Cerpen 15: Amanah yang merepotkan
“Perpisahan kelas 3 sebentar lagi!” ucap Bu Rahma walikelas 7
SMP swasta di kota Bogor, menyemangati anak didiknya yang harus mempersiapkan
pementasan drama, salah satu project pembelajaran kelas 7 yang setiap tahun
selalu ditampilkan ketika acara perpisahan, sebagai acara hiburan wajib dari
program sekolah untuk melatih keberanian siswa.
Siswa kelas 7 yang berjumlah 30 orang itu direncanakan
melakukan audisi pekan depan bersama bu Rahma untuk menentukan pemeran yang
akan digelutinya nanti. Setiap siswa masing-masing mendapatkan potongan teks
drama yang harus mereka hafal dan diperagakan ketika audisi berlangsung.
Beberapa sikap dimunculkan oleh siswa, ada yang sangat
proaktif dan antusias ada juga yang pasrah tidak melakukan persiapan sedikit
pun. Salah satu diantaranya adalah Ikhsan, seorang siswa yang bercita-cita
menjadi aktor dalam negeri dengan kemampuan beraktingnya. Bersama orang tuanya
dirumah, Ikhsan selalu melatih dirinya agar siap memperagakan dialog panjang
berdurasi 30 detik itu.
***
1 pekan berlalu, siswa kelas 7 dipanggil satu persatu
berdasarkan absen oleh bu Rahma di ruang labolatorium. Sengaja memilih tempat yang
sepi agar siswa lain tidak mengganggu saat audisi berjalan.
Adapun peran siswa yang dipilih diantaranya, aktor drama dan
kru yang terlibat dalam pementasan (orang dibalik layar). Dari jumlah kelas 7
keseluruhan, hanya 8 orang yang terpilih sebagai aktor drama bertemakan ‘kasih
sayang keluarga’ itu, sisanya harus menerima untuk menjadi kru.
Ada yang menjadi tatarias, bagian properti panggung serta
dekorasi, musik, penata cahaya/sorot lampu dan designer kostum. Baik pemain
maupun kru mendapatkan pembelajaran yang sama, bedanya para pemain dapat unjuk
gigi menampilkan bakat akting terbaiknya didepan khalayak, sedangkan kru hanya
bermain dibelakang panggung.
Sebagian siswa yang gagal audisi (entah karena kurang PD, kurang lancar,
kurang terdengar suaranya atau masih malu atau mungkin tidak menghafal teks
yang diberikan), menerima peran menjadi kru. Satu diantara mereka adalah
Ikhsan.
Saat audisi berlangsung, Ikhsan merasa sangat gugup di depan
bu Rahma sehingga hafalan teksnya hilang begitu saja. Alhasil, Ikhsan berperan
menjadi kru, bagian properti & dekorasi lebih tepatnya. Sebenarnya ia
sangat ingin sekali bermain sebagai pemain drama, akan tetapi karena
penilaiannya kurang menurut juri audisi, terpaksa Ikhsan harus menerima kekalahan
dirinya pada saat itu.
***
Pertemuan pertama, seluruh divisi pemain dan kru belajar
memanajemen perlengkapan yang harus disediakan selama pementasan. Kebetulan, Ikhsan
mendapatkan bagian untuk membawa lemari plastik, agar dekorasi rumah pada
bagian panggung terlihat lebih terkesan ril alias tampak nyata.
Lemari yang harus dibawa Ikhsan adalah lemari plastik
berukuran 1 meter dengan lebar yang cukup besar agar terlihat dari bangku
penonton. Kebetulan dirumahnya ada, Ikhsan meminta izin kepada orang tuanya
untuk membawa lemari tersebut kesekolah dan digunakan selama latihan drama
sampai pementasan selesai. Teman-teman properti yang lain, kebanyakan dari
mereka membawa barang-barang berukuran sedang dan ringan.
Tugas Ikhsan disamping membawa lemari, juga harus meletakkan
lemari plastik 4 pintu selama latihan. Ikhsan bersyukur karena masih bisa
dititipkan disekolah sehingga tidak perlu repot membawa pulang, sesuai rencana
perizinan dengan ibunya.
Awalnya Ikhsan merasa antusias dengan profesi barunya
tersebut. Melihat teman-teman pemain drama yang mendapatkan latihan intensif
bersama guru, membuat hatinya sesak dan muncul perasaan iri dalam lubuk sanubarinya.
Belum lagi ia harus mengangkat lemari yang bobotnya tidak ringan tersebut
naik-turun panggung. Tidak ada teman lain yang mau membantunya dengan alasan masing-masing
sudah dibagikan jobdesc-nya. Maka lemari tersebut semakin bertambah
berat dengan perasaan yang berantakan dalam diri Ikhsan.
***
Suatu hari, setelah siswa belajar nafas dan suara perut oleh bu
Rahma, mereka digiring bersama beberapa guru ke luar sekolah, tepatnya lapangan
yang jaraknya sekitar 30 meter dari sekolah. Guru menginstruksikan untk membawa
seluruh perlengkapan termasuk properti untuk melatih rasa malu dihadapan publik.
Karena mengalami kesulitan, Ikhsan meminta tolong kepada pak
Ahmad untuk membantunya mengangkut lemari tersebut dengan menggunakan sepeda
motor milik pak Ahmad. Satu sisi ia merasa senang karena tidak perlu repot
berjalanan kaki seperti teman-temannya sekaligus mendahului yang lain. Namun sisi
lain, ia harus menggotong lemari tersebut sampai pada lokasi yang ditunjukkan. Jengkel.
Itu yang ia rasakan setiap kali ada jadwal drama.
Hampir 3 jam latihan ditempat umum yang ramai dilakukan, siswa
diperintahkan untuk kembali ke sekolah, melanjutkan pembelajaran dan persiapan
UAS. Sesuai pembagian tugas, setiap anak masing-masing membawa barang
perlengkapan menuju sekolah.
Ada diantara mereka yang membawa kurungan ayam, besar tapi
ringan, ada juga yang pulang dengan tangan kosong, berbeda dengan Ikhsan yang
bobotnya cukup berat. Beberapa temannya enggan untuk menolong Ikhsan dan lebih
memilih meninggalkannya dengan seribu satu alasan karena tidak mau direpotkan.
Kemarahan Ikhsan mulai memuncak. Ditengah lapangan yang
perlahan sepi itu, Ikhsan melampiaskan amarahnya dengan berteriak dan membentak.
Merasa bertanggung jawab, bu Rahma meminta siswa untuk bersikap respect dan
membantu Iksan. Dengan berat hati yang ditampakkan raut wajah temannya itu,
Ikhsan dibantu untuk menggotong lemari menuju sekolah.
Ada rasa sakit yang
dirasakan Ikhsan karena harus bolak-balik membawa lemari ketika latihan drama. Saat
adegan rumah selesai, Ikhsan harus mengangkat lemari turun ke bawah panggung,
pun demikian jika drama diulang dari awal karena kesalahan pemain. Ia merasa
seperti dicurangi, berbeda dengan temannya yang lebih ringan dibandingkan dia. Tidak
jarang air mata membasahi air pipinya, bentuk kekecewaan atas semua yang
terjadi.
***
Setelah 2 bulan berlalu, tibalah mereka dalam acara yang
ditunggu-tunggu yaitu persiapan perpisahan sekolah. Selesai pelaksanaan UAS,
remedial dan classmeeting sekolah, siswa diberikan waktu untuk melakukan
gladiresik. Semua siswa memberikan bakat terbaiknya. Kekurang dan kendala yang
dicatat oleh guru segera dievaluasi agar acara dapat berjalan dengan baik. H-1
seluruh siswa latihan sampai sore bersama para guru.
Keesokan harinya, acara perpisahan diselenggarakan disebuah
gedung yang cukup megah, jauh dari sekolah. Seluruh siswa wajib hadir termasuk
kelas 7 dan 8. Kelas 8 menampilkan hiburan berupa musikalisasi puisi dan akustik
dan siswa kelas 7 mempersembahkan drama yang telah dilatih selama 2 bulan.
Dengan angkot yang disewa, siswa kelas 7 baik pemain dan kru
membawa perlengkapannya masing-masing. Semua membawa perbekalan seperti: gitar,
keyboard, kursi, kurungan ayam, box kontener, kostum drama, alat make-up,
jinjingan yang berisi vas bunga, cangkir dan koran, lampu sorot dengan variasi
warna dan kostum pemain. Tak terlupakan Ikhsan membawa lemari miliknya.
Perpisahanpun dimulai. Diawali dengan sambutan-sambutan dari
kepala skolah, dan ketua OSIS, acara dilanjut dengan perform kelas 8 dan
hiburan akustik dari kakak kelas. Siswa kelas 7 sudah diinfokan sebelumnya untuk
tampil paling terakhir, sebagai penutup acara.
Ketika sesi inagurasi kelas 9 berlangsung, seleruh pemain
drama bersiap dibelakang panggung, seperti yang sudah dilatih saat latihan,
menata properti agar siap diangkut keatas panggung.
Sebelum drama dimulai, salah seorang kakak kelas 8, Yono,
pergi menuju back stage untuk memberikan dukungan kepada para pemain. Sama
seperti pengalamannya tahun lalu, ia mensupport apapun yang akan terjadi. Yono
mengingatkan,
“Ini adalah acara bersama, hilangkan rasa egois kalian! Baik pemain
maupun kru harus tetap semangat! Kompak! Solid!”
Mendapat motivasi dari kakak kelas, seluruh kelas 7 merasa
sangat bersemangat, termasuk Ikhsan. Drama pun berlangsung. Semua menampilkan
kemampuan maksimal tanpa ada yang bercanda satu sama lain. Fokus. Ikhsan yang
semula sempat angkat tangan karena letihnya tugas akan amanahnya, merasa sangat
senang ketika pertunjukan selesai dengan sukses, banyak penonton terutama ibu-ibu
menangis haru melihat drama kelas 7. Tidak sedikit yang memberikan stading
applause melihat penampilan mereka.
Acara ditutup dngan doa dan ramah tamah. Bu Rahma memberikan
apresiasi dan ucapan terima kasih kepada kelas 7 karena telah total memberikan penampilan
dramanya. Setelah itu seluruh siswa pulang kerumah masing-masing dengan membawa
properti yang dibawanya dari rumah. Ikhsan yang dari awal tidak diantar oleh
orang tuanya, terpaksa harus menunggu dengan lemarinya yang cukup berat di
serambi gedung.
Rasa senang, kesal dan kecewa bercampur atas apa yang
terjadi. Dalam hati ia berteriak,
“Mengapa harus aku yang membawa beban berat ini! Mengapa
tidak yang lain! Aku! Aku dan Aku! Mengapa aku tidak menjadi pemain yang
menghibur penonton.”
Hanya Ikhsan dan 4 orang temannya yang masih berada diserambi
gedung menunggu untuk dijemput. Dalam hati ia menambahkan,
“Selesai drama, masih aja harus membawa beban ini… Huft! Apa
karena namaku Ikhsan sampai mendapatkan ujian seberat ini… kapok!”
Setelah itu…
#Cerpen #Amanah #Lemari #Drama #kelas7 #SMP #Ikhsan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar