Senin, 27 Juni 2016

Cerpen 6: Kisah Anak Payung

Cerpen 6: Cerita Anak Payung

Hai, perkenalkan namaku Chandra. Aku baru saja lulus dari studi SMA jurusan IPA. Setelah mencoba tes beberapa kali untuk masuk perguruan tinggi negeri, hasil yang aku terima belum bisa mengantarkan aku pada cita-cita yang aku inginkan. Akhirnya aku memutuskan untuk memulai karir dengan bekerja dan pekerjaan pertama yang aku dapatkan adalah menjadi seorang guru pendamping anak berkebutuhan khusus.

Apa itu anak berkebutuhan khusus? Mereka adalah anak-anak berkemampuan istimewa yang jarang dimiliki oleh banyak orang. Termasuk pada perilaku dan tingkahnya sehari-hari, sehingga kebanyakan dari mereka harus bersekolah ditempat khusus. Salah satu anak didik yang aku ajarkan adalah Tio.

Tio adalah anak laki-laki usia 9 tahun yang selalu bermain. Komunikasinya non-verbal, Tio belum bisa mengungkapkan sesuatu dengan lisan. Hobinya menumpukkan barang menjadi barisan yang sangat rapi. Dari semua kegiatan yang dilakukannya, Tio sangat anti alias menjauh pada sesuatu yang kotor dan basah, salah satunya hujan. Setiap hujan turun, tidak berhenti Tio mencari tempat persembunyian karena ketakutannya tersebut. Sebagai gurunya, aku selalu berusaha memberikan stimulus yang baik agar Tio dapat bersahabat dengan hujan.

***

Suatu sore, seluruh siswa sudah pulang kerumah dijemput oleh orang tuanya masing-masing. Diantara 15 anak, hanya Tio sendiri yang belum dijemput. Aku dan Tio menunggu dipos security, berharap jemputannya segera tiba. Tidak kami sangka, langit tiba-tiba mendung dan hujan turun dengan deras. Seketika Tio yang aku tuntun menangis menjadi-jadi.

Ditengah perangkap hujan antara aku, Tio dan pos satpam, datang seorang anak remaja yang memakai payung menghampiri kami. Anak itu bernama Fata, remaja berkebutuhan khusus yang rumahnya dekat dengan sekolah. Fata sering disebut ‘anak payung’ oleh warga sekitar termasuk para guru dikarenakan ia selalu berjalan-jalan dengan menggunakan payung ketika hujan turun.

Waktu itu, sebagai guru baru, pertama kalinya aku bisa bertemu dengan Fata, anak yang kata orang memiliki multitalenta. Karena khawatir basah, aku memanggil Fata untuk bergabung dengan kami berteduh di pos. Ditengah hujan lebat, aku berusaha mencairkan suasana agar Tio terhibur. Fata langsung menghampiri, menyimpan payung dan ikut bergabung dengan kami.

Fata memiliki perawakan yang jangkung dan berbadan kurus. Bahasa verbalnya dapat dipahami oleh orang lain dengan instruksi yang sederhana. Singkatnya, Fata dapat melakukan komunikasi dengan orang lain dengan bahasa yang mudah dimengerti. Dengan terbata-bata, aku bertanya pada Fata,

“Fata sedang apa? Mengapa berjalan sendiri? Apakah orang tua tidak khawatir?”

Fata hanya terdiam mendengar pertanyaanku. Mungkin karena aku memberikan terlalu banyak pertanyaan sehingga sulit dipahami oleh Fata. Setelah menyimpulkan, aku kembali bertanya dengan harapan dijawab oleh Fata,

“Fata, sedang apa?”

“Sedang duduk ya”

“Mengapa pakai payung?”

“Hujan ya”

“Mengapa berjalan sendiri?”

“Senang ya senang ya, mau jalan-jalan lagi ya”

“Tunggu, hujan masih lebat!”

Akhirnya beberapa pertanyaanku berhasil dijawab. Yang masih belum aku pahami, mengapa ia senang berjalan dengan menggunakan payung saat hujan turun, berbeda sekali dengan Tio yang justru ketakutan dengan hujan. Aku terus menganalisa untuk melepas rasa penasaranku.

Terbesit perkataan orang lain bahwa Fata pandai bernyanyi, aku coba meminta Fata untuk menghibur kami di pos. Tanpa ragu dan sungkan, Fata langsung bernyanyi dihadapan kami, membawakan lagu kunang-kunang dari Rebecca. Tio yang sempat menangis ketakutan, perlahan melihat Fata bernyanyi dan merasa terhibur dibuatnya.

Setelah selesai lagu pertama, aku meminta Fata untuk bernyanyi kembali dan tanpa penolakan, Fata menyanyikan lagu kedua dengan judul Hujan dari Utopia. Kesempatan emas tersebut aku manfaatkan untuk menggendong Tio dan membasahinya dengan air hujan. Aku berharap Tio berani menghadapi hujan karena hujan itu berkah, hujan hanyalah sekumpulan air yang turun dari langit yang tidak melukai manusia. Dalam keraguan, perlahan Tio mau menengadahkan tangannya untuk menampung air di telapak tangannya. Terus dan terus ia mainkan air hujan sambil tertawa lepas dihadapannya.

20 menit berlalu, Fata yang selesai dengan lagu yang dibawakannya, sigap mengambil payung dan melanjutkan hobinya, berjalan dibawah hujan. Kebetulan hujan sudah mulai reda dan aku sibuk membantu Tio membersihkan tangannya yang basah.
Sebelum Fata pergi meninggalkan kami, aku bertanya kepada kembali Fata,

“Mengapa jalan ketika hujan?”

“Senang ya”

“Senang apa?”

“Senang mendengar air hujan terkena payung, tok tok tok…”

Aku masih belum paham maksudnya. Mengapa ada perilaku seseorang yang menurutku aneh seperti itu. Oh Tuhan, banyak didunia ini yang belum aku tahu, maha besar Engkau ya Allah.

Sejak pertemuan tersebut, Tio sudah tidak takut lagi dengan hujan. Aku yang masih penasaran, menemui Fata dirumahnya dan mendengarkan beragam cerita dari orang tua Fata. Tingkah laku seperti itu dilakukan Fata untuk menenangkan emosinya dari kejenuhan saat belajar disekolah insklusi.

“Asalkan tidak ada petir, maka kami izinkan Fata untuk berkeliling komplek saat hujan turun,” begitu pesan orang tuanya.


Selesai…


#dhinar #cerpen #cerpenorisinil #orisinil #1000cerpen #hobi #bogor #penulis #fiksi #imajinasi #mimpi #kreatif #karya #inovatif #payung #autism #abk #rbk #motivasi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar