Cerpen 12: Antara
Pasrah, Salah dan Dakwah (Memperbaiki shaf shalat berjamaah)
Bogor, 3 Juli 2016
Sebut saja :
I : Imam
J : Seseorang pada
shaf pertama disebelah K
K : Aktor Utama, orang
asing, shaf pertama, penuh konflik, bersebelahan dengan J dan bilal dibelakang
Imam, didepan M & N
L : Target yang
didakwahi, Shaf ke-tiga (sendirian)
M & N : 2 orang
dibelakang K, Shaf ke-2
Malam itu, bilal
membacakan shalawat tanda akan dimulainya shalat tarawih berjamaah. K adalah
seorang musafir yang melakukan perjalanan dan kebetulan singgah disebuah masjid
asing yang didalamnya terdapat jamaah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Entah bagaimana kronologinya, K terdorong hingga shaf terdepan disebelah bilal
dibelakang Imam.
Sebelum tarawih 2
rakaat pertama dimulai, K melihat seorang bapak tua yang berdiri sendiri pada
shaf ke-tiga, sebut saja L. Dalam kesempatan singkat itu, K meminta L untuk
maju sekaligus meminta M & N, 2 orang dibelakangnya untuk menyuruhnya maju
menuju shaf pertama yang masih lengang pada sayap kanan.
Mendengar permintaan
kami, L menghiraukan dan langsung memulai shalatnya ketika Imam sudah membaca
surat Al-Fatihah. Detik itu berasa mengetuk pintu hati K yang telah gagal
mendorong orang untuk maju. Dalam benaknya K berkata,
“bukankah seseorang
yang berada di shaf paling belakang dalam keadaan sendiri harus ditemani?
Khawatir ada syaithan yang mengganggu ke khusyuan shalatnya, meskipun di bulan
Ramadhan. Mengapa tidak ada orang yang mengingatkan akan hal ini? apakah mereka
sudah terlalu egois? Atau tidak tahu hukum dan ilmunya? Atau mungkin mereka pasrah
pada kondisi yang kurang memungkinkan berhubung shalat sudah dimulai, bukankah
masih ada waktu untuk memperhatikan sekitar sebelum shalat dimulai? Bukankah
Imam sudah mengingatkan untuk merapatkan dan merapikan shaf shalat? Atau
mungkin, karena K orang asing yang belum dikenal dilingkungan itu?
Wallahualam…”
Adapun jawaban dari
M & N tidak memberikan ketegasan jawaban,
“Maaf mas, hm
(dengan tempo yang aga lama sambil menengok satu sama lain antara M dan N),
sudah mau dimulai”
Padahal bisa saja
menyampaikan setitik pesan yang dianjurkan oleh K kepada L agar barisan shalat
terlihat rapi layaknya bidak catur yang terisi penuh. Keberadaan L terus
menghantui benak pikirannya. Seolah K telah gagal untuk mengingatkan seseorang
untuk satu hal, merapatkan shaf shalat berjamaah.
K terus
membayangkan apa-apa yang akan L katakan didalam hatinya, terus menebak demi
mendapatkan sebuah jawaban yang sebenarnya tidak begitu diperhatikan oleh orang
lain. Sangat penting bagi K yang sudah memahami ilmunya agar bisa
diaplikasikan. Dalam hati terus bertanya, jika seandainya K menjadi L,
“L sudah tua, anak
muda jangan sok tahu!”
atau “Siapa K?
Orang asing? Risih banget sih…”
atau “Saya datang
terlambat, belum sempat melihat shaf depan yang kosong!”
atau “Lha inikan
shalat sunnah, mengapa K yang ribet, semua biasa saja, saya senang di shaf
paling belakang”
dan sebagainya.
Membuatnya tidak khusyuk pada 2 rakaat pertama shalat tarawih hingga salam.
Ketika bilal
membacakan shalawat yang kedua kalinya, tanpa berpanjang kalam, K langsung
pindah menuju shaf pertama sebelah pojok kanan yang masih kosong dengan harapan
M atau N maju kedepan sehingga L dapat maju mengisi shaf milik M atau N.
Ketika beranjak
dari tempat duduk, J merasa keheranan melihat tingkah K yang gundah. Kembali K
membayangkan yang dipikirkan oleh J dikarenakan gerak-geriknya diperhatikan
oleh J hingga K duduk menjauh. K berfirikir,
mungkin dalam hati J berkata,
“Ngapain anak baru
itu keluar? Kentut kali ya, sehingga K harus wudhu lagi atau mungkin ga suka
dengan keberadaan saya disini. Hmm… atau mungkin K merasa asing ditempat yang
baru, dasar orang asing.” Begitulah prasangka K terhadap J yang selalu dipantau.
Entahlah,
sebenarnya tidak ingin K pikirkan, akan tetapi hal tersebut terus membayangi
perasaan K meskipun sudah pindah tempat. K hanya bisa berharap agar M atau N
berjalan sesuai rencana, maju menuju shaf depan dengan sigap sehingga shafnya
nanti diisi oleh L, sehingga tidak ada lagi seorang makmum yang berdiri sendiri
di shaf ke-3 (selama masih ada tempat).
Menjelang shalat
tarawih 2 rakaat kedua, rencana yang dibuat K akhirnya berhasil dilaksanakan. M
maju mengisi kekosongan shaf pertama, tepatnya tempat yang awalnya diisi oleh K.
Dengan sedikit basa-basi, N mengajak L untuk maju dan berdiri disebelahnya,
tempat M sebelumnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, L melangkahkan kakinya ke
depan, mengisyaratkan persetujuan tawaran dari N. Akhirnya shaf shalat
berjamaah pada malam itu mejadi genap 2 shaf penuh dan padat hingga rangkaian
tarawih-witir selesai.
Ketika
bersalam-salaman, antara I, J, K, L, M dan N tidak ada prasangka satu sama lain.
Hanya lantunan shalawat yang terdengar dibalut senyum manis antara wajah-wajah
yang saling berhadapan dengan harapan dosa mereka dapat berguguran selama
tangan saling menggenggam erat pasangannya.
K berharap kejadian
yang sama tidak terulang kembali, pun demikian di seluruh masjid didunia. Manusia
tidak boleh pasrah akan kondisi yang mengkehendakinya melainkan harus terus mengupayakan
ikhtiar terutama dijalan Allah swt. termasuk menegakkan hukum-hukum Islam. Sesuatu
yang salah harus diperbaiki. Tuntutan dakwah bagi siapapun yang memahami ilmu
dan hukumnya adalah suatu kewajiban yang harus diamalkan agar terciptanya
masyarakat Muslim yang taat dan memiliki adab yang baik. Jangan malu untuk
berdakwah, mengkoreksi yang salah.
Selesai…
#cerpen #orisinil #cerpenorisinil #shaf #shalatberjamaah #IKJLMN #dakwah #pasrah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar