Selasa, 27 Januari 2015

COACHING FOR EDUCATION

COACHING FOR EDUCATION
SABTU, 24 JANUARI 2015
OLEH: BU MUTIA – MAMA RAIHAN & TEAM CPC
AULA SM SAB

Penerapan "coaching" didunia pendidikan
*Bagi guru & staf:
·         Merupakan proses pengembangan kompetensi yang berkesinambungan bagi para pendidik
·         Interfasi yang efektif dari program pengembangan staf dengan menejemen perubahan di sekolah
---> Sumber: Julie Boyd-2008
Contoh: perkembangan modul siswa/i SM yang saat ini dapat menggunakan internet (Simas), menuntun perubahan sikap juga mental. Hal ini merupakan salah satu hasil coaching terkait 'modul'
*Bagi siswa:
·         Kreatif yang memecahkan masalah
·         Analisa yang kritis dalam mengulas situasi
·         Menggali ide-ide baru
·         Menemukan kaitan antara satu mapel dengan mapel yang lain
--->Sumber: Barbara Neufeld & Dana Roper, Eropa 2003
Contoh: Sekolah Alam Bogor menuntut seluruh siswa dan siswinya untuk berpartisipasi aktif dalam rangkaian kegiatan yang sudah direncanakannya (TK: menumbuhkan karakter dasar, SD: mencari dan memahami potensi diri, SM: menemukan jalan menuju titik optimal kehidupan). Semua itu tidak akan terwujudkan apabila anak-anak tidak dicoaching terlebih dahulu.

Definisi Coaching menurut ICF (International Coaching Federation)
"Berpartner dengan seseorang disebuah proses yang kreatif, untuk memaksimalkan masing-masing potensi.”
Ada 3 landasan utama dalam coaching, yaitu:
·         Berpartner
·         Proses yang kreatif
·         Memaksimalkan potensi

Prinsip Coaching
“Membawa anda dari tempat anda sekarang berada menuju tempat yang anda mau"

Terminologi Coaching
COACH: orang yang memberikan coaching (guru, konsultan, dll.)
COACHEE/KLIEN: orang yang mendapatkan coaching (siswa, anak-anak, peserta seminar, dll.)

Coaching membutuhkan fokus/yang perlu digali:
·         Kondisi internal (ketakutan, kekhawatiran, concern, belief dan impian)
·         Kualitas atau kekuatan

·         Ide tindakan, rencana & komitmen
Contoh: Anak merasa ribet dengan UN di SAB, kita tidak perlu menceramahi anak tersebut karena CERAMAH ≠ COACH. Gunakan cara lain untuk mengembangkan kekuatannya untuk mengatasi ketakutannya.
            “Tugas coach yaitu sebagai seorang REMINDER” (karena ada komitmen yang harus dilaksanakan, demi kelancaran visi yang dituju).
Hindari:
·         Asumsi
·         Judgement/penilaian
·         Argumentative
Contoh: ada seorang murid yang selalu datang terlambat sehingga kita mencap dia sebagai anak pemalas. Tanpa adanya bukti dan kesepakatan, cap tersebut menjadi penilaian sehingga mengakibatkan anak menilai buruk dirinya sendiri, alhasil nasehat kita tidak didengar.
“Kekurangan itu gampang untuk dicari, berbeda dengan kekuatan *BERHATI-HATILAH.”

3 keahlian inti (lengkapnya ada 11) untuk coaching:
1.      Presence
Kemampuan untuk hadir sepenuhnya bagi teman bicara dan kemampuan untuk “mempertahankan perhatian” serta “mendengarkan aktif” selama proses coaching berlangsung. Tidak hanya guru/coach, dirumah juga seperti ini perlu kita praktekkan terhadap orang-orang disekitar kita. Presence terjadi karena kita memandang teman bicara sebagai partner dalam mencapai goal bersama, berapapun umurnya.
2.      Active listening
Kemampuan untuk memahami apa yang tersirat dibalik kata-kata coachee. Mendengarkan adalah tindakan aktif (menyimak-merespon dan mencari jalan keluar). Hindari memanggil coachee/anak-anak dengan menggunakan microphone, karena fokusnya tersebar, anak jadi kurang dekat dengan kita, berbeda dengan memanggil nama secara langsung.
3.      Powerful questioning
Kemampuan untuk mengajukan pertanyaan yang merangsang sikap eksploratif dan berfikir kreatif. Jenis “pertanyaan terbuka”, sangat berpengaruh terhadap jawaban anak. Jawaban yang didasari pada apa yang coachee pikirkan secara meluas, membuka ragam jalan keluar oleh coachee itu sendiri. Juga bermanfaat kepada orang-orang yang malas berbicara panjang lebar.
Buat hubungan yang erat terlebih dahulu dengan rekan kita. Misal ketika siswa mendapatkan nilai jelek, kita arahkan kepada pertanyaan seputar hobinya terlebih dahulu. Biarkan mereka berbicara sampai perasaannya meluap, coach hanya mendengarkan. Setelah dirasa tepat, tanyakanlah nilai ulangan yang diterima oleh siswa tersebut. Alihkan dengan “kok bersemangat ya ketika…………” coba ubah cara belajarmu dengan cara seperti itu.
“Pertnyaan powerful timbul secara alamiah saat anda ingin tahu lebih dalam.”

Sesi pertanyaan…!
Bagaimana untuk coaching secara klasikal? Nah kalau ini, butuh perhatian dan pengalaman yang lebih besar dari biasanya, terutama anak kecil. Anak Playgroup sampai kelas 5 SD itu masih sangat polos, belum bisa berbohong level tinggi, sangat mudah untuk kita atur dibandingkan dengan anak yang sudah baligh.
Bagaimana caranya menghindari “asumsi” ??? sebaiknya kita POSTHINK (positif thingking) terlebih dahulu sebelum semuanya kita asumsinya pada hal yang kurang baik. Minimal dengan mencari kualitas terbaik yang ada pada diri coachee. Jangan sampai kita menjadi satu-satunya orang yang mengasumsi keburukan coachee/siswa, tanpa konfirmasi sasaran kita atau kerabat kita.
Manfaat langsung setelah coaching itu apa? Coachee (terutama murid) merasa lebih nyaman, terbuka dan mempunyai tantangan baru. Untuk kita sebagai pendidik bisa merasakan happy (bahagia), tidak stress dan sigap menghadapi persoalan yang timbul dari segala arah.
Bagaimana kalau kondisi anak antara dirumah dan disekolah itu berbeda? Ada saja siswa yang tidak terlihat bermasalah disekolah namun berbanding terbalik dengan sikapnya dirumah, atau malah sebaliknya. Seharusnya, kita sebagai orang tua mampu menggali dan memahami perilaku persisnya seperti apa. Cek gejala/sumber masalah yang dihadapi dan samakan standarnya. Bisa jadi, sebuah perbuatan yang dirumah boleh dilakukan sedangkan disekolah sangat dilarang. SAMAKAN STANDARNYA agar visinya berjalan lancar, enak itu kalau sekolah dan orang tua mampu bekerjasama.
“Jadilah cermin, bukan menjadi penasihat.”
Bagaimana jika berada pada kondisi 2 atau lebih orang saling berbicara (ngerumpi), apakah bisa melakukan coaching? Bisa saja, yang terutama adalah tentukan coachnya. Ada penengah yang membawa suasana rumpi menjadi pembahasan topik tertentu yang bermanfaat. Jangan pernah remehkan sebuah perkumpulan, kalau diarahkan secara tepat, hasilnya sangat berpengaruh.
Bagaimana menentukan sumber otentik kebaikan? Misal ada anak yang merasa benar dan gurunya pun beranggapan demikian, keduanya sama-sama merasa benar. Kalau situasinya mencari siapa yang paling enak/adil keputusannya (untuk kedua belah pihak), dialah orang yang harus kita ikuti nasehatnya. Tidak menutup kemungkinan pendapat anak lebih bijak ketimbang gurunya.
Bagaimana mengatasi anak yang melakukan sesuatu sesuka dia? Suka/tidak suka itu pilihan. Faktor apa yang menjadi kekuatan dia, disitulah area yang harus kita dukung. Bisa jadi itu passionya. Untuk mengatasi ketidaksukaannya, minimal dia mengetahui cara menyelesaikan/trouble solving tantangan yang dihadapi. Jelaskan juga kepadanya bahwa tidak semua keputusan itu merupakan hal yang kita senangi. Asah kepekaannya, berikan banyak media pendukung untuknya.
Apakah sama cara coach terhadap semua orang? Tentu saja berbeda. Cara untuk introvert berbeda dengan coachee ekstrovert. Orang yang pemalu, tidak suka keramaian, dan sulit berteman, untuk mengungkapkan 1 kalimat saja harus kita apresiasi dibandingkan dengan orang yang senang bercerita. Tugas kita sebagai pendidik yaitu menyamankan agar anak menyukai sesuatu yang kita berikan. Gunakan pendekatan yang berbeda terhadap anak-anak.
Softskill utama yang perlu dimiliki saat mencoach anak? Berbicara sesuatu yang sudah kita kerjakan sebelumnya (jangan asbun). Sebagai seorang guru (digugu dan ditiru), sangat perlu menjaga sikap agar anak meneladani perilaku kita. Bisa jadi, anak akan lebih dekat dengan gurunya ketimbang orang tuanya. Kenali gesture/feedback anak terhadap kita, kalau mereka lebih sering menghindar terhadap keberadaan kita, segera evaluasi terhadap diri kita. Kalau mereka nyaman, pertahankan kondisi tersebut.
Apa yang dimaksud dengan komunikasi 2 arah? Komunikasi yang bersifat aktif (bukan mengobrol). 2 arah yang dimaksud adalah saling memahami isi pembicaraan antara kedua belah pihak, bukan berbincang-bincang tanpa maksud untuk menghibur diri melainkan untuk menemukan solusi.
Bagaimana respon anak (terutama anak spesial) terhadap hasil coaching kita? Disamping kita melihat feedback/gesture anak, kita juga harus total memberikan coaching. Mereka itu peka terhadap apa-apa yang kita lakukan (misal mengajar dalam keadaan jutek, anak-anak tidak merasa nyaman).
Apa penyebab anak nakal? Anak bandel itu bukan karena dia bandel melainkan karena anggapan kita secara sadar maupun tidak sadar, terutama asumsi dari orang tua. Meskipun hanya berupa asumsi, hal tersebut dapat direalisasikan oleh anak. Berhati-hatilah.
Bagaimana penanganan terhadap anak-anak yang kurang menyukai sayuran? Coba kita memakan buah dan sayuran yang sama dengan anak yang kurang suka sayur, dapat mendorong anak tersebut karena pengaruh lingkungan. Atau membacakan dongeng tentang sayur, makan bersama bahkan adakan acara masak bersama (agar mereka mengetahui prosesnya).


Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar