Senin, 04 Juli 2016

Cerpen 12: Antara Pasrah, Salah dan Dakwah (kisah memperbaiki shaf shalat berjamaah)

Cerpen 12: Antara Pasrah, Salah dan Dakwah (Memperbaiki shaf shalat berjamaah)

Bogor, 3 Juli 2016

Sebut saja :

I : Imam
J : Seseorang pada shaf pertama disebelah K
K : Aktor Utama, orang asing, shaf pertama, penuh konflik, bersebelahan dengan J dan bilal dibelakang Imam, didepan M & N
L : Target yang didakwahi, Shaf ke-tiga (sendirian)
M & N : 2 orang dibelakang K, Shaf ke-2

Malam itu, bilal membacakan shalawat tanda akan dimulainya shalat tarawih berjamaah. K adalah seorang musafir yang melakukan perjalanan dan kebetulan singgah disebuah masjid asing yang didalamnya terdapat jamaah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Entah bagaimana kronologinya, K terdorong hingga shaf terdepan disebelah bilal dibelakang Imam.

Sebelum tarawih 2 rakaat pertama dimulai, K melihat seorang bapak tua yang berdiri sendiri pada shaf ke-tiga, sebut saja L. Dalam kesempatan singkat itu, K meminta L untuk maju sekaligus meminta M & N, 2 orang dibelakangnya untuk menyuruhnya maju menuju shaf pertama yang masih lengang pada sayap kanan.

Mendengar permintaan kami, L menghiraukan dan langsung memulai shalatnya ketika Imam sudah membaca surat Al-Fatihah. Detik itu berasa mengetuk pintu hati K yang telah gagal mendorong orang untuk maju. Dalam benaknya K berkata,

“bukankah seseorang yang berada di shaf paling belakang dalam keadaan sendiri harus ditemani? Khawatir ada syaithan yang mengganggu ke khusyuan shalatnya, meskipun di bulan Ramadhan. Mengapa tidak ada orang yang mengingatkan akan hal ini? apakah mereka sudah terlalu egois? Atau tidak tahu hukum dan ilmunya? Atau mungkin mereka pasrah pada kondisi yang kurang memungkinkan berhubung shalat sudah dimulai, bukankah masih ada waktu untuk memperhatikan sekitar sebelum shalat dimulai? Bukankah Imam sudah mengingatkan untuk merapatkan dan merapikan shaf shalat? Atau mungkin, karena K orang asing yang belum dikenal dilingkungan itu? Wallahualam…”

Adapun jawaban dari M & N tidak memberikan ketegasan jawaban,

“Maaf mas, hm (dengan tempo yang aga lama sambil menengok satu sama lain antara M dan N), sudah mau dimulai”

Padahal bisa saja menyampaikan setitik pesan yang dianjurkan oleh K kepada L agar barisan shalat terlihat rapi layaknya bidak catur yang terisi penuh. Keberadaan L terus menghantui benak pikirannya. Seolah K telah gagal untuk mengingatkan seseorang untuk satu hal, merapatkan shaf shalat berjamaah.

K terus membayangkan apa-apa yang akan L katakan didalam hatinya, terus menebak demi mendapatkan sebuah jawaban yang sebenarnya tidak begitu diperhatikan oleh orang lain. Sangat penting bagi K yang sudah memahami ilmunya agar bisa diaplikasikan. Dalam hati terus bertanya, jika seandainya K menjadi L,

“L sudah tua, anak muda jangan sok tahu!”

atau “Siapa K? Orang asing? Risih banget sih…”

atau “Saya datang terlambat, belum sempat melihat shaf depan yang kosong!”

atau “Lha inikan shalat sunnah, mengapa K yang ribet, semua biasa saja, saya senang di shaf paling belakang”

dan sebagainya. Membuatnya tidak khusyuk pada 2 rakaat pertama shalat tarawih hingga salam.

Ketika bilal membacakan shalawat yang kedua kalinya, tanpa berpanjang kalam, K langsung pindah menuju shaf pertama sebelah pojok kanan yang masih kosong dengan harapan M atau N maju kedepan sehingga L dapat maju mengisi shaf milik M atau N.

Ketika beranjak dari tempat duduk, J merasa keheranan melihat tingkah K yang gundah. Kembali K membayangkan yang dipikirkan oleh J dikarenakan gerak-geriknya diperhatikan oleh J hingga K duduk menjauh. K berfirikir,  mungkin dalam hati J berkata,

“Ngapain anak baru itu keluar? Kentut kali ya, sehingga K harus wudhu lagi atau mungkin ga suka dengan keberadaan saya disini. Hmm… atau mungkin K merasa asing ditempat yang baru, dasar orang asing.” Begitulah prasangka K terhadap J yang selalu dipantau.

Entahlah, sebenarnya tidak ingin K pikirkan, akan tetapi hal tersebut terus membayangi perasaan K meskipun sudah pindah tempat. K hanya bisa berharap agar M atau N berjalan sesuai rencana, maju menuju shaf depan dengan sigap sehingga shafnya nanti diisi oleh L, sehingga tidak ada lagi seorang makmum yang berdiri sendiri di shaf ke-3 (selama masih ada tempat).

Menjelang shalat tarawih 2 rakaat kedua, rencana yang dibuat K akhirnya berhasil dilaksanakan. M maju mengisi kekosongan shaf pertama, tepatnya tempat yang awalnya diisi oleh K. Dengan sedikit basa-basi, N mengajak L untuk maju dan berdiri disebelahnya, tempat M sebelumnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, L melangkahkan kakinya ke depan, mengisyaratkan persetujuan tawaran dari N. Akhirnya shaf shalat berjamaah pada malam itu mejadi genap 2 shaf penuh dan padat hingga rangkaian tarawih-witir selesai.

Ketika bersalam-salaman, antara I, J, K, L, M dan N tidak ada prasangka satu sama lain. Hanya lantunan shalawat yang terdengar dibalut senyum manis antara wajah-wajah yang saling berhadapan dengan harapan dosa mereka dapat berguguran selama tangan saling menggenggam erat pasangannya.

K berharap kejadian yang sama tidak terulang kembali, pun demikian di seluruh masjid didunia. Manusia tidak boleh pasrah akan kondisi yang mengkehendakinya melainkan harus terus mengupayakan ikhtiar terutama dijalan Allah swt. termasuk menegakkan hukum-hukum Islam. Sesuatu yang salah harus diperbaiki. Tuntutan dakwah bagi siapapun yang memahami ilmu dan hukumnya adalah suatu kewajiban yang harus diamalkan agar terciptanya masyarakat Muslim yang taat dan memiliki adab yang baik. Jangan malu untuk berdakwah, mengkoreksi yang salah.

Selesai…

#cerpen #orisinil #cerpenorisinil #shaf #shalatberjamaah #IKJLMN #dakwah #pasrah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar