Minggu, 10 Juli 2016

Cerpen 15 Amanah yang Merepotkan

Cerpen 15: Amanah yang merepotkan

“Perpisahan kelas 3 sebentar lagi!” ucap Bu Rahma walikelas 7 SMP swasta di kota Bogor, menyemangati anak didiknya yang harus mempersiapkan pementasan drama, salah satu project pembelajaran kelas 7 yang setiap tahun selalu ditampilkan ketika acara perpisahan, sebagai acara hiburan wajib dari program sekolah untuk melatih keberanian siswa.

Siswa kelas 7 yang berjumlah 30 orang itu direncanakan melakukan audisi pekan depan bersama bu Rahma untuk menentukan pemeran yang akan digelutinya nanti. Setiap siswa masing-masing mendapatkan potongan teks drama yang harus mereka hafal dan diperagakan ketika audisi berlangsung.

Beberapa sikap dimunculkan oleh siswa, ada yang sangat proaktif dan antusias ada juga yang pasrah tidak melakukan persiapan sedikit pun. Salah satu diantaranya adalah Ikhsan, seorang siswa yang bercita-cita menjadi aktor dalam negeri dengan kemampuan beraktingnya. Bersama orang tuanya dirumah, Ikhsan selalu melatih dirinya agar siap memperagakan dialog panjang berdurasi 30 detik itu.

***

1 pekan berlalu, siswa kelas 7 dipanggil satu persatu berdasarkan absen oleh bu Rahma di ruang labolatorium. Sengaja memilih tempat yang sepi agar siswa lain tidak mengganggu saat audisi berjalan.

Adapun peran siswa yang dipilih diantaranya, aktor drama dan kru yang terlibat dalam pementasan (orang dibalik layar). Dari jumlah kelas 7 keseluruhan, hanya 8 orang yang terpilih sebagai aktor drama bertemakan ‘kasih sayang keluarga’ itu, sisanya harus menerima untuk menjadi kru.

Ada yang menjadi tatarias, bagian properti panggung serta dekorasi, musik, penata cahaya/sorot lampu dan designer kostum. Baik pemain maupun kru mendapatkan pembelajaran yang sama, bedanya para pemain dapat unjuk gigi menampilkan bakat akting terbaiknya didepan khalayak, sedangkan kru hanya bermain dibelakang panggung.

Sebagian siswa yang gagal audisi  (entah karena kurang PD, kurang lancar, kurang terdengar suaranya atau masih malu atau mungkin tidak menghafal teks yang diberikan), menerima peran menjadi kru. Satu diantara mereka adalah Ikhsan.

Saat audisi berlangsung, Ikhsan merasa sangat gugup di depan bu Rahma sehingga hafalan teksnya hilang begitu saja. Alhasil, Ikhsan berperan menjadi kru, bagian properti & dekorasi lebih tepatnya. Sebenarnya ia sangat ingin sekali bermain sebagai pemain drama, akan tetapi karena penilaiannya kurang menurut juri audisi, terpaksa Ikhsan harus menerima kekalahan dirinya pada saat itu.

***

Pertemuan pertama, seluruh divisi pemain dan kru belajar memanajemen perlengkapan yang harus disediakan selama pementasan. Kebetulan, Ikhsan mendapatkan bagian untuk membawa lemari plastik, agar dekorasi rumah pada bagian panggung terlihat lebih terkesan ril alias tampak nyata.

Lemari yang harus dibawa Ikhsan adalah lemari plastik berukuran 1 meter dengan lebar yang cukup besar agar terlihat dari bangku penonton. Kebetulan dirumahnya ada, Ikhsan meminta izin kepada orang tuanya untuk membawa lemari tersebut kesekolah dan digunakan selama latihan drama sampai pementasan selesai. Teman-teman properti yang lain, kebanyakan dari mereka membawa barang-barang berukuran sedang dan ringan.

Tugas Ikhsan disamping membawa lemari, juga harus meletakkan lemari plastik 4 pintu selama latihan. Ikhsan bersyukur karena masih bisa dititipkan disekolah sehingga tidak perlu repot membawa pulang, sesuai rencana perizinan dengan ibunya.

Awalnya Ikhsan merasa antusias dengan profesi barunya tersebut. Melihat teman-teman pemain drama yang mendapatkan latihan intensif bersama guru, membuat hatinya sesak dan muncul perasaan iri dalam lubuk sanubarinya. Belum lagi ia harus mengangkat lemari yang bobotnya tidak ringan tersebut naik-turun panggung. Tidak ada teman lain yang mau membantunya dengan alasan masing-masing sudah dibagikan jobdesc-nya. Maka lemari tersebut semakin bertambah berat dengan perasaan yang berantakan dalam diri Ikhsan.

***

Suatu hari, setelah siswa belajar nafas dan suara perut oleh bu Rahma, mereka digiring bersama beberapa guru ke luar sekolah, tepatnya lapangan yang jaraknya sekitar 30 meter dari sekolah. Guru menginstruksikan untk membawa seluruh perlengkapan termasuk properti untuk melatih rasa malu dihadapan publik.

Karena mengalami kesulitan, Ikhsan meminta tolong kepada pak Ahmad untuk membantunya mengangkut lemari tersebut dengan menggunakan sepeda motor milik pak Ahmad. Satu sisi ia merasa senang karena tidak perlu repot berjalanan kaki seperti teman-temannya sekaligus mendahului yang lain. Namun sisi lain, ia harus menggotong lemari tersebut sampai pada lokasi yang ditunjukkan. Jengkel. Itu yang ia rasakan setiap kali ada jadwal drama.

Hampir 3 jam latihan ditempat umum yang ramai dilakukan, siswa diperintahkan untuk kembali ke sekolah, melanjutkan pembelajaran dan persiapan UAS. Sesuai pembagian tugas, setiap anak masing-masing membawa barang perlengkapan menuju sekolah.

Ada diantara mereka yang membawa kurungan ayam, besar tapi ringan, ada juga yang pulang dengan tangan kosong, berbeda dengan Ikhsan yang bobotnya cukup berat. Beberapa temannya enggan untuk menolong Ikhsan dan lebih memilih meninggalkannya dengan seribu satu alasan karena tidak mau direpotkan.

Kemarahan Ikhsan mulai memuncak. Ditengah lapangan yang perlahan sepi itu, Ikhsan melampiaskan amarahnya dengan berteriak dan membentak. Merasa bertanggung jawab, bu Rahma meminta siswa untuk bersikap respect dan membantu Iksan. Dengan berat hati yang ditampakkan raut wajah temannya itu, Ikhsan dibantu untuk menggotong lemari menuju sekolah.

Ada rasa sakit yang  dirasakan Ikhsan karena harus bolak-balik  membawa lemari ketika latihan drama. Saat adegan rumah selesai, Ikhsan harus mengangkat lemari turun ke bawah panggung, pun demikian jika drama diulang dari awal karena kesalahan pemain. Ia merasa seperti dicurangi, berbeda dengan temannya yang lebih ringan dibandingkan dia. Tidak jarang air mata membasahi air pipinya, bentuk kekecewaan atas semua yang terjadi.

***

Setelah 2 bulan berlalu, tibalah mereka dalam acara yang ditunggu-tunggu yaitu persiapan perpisahan sekolah. Selesai pelaksanaan UAS, remedial dan classmeeting sekolah, siswa diberikan waktu untuk melakukan gladiresik. Semua siswa memberikan bakat terbaiknya. Kekurang dan kendala yang dicatat oleh guru segera dievaluasi agar acara dapat berjalan dengan baik. H-1 seluruh siswa latihan sampai sore bersama para guru.

Keesokan harinya, acara perpisahan diselenggarakan disebuah gedung yang cukup megah, jauh dari sekolah. Seluruh siswa wajib hadir termasuk kelas 7 dan 8. Kelas 8 menampilkan hiburan berupa musikalisasi puisi dan akustik dan siswa kelas 7 mempersembahkan drama yang telah dilatih selama 2 bulan.

Dengan angkot yang disewa, siswa kelas 7 baik pemain dan kru membawa perlengkapannya masing-masing. Semua membawa perbekalan seperti: gitar, keyboard, kursi, kurungan ayam, box kontener, kostum drama, alat make-up, jinjingan yang berisi vas bunga, cangkir dan koran, lampu sorot dengan variasi warna dan kostum pemain. Tak terlupakan Ikhsan membawa lemari miliknya.

Perpisahanpun dimulai. Diawali dengan sambutan-sambutan dari kepala skolah, dan ketua OSIS, acara dilanjut dengan perform kelas 8 dan hiburan akustik dari kakak kelas. Siswa kelas 7 sudah diinfokan sebelumnya untuk tampil paling terakhir, sebagai penutup acara.

Ketika sesi inagurasi kelas 9 berlangsung, seleruh pemain drama bersiap dibelakang panggung, seperti yang sudah dilatih saat latihan, menata properti agar siap diangkut keatas panggung.

Sebelum drama dimulai, salah seorang kakak kelas 8, Yono, pergi menuju back stage untuk memberikan dukungan kepada para pemain. Sama seperti pengalamannya tahun lalu, ia mensupport apapun yang akan terjadi. Yono mengingatkan, 

“Ini adalah acara bersama, hilangkan rasa egois kalian! Baik pemain maupun kru harus tetap semangat! Kompak! Solid!”

Mendapat motivasi dari kakak kelas, seluruh kelas 7 merasa sangat bersemangat, termasuk Ikhsan. Drama pun berlangsung. Semua menampilkan kemampuan maksimal tanpa ada yang bercanda satu sama lain. Fokus. Ikhsan yang semula sempat angkat tangan karena letihnya tugas akan amanahnya, merasa sangat senang ketika pertunjukan selesai dengan sukses, banyak penonton terutama ibu-ibu menangis haru melihat drama kelas 7. Tidak sedikit yang memberikan stading applause melihat penampilan mereka.

Acara ditutup dngan doa dan ramah tamah. Bu Rahma memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada kelas 7 karena telah total memberikan penampilan dramanya. Setelah itu seluruh siswa pulang kerumah masing-masing dengan membawa properti yang dibawanya dari rumah. Ikhsan yang dari awal tidak diantar oleh orang tuanya, terpaksa harus menunggu dengan lemarinya yang cukup berat di serambi gedung.

Rasa senang, kesal dan kecewa bercampur atas apa yang terjadi. Dalam hati ia berteriak,

“Mengapa harus aku yang membawa beban berat ini! Mengapa tidak yang lain! Aku! Aku dan Aku! Mengapa aku tidak menjadi pemain yang menghibur penonton.”

Hanya Ikhsan dan 4 orang temannya yang masih berada diserambi gedung menunggu untuk dijemput. Dalam hati ia menambahkan,

“Selesai drama, masih aja harus membawa beban ini… Huft! Apa karena namaku Ikhsan sampai mendapatkan ujian seberat ini… kapok!”

Setelah itu…







#Cerpen #Amanah #Lemari #Drama #kelas7 #SMP #Ikhsan 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar