Cerpen 6: Cerita Anak Payung
Hai, perkenalkan namaku Chandra. Aku baru saja lulus dari
studi SMA jurusan IPA. Setelah mencoba tes beberapa kali untuk masuk perguruan
tinggi negeri, hasil yang aku terima belum bisa mengantarkan aku pada cita-cita
yang aku inginkan. Akhirnya aku memutuskan untuk memulai karir dengan bekerja
dan pekerjaan pertama yang aku dapatkan adalah menjadi seorang guru pendamping
anak berkebutuhan khusus.
Apa itu anak berkebutuhan khusus? Mereka adalah anak-anak
berkemampuan istimewa yang jarang dimiliki oleh banyak orang. Termasuk pada
perilaku dan tingkahnya sehari-hari, sehingga kebanyakan dari mereka harus
bersekolah ditempat khusus. Salah satu anak didik yang aku ajarkan adalah Tio.
Tio adalah anak laki-laki usia 9 tahun yang selalu bermain.
Komunikasinya non-verbal, Tio belum bisa mengungkapkan sesuatu dengan lisan.
Hobinya menumpukkan barang menjadi barisan yang sangat rapi. Dari semua
kegiatan yang dilakukannya, Tio sangat anti alias menjauh pada sesuatu yang
kotor dan basah, salah satunya hujan. Setiap hujan turun, tidak berhenti Tio
mencari tempat persembunyian karena ketakutannya tersebut. Sebagai gurunya, aku
selalu berusaha memberikan stimulus yang baik agar Tio dapat bersahabat dengan
hujan.
***
Suatu sore, seluruh siswa sudah pulang kerumah dijemput oleh
orang tuanya masing-masing. Diantara 15 anak, hanya Tio sendiri yang belum
dijemput. Aku dan Tio menunggu dipos security, berharap jemputannya segera
tiba. Tidak kami sangka, langit tiba-tiba mendung dan hujan turun dengan deras.
Seketika Tio yang aku tuntun menangis menjadi-jadi.
Ditengah perangkap hujan antara aku, Tio dan pos satpam,
datang seorang anak remaja yang memakai payung menghampiri kami. Anak itu
bernama Fata, remaja berkebutuhan khusus yang rumahnya dekat dengan sekolah.
Fata sering disebut ‘anak payung’ oleh warga sekitar termasuk para guru
dikarenakan ia selalu berjalan-jalan dengan menggunakan payung ketika hujan
turun.
Waktu itu, sebagai guru baru, pertama kalinya aku bisa
bertemu dengan Fata, anak yang kata orang memiliki multitalenta. Karena khawatir
basah, aku memanggil Fata untuk bergabung dengan kami berteduh di pos. Ditengah
hujan lebat, aku berusaha mencairkan suasana agar Tio terhibur. Fata langsung
menghampiri, menyimpan payung dan ikut bergabung dengan kami.
Fata memiliki perawakan yang jangkung dan berbadan kurus.
Bahasa verbalnya dapat dipahami oleh orang lain dengan instruksi yang
sederhana. Singkatnya, Fata dapat melakukan komunikasi dengan orang lain dengan
bahasa yang mudah dimengerti. Dengan terbata-bata, aku bertanya pada Fata,
“Fata sedang apa? Mengapa berjalan sendiri? Apakah orang tua
tidak khawatir?”
Fata hanya terdiam mendengar pertanyaanku. Mungkin karena aku
memberikan terlalu banyak pertanyaan sehingga sulit dipahami oleh Fata. Setelah
menyimpulkan, aku kembali bertanya dengan harapan dijawab oleh Fata,
“Fata, sedang apa?”
“Sedang duduk ya”
“Mengapa pakai payung?”
“Hujan ya”
“Mengapa berjalan sendiri?”
“Senang ya senang ya, mau jalan-jalan lagi ya”
“Tunggu, hujan masih lebat!”
Akhirnya beberapa pertanyaanku berhasil dijawab. Yang masih
belum aku pahami, mengapa ia senang berjalan dengan menggunakan payung saat
hujan turun, berbeda sekali dengan Tio yang justru ketakutan dengan hujan. Aku
terus menganalisa untuk melepas rasa penasaranku.
Terbesit perkataan orang lain bahwa Fata pandai bernyanyi,
aku coba meminta Fata untuk menghibur kami di pos. Tanpa ragu dan sungkan, Fata
langsung bernyanyi dihadapan kami, membawakan lagu kunang-kunang dari Rebecca.
Tio yang sempat menangis ketakutan, perlahan melihat Fata bernyanyi dan merasa
terhibur dibuatnya.
Setelah selesai lagu pertama, aku meminta Fata untuk
bernyanyi kembali dan tanpa penolakan, Fata menyanyikan lagu kedua dengan judul
Hujan dari Utopia. Kesempatan emas tersebut aku manfaatkan untuk menggendong
Tio dan membasahinya dengan air hujan. Aku berharap Tio berani menghadapi hujan
karena hujan itu berkah, hujan hanyalah sekumpulan air yang turun dari langit
yang tidak melukai manusia. Dalam keraguan, perlahan Tio mau menengadahkan
tangannya untuk menampung air di telapak tangannya. Terus dan terus ia mainkan
air hujan sambil tertawa lepas dihadapannya.
20 menit berlalu, Fata yang selesai dengan lagu yang
dibawakannya, sigap mengambil payung dan melanjutkan hobinya, berjalan dibawah
hujan. Kebetulan hujan sudah mulai reda dan aku sibuk membantu Tio membersihkan
tangannya yang basah.
Sebelum Fata pergi meninggalkan kami, aku bertanya kepada
kembali Fata,
“Mengapa jalan ketika hujan?”
“Senang ya”
“Senang apa?”
“Senang mendengar air hujan terkena payung, tok tok tok…”
Aku masih belum paham maksudnya. Mengapa ada perilaku
seseorang yang menurutku aneh seperti itu. Oh Tuhan, banyak didunia ini yang
belum aku tahu, maha besar Engkau ya Allah.
Sejak pertemuan tersebut, Tio sudah tidak takut lagi dengan
hujan. Aku yang masih penasaran, menemui Fata dirumahnya dan mendengarkan
beragam cerita dari orang tua Fata. Tingkah laku seperti itu dilakukan Fata
untuk menenangkan emosinya dari kejenuhan saat belajar disekolah insklusi.
“Asalkan tidak ada petir, maka kami izinkan Fata untuk
berkeliling komplek saat hujan turun,” begitu pesan orang tuanya.
Selesai…
#dhinar #cerpen #cerpenorisinil #orisinil #1000cerpen #hobi #bogor
#penulis #fiksi #imajinasi #mimpi #kreatif #karya #inovatif #payung #autism #abk #rbk #motivasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar