COACHING FOR EDUCATION
SABTU, 24 JANUARI 2015
OLEH: BU MUTIA – MAMA RAIHAN &
TEAM CPC
AULA SM SAB
Penerapan "coaching" didunia
pendidikan
*Bagi guru & staf:
·
Merupakan proses
pengembangan kompetensi yang berkesinambungan bagi para pendidik
·
Interfasi yang
efektif dari program pengembangan staf dengan menejemen perubahan di sekolah
--->
Sumber: Julie Boyd-2008
Contoh:
perkembangan modul siswa/i SM yang saat ini dapat menggunakan internet (Simas),
menuntun perubahan sikap juga mental. Hal ini merupakan salah satu hasil
coaching terkait 'modul'
*Bagi siswa:
·
Kreatif yang
memecahkan masalah
·
Analisa yang
kritis dalam mengulas situasi
·
Menggali ide-ide
baru
·
Menemukan kaitan
antara satu mapel dengan mapel yang lain
--->Sumber:
Barbara Neufeld & Dana Roper, Eropa 2003
Contoh:
Sekolah Alam Bogor menuntut seluruh siswa dan siswinya untuk berpartisipasi
aktif dalam rangkaian kegiatan yang sudah direncanakannya (TK: menumbuhkan karakter
dasar, SD: mencari dan memahami potensi diri, SM: menemukan jalan menuju titik
optimal kehidupan). Semua itu tidak akan terwujudkan apabila anak-anak tidak
dicoaching terlebih dahulu.
Definisi Coaching menurut ICF
(International Coaching Federation)
"Berpartner dengan seseorang disebuah proses yang kreatif, untuk memaksimalkan masing-masing potensi.”
Ada
3 landasan utama dalam coaching, yaitu:
·
Berpartner
·
Proses yang
kreatif
·
Memaksimalkan potensi
Prinsip Coaching
“Membawa
anda dari tempat anda sekarang berada menuju tempat yang anda mau"
Terminologi Coaching
COACH: orang yang memberikan coaching (guru,
konsultan, dll.)
COACHEE/KLIEN: orang yang mendapatkan coaching (siswa, anak-anak,
peserta seminar, dll.)
Coaching membutuhkan fokus/yang perlu
digali:
·
Kondisi internal
(ketakutan, kekhawatiran, concern, belief dan impian)
·
Kualitas atau
kekuatan
·
Ide tindakan,
rencana & komitmen
Contoh:
Anak merasa ribet dengan UN di SAB, kita tidak perlu menceramahi anak tersebut
karena CERAMAH ≠ COACH. Gunakan cara
lain untuk mengembangkan kekuatannya untuk mengatasi ketakutannya.
“Tugas
coach yaitu sebagai seorang REMINDER” (karena ada komitmen yang harus
dilaksanakan, demi kelancaran visi yang dituju).
Hindari:
·
Asumsi
·
Judgement/penilaian
·
Argumentative
Contoh:
ada seorang murid yang selalu datang terlambat sehingga kita mencap dia sebagai
anak pemalas. Tanpa adanya bukti dan kesepakatan, cap tersebut menjadi
penilaian sehingga mengakibatkan anak menilai buruk dirinya sendiri, alhasil
nasehat kita tidak didengar.
“Kekurangan itu gampang untuk dicari,
berbeda dengan kekuatan *BERHATI-HATILAH.”
3 keahlian inti (lengkapnya ada 11)
untuk coaching:
1.
Presence
Kemampuan untuk hadir sepenuhnya bagi teman
bicara dan kemampuan untuk “mempertahankan perhatian” serta “mendengarkan aktif”
selama proses coaching berlangsung. Tidak hanya guru/coach, dirumah juga
seperti ini perlu kita praktekkan terhadap orang-orang disekitar kita. Presence
terjadi karena kita memandang teman bicara sebagai partner dalam
mencapai goal bersama, berapapun umurnya.
2.
Active listening
Kemampuan untuk memahami apa yang tersirat
dibalik kata-kata coachee. Mendengarkan adalah tindakan aktif
(menyimak-merespon dan mencari jalan keluar). Hindari memanggil coachee/anak-anak
dengan menggunakan microphone, karena fokusnya tersebar, anak jadi kurang dekat
dengan kita, berbeda dengan memanggil nama secara langsung.
3.
Powerful
questioning
Kemampuan untuk mengajukan pertanyaan yang
merangsang sikap eksploratif dan berfikir kreatif. Jenis “pertanyaan terbuka”, sangat berpengaruh terhadap jawaban anak.
Jawaban yang didasari pada apa yang coachee pikirkan secara meluas, membuka
ragam jalan keluar oleh coachee itu sendiri. Juga bermanfaat kepada orang-orang
yang malas berbicara panjang lebar.
Buat hubungan yang erat terlebih dahulu dengan
rekan kita. Misal ketika siswa mendapatkan nilai jelek, kita arahkan kepada
pertanyaan seputar hobinya terlebih dahulu. Biarkan mereka berbicara sampai
perasaannya meluap, coach hanya mendengarkan. Setelah dirasa tepat, tanyakanlah
nilai ulangan yang diterima oleh siswa tersebut. Alihkan dengan “kok
bersemangat ya ketika…………” coba ubah cara belajarmu dengan cara seperti itu.
“Pertnyaan powerful
timbul secara alamiah saat anda ingin tahu lebih dalam.”
Sesi pertanyaan…!
Bagaimana untuk coaching secara klasikal? Nah kalau
ini, butuh perhatian dan pengalaman yang lebih besar dari biasanya, terutama
anak kecil. Anak Playgroup sampai kelas 5 SD itu masih sangat polos, belum bisa
berbohong level tinggi, sangat mudah untuk kita atur dibandingkan dengan anak
yang sudah baligh.
Bagaimana caranya menghindari “asumsi” ???
sebaiknya kita POSTHINK (positif thingking) terlebih dahulu sebelum semuanya
kita asumsinya pada hal yang kurang baik. Minimal dengan mencari kualitas
terbaik yang ada pada diri coachee. Jangan sampai kita menjadi satu-satunya
orang yang mengasumsi keburukan coachee/siswa, tanpa konfirmasi sasaran kita
atau kerabat kita.
Manfaat langsung setelah coaching itu apa? Coachee
(terutama murid) merasa lebih nyaman, terbuka dan mempunyai tantangan baru. Untuk
kita sebagai pendidik bisa merasakan happy (bahagia), tidak stress dan sigap
menghadapi persoalan yang timbul dari segala arah.
Bagaimana kalau kondisi anak antara dirumah
dan disekolah itu berbeda? Ada saja siswa yang tidak terlihat bermasalah
disekolah namun berbanding terbalik dengan sikapnya dirumah, atau malah sebaliknya.
Seharusnya, kita sebagai orang tua mampu menggali dan memahami perilaku
persisnya seperti apa. Cek gejala/sumber masalah yang dihadapi dan samakan
standarnya. Bisa jadi, sebuah perbuatan yang dirumah boleh dilakukan sedangkan
disekolah sangat dilarang. SAMAKAN STANDARNYA agar visinya berjalan lancar,
enak itu kalau sekolah dan orang tua mampu bekerjasama.
“Jadilah cermin, bukan menjadi penasihat.”
Bagaimana jika berada pada kondisi 2 atau
lebih orang saling berbicara (ngerumpi), apakah bisa melakukan coaching? Bisa saja,
yang terutama adalah tentukan coachnya. Ada penengah yang membawa suasana rumpi
menjadi pembahasan topik tertentu yang bermanfaat. Jangan pernah remehkan
sebuah perkumpulan, kalau diarahkan secara tepat, hasilnya sangat berpengaruh.
Bagaimana menentukan sumber otentik kebaikan? Misal
ada anak yang merasa benar dan gurunya pun beranggapan demikian, keduanya sama-sama
merasa benar. Kalau situasinya mencari siapa yang paling enak/adil keputusannya
(untuk kedua belah pihak), dialah orang yang harus kita ikuti nasehatnya. Tidak
menutup kemungkinan pendapat anak lebih bijak ketimbang gurunya.
Bagaimana mengatasi anak yang melakukan
sesuatu sesuka dia? Suka/tidak suka itu pilihan. Faktor apa yang menjadi
kekuatan dia, disitulah area yang harus kita dukung. Bisa jadi itu passionya. Untuk
mengatasi ketidaksukaannya, minimal dia mengetahui cara menyelesaikan/trouble
solving tantangan yang dihadapi. Jelaskan juga kepadanya bahwa tidak semua
keputusan itu merupakan hal yang kita senangi. Asah kepekaannya, berikan banyak
media pendukung untuknya.
Apakah sama cara coach terhadap semua orang? Tentu
saja berbeda. Cara untuk introvert berbeda dengan coachee ekstrovert. Orang yang
pemalu, tidak suka keramaian, dan sulit berteman, untuk mengungkapkan 1 kalimat
saja harus kita apresiasi dibandingkan dengan orang yang senang bercerita. Tugas
kita sebagai pendidik yaitu menyamankan agar anak menyukai sesuatu yang kita
berikan. Gunakan pendekatan yang berbeda terhadap anak-anak.
Softskill utama yang perlu dimiliki saat
mencoach anak? Berbicara sesuatu yang sudah kita kerjakan sebelumnya (jangan
asbun). Sebagai seorang guru (digugu dan ditiru), sangat perlu menjaga sikap
agar anak meneladani perilaku kita. Bisa jadi, anak akan lebih dekat dengan
gurunya ketimbang orang tuanya. Kenali gesture/feedback anak terhadap kita,
kalau mereka lebih sering menghindar terhadap keberadaan kita, segera evaluasi
terhadap diri kita. Kalau mereka nyaman, pertahankan kondisi tersebut.
Apa yang dimaksud dengan komunikasi 2 arah? Komunikasi
yang bersifat aktif (bukan mengobrol). 2 arah yang dimaksud adalah saling
memahami isi pembicaraan antara kedua belah pihak, bukan berbincang-bincang
tanpa maksud untuk menghibur diri melainkan untuk menemukan solusi.
Bagaimana respon anak (terutama anak spesial) terhadap
hasil coaching kita? Disamping kita melihat feedback/gesture anak, kita juga
harus total memberikan coaching. Mereka itu peka terhadap apa-apa yang kita
lakukan (misal mengajar dalam keadaan jutek, anak-anak tidak merasa nyaman).
Apa penyebab anak nakal? Anak bandel itu bukan
karena dia bandel melainkan karena anggapan kita secara sadar maupun tidak
sadar, terutama asumsi dari orang tua. Meskipun hanya berupa asumsi, hal
tersebut dapat direalisasikan oleh anak. Berhati-hatilah.
Bagaimana penanganan terhadap anak-anak yang
kurang menyukai sayuran? Coba kita memakan buah dan sayuran yang sama dengan
anak yang kurang suka sayur, dapat mendorong anak tersebut karena pengaruh
lingkungan. Atau membacakan dongeng tentang sayur, makan bersama bahkan adakan
acara masak bersama (agar mereka mengetahui prosesnya).
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar