dibentuknya PPI diantaranya untuk menentukan capaian
belajar anak (terutama anak berkebutuhan khusus) dalam kurun waktu tertentu (3
bulan, 6 bulan, 1 tahun, dsb).
Proses pembentukan PPI:
1.
Observasi
anak secara langsung
Dekati dan kenali anak yang akan kita berikan stimulus (dalam
hal ini hubungan guru dengan siswa), baik melalui proses pengamatan maupun
wawancara dengan rekan yang pernah bersentuhan langsung dengannya/dengan orang
tua siswa. Tujuan pada tahapan ini dimaksudkan untuk melihat respon yang akan
diberikan anak kepada gurunya, terutama guru pendamping. Adaptasi yang
dilakukan tidak cukup satu hari, membutuhkan waktu untuk bisa dekat dengan
anak. Adakalanya anak memberikan cara ‘perkenalan’ dengan cara yang tidak biasa
(melempar kotoran, marah-marah, dan lainnya).
2.
Observasi
psikolog/terapis yang ahli dibidangnya
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengarahan sekaligus
menjadi orang ketiga dalam proses pelaksanaan PPI. Disamping menjadi rujukan,
psikolog yang mendeskripsikan kebutuhan anak harus bisa menjadi role model,
tempat guru pendamping PPI belajar dan menjadi titik buta untuk memberitahukan
letak/posisi pembelajaran yang salah/kurang tepat saat pelaksanaan berlangsung.
3.
Menuliskan
perkembangan saat ini
Setiap target pasti ada sesuatu yang melatarbelakangi tujuan
tersebut. Tidak berbeda dengan PPI, didalam lampiran depan PPI kita harus
menuliskan perkembangan anak saat ini (sebelum dilaksanakannya PPI). Misal,
pada saat ini seorang anak berkebutuhan khusus menguasai ‘nama-nama warna’ pada
pelajaran bahasa, maka target selanjutnya adalah menambah kapasitas anak dengan
menstimulus benda lain yang dekat dengan kehidupan sekitar, seperti ‘nama-nama
buah’ atau ‘nama-nama transportasi’ dan sebagainya.
Tidak hanya pada segi bahasa, pada aspek yang lain pun harus
diperhatikan, seperti matematika, motorik halus, motorik kasar, kemandirian,
toilet training, perilaku/behavior, olahraga/fisioterapi, okupasi, sensori
integritas, tata cara berpakaian, tata cara makan, dan sebagainya.
4.
Menuliskan
target yang akan dicapai beserta metode, waktu pelaksanaan dan alat yang
digunakan
Melanjutkan point 3 diatas, maka pembahasan selanjutnya
adalah tentang target. Bagaimana cara kita menstimulus beragam hal dalam waktu
yang singkat untuk melihat perkembangan anak? Didalam PPI harus mencakup
pertanyaan tersebut. Yang perlu diperhatikan, yaitu:
·
Metode
Setelah kita mengenal anak dengan baik dan menentukan PPI
yang tepat untuk anak tersebut, maka eksekusi yang dilakukan harus berjalan
dengan baik dan seimbang. Banyak cara/metode yang dapat kita lakukan untuk
anak, diantaranya flashcard, identifikasi, menyebutkan, menulis, mematchingkan
gambar, menirukan/imitasi, teknik ABA, dan lainnya.
Misal kita ingin meningkatkan pembendaharaan kata ‘nama-nama
transportasi’ pada anak, maka kita bisa menggunakan metode flashcard, kartu
bergambar dengan tulisan dibawahnya (gambar motor dengan tulisan “motor”).
a.
Siapkan
3 pasang flashcard dengan gambar yang mirip setiap pasangnya (mobil-mobil,
motor-motor, kereta-kereta).
b.
Simpan
3 gambar diatas meja dengan posisi sejajar horizontal.
c.
Berikan
3 kartu lainnya kepada anak untuk dimatchingkan
d.
Sebutkan
setiap kata dengan singkat dan jelas
e.
Lakukan
hal tersebut sampai anak mampu melakukannya dengan konsisten.
Cara diatas adalah salah satu contoh yang dapat dilakukan
untuk anak yang belum bisa menulis. Untuk anak yang non-verbal (tidak
mengeluarkan suara), maka pemahaman setiap benda harus dibantu dengan model
benda yang lebih konkrit (seperti mainan mobil-mobilan, buah-buahan, dan
lainnya). Untuk anak yang sudah dapat membaca dan menulis, metode yang
diberikan tentu saja berbeda. Lakukan terus sampai benar-benar konsisten, lalu
dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.
Adakalanya anak akan tantrum/marah-marah ketika kesal dengan
materi yang menurut mereka rumit atau cara penyampaian guru yang kurang tepat. Maka
dalam hal ini, seorang guru harus kreatif dan siaga terhadap gerak-gerik dan
tingkah anak tersebut.
·
Waktu
pelaksanaan
Ada materi yang harus diprioritaskan oleh anak dan ada juga
materi yang kiranya belum siap diterima oleh anak/kebutuhannya kurang
diprioritaskan. Anak yang motorik halusnya kurang tanggap (misal belum bisa
menulis), karena menulis adalah hal yang harus dikuasai anak tersebut, maka
jadwal motorik halus harus lebih intensif dibandingkan dengan pelajaran
lainnya.
Mata Pelajaran
|
Waktu
|
Durasi
|
Target
|
Motorik Halus: Memasukan koin kedalam
celengan, menekan playdough, menulis
|
3x seminggu
|
10.00-10.30
30 Menit
|
Anak mampu memasukan koin ke dalam
celengan dengan tepat dan menulis/tracing garis lurus horizontal
|
Matematika: matching angka 6-10
|
2x seminggu
|
09.00-09.30
|
Anak mampu memahami konsep angka 6 –
10 dengan lancar
|
…
|
…
|
…
|
…
|
·
Alat
yang digunakan
Ada metode, ada juga alat yang diperlukan. Ketika kita
mengajarkan motorik halus seperti memasukan koin kedalam lubang celengan, maka
alat-alat tersebut harus kita persiapkan kepada anak sebagai media pembelajaran.
Contoh lain adalah penggunaan sandbag/kettler saat sedang melakukan
fisioterapi. Bola sepak ukuran standar saat sedang stimulasi menendang bola, dan
yang lainnya.
Sebelum proses pembelajaran berlangsung, media belajar harus
sudah kita siapkan sebelumnya. Ibarat kita hendak perang, maka amunisinya harus
disiapkan agar perang terlaksana dengan baik. Anak akan mencari perhatian lain
ketika kita lalai/belum siap dengan media belajar yang akan digunakan. Maka kesigapan
harus selalu siap ketika sedang mengajar.
Alat pembelajaran tidak selamanya harus kita beli di toko,
ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat alat peraga dengan barang
bekas atau menggambar sekreatif mungkin yang bisa menarik perhatian anak.
·
Keterangan/respon
Pertemuan pertama akan memberikan dampak yang berkesan kepada
anak. Sebagai bentuk evaluasi, pembelajaran harus senantiasa kita tuliskan. Mungkin
anak Y akan suka dan senang dengan metode-A akan tetapi anak yang lain berbeda
penanganannya. Bisa jadi metode-A akan membuat anak Z tantrum karena ketidakcocokan,
maka kita evaluasi dengan mengganti metode yang lain pada anak Z. Harapannya,
kesalahan yang telah terjadi tidak terulang dikemudian hari. Begitu seterusnya.
5.
Evaluasi
secara berkala terutama oleh pihak terkait (Guru Pendamping, Walikelas, Orang
tua, Terapis/Psikolog, Menejer/Kepala Sekolah)
Disamping evaluasi harian yang dituliskan kepada anak,
evaluasi berkala juga penting untuk melihat penilaian dari orang ke-3 saat
pembelajaran berlangsung. Misal setiap 1 pekan, 1 bulan, 3 bulan atau 1 tahun. Maka
dalam hal ini, sebagai guru pendamping harus mencatat hal-hal penting yang
merupakan masukan dari orang lain terkait perkembangan anak.
Kesan membuat PPI
Terkadang hal yang tidak diduga akan muncul saat pelaksanaan
PPI. Kita harus senantiasa ceria saat berhadapan dengan anak berkebutuhan
khusus.
Pesan
Membutuhkan komunikasi dan kerjasama yang baik antara sekolah
dan orang tua. Adakalanya standar yang ditetapkan oleh kedua pihak tersebut
berbeda. Misal, ketika anak memukul kepala seseorang dan orang tua menganggap
hal tersebut wajar (dikarenakan ketika dirumah hal tersebut sering terjadi),
sedangkan oleh pihak sekolah hal tersebut merupan tindakan yang melanggar
aturan, biasanya akan terjadi konflik. Oleh karena itu butuh kesepakatan dan
pemahaman yang mendalam sebelum dibentuknya PPI. Standar setiap poin harus
jelas, dipahami dan disepakati bersama.
Efektifitas PPI dalam program belajar
Sangat berpengaruh. Ada atau tanpa PPI sekalipun proses
pembelajaran akan terlaksana, akan tetapi jika seseorang tidak membuat PPI
terlebih dahulu sebelum belajar, pembelajaran seperti tidak terarah dan tidak
jelas tujuannya.
Kendala
Sesekali orang tua tidak setuju dengan beberapa saran yang
telah dilakukan karena perbedaan persepsi (seperti contoh pada poin ‘pesan’)
Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak agar PPI terlaksana
seperti yang diharapkan, termasuk sosialisasi teman-teman ABK/RBK
dilingkungannya untuk menghindari bullying dan untuk membantu perkembangan anak
Masyarakat belum sepenuhnya sadar akan keberadaan anak-anak
berkebutuhan khusus dilingkungan sekitar kita. kebanyakan yang terjadi adalah
pengabaian, anggapan buruk dan perlakuan yang tidak semestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar