Chanel NatGeoWild Maghrib
Bogor, 8 Juni 2016
Rabu ini, liburan terakhir yang aku lalui diawal Ramadhan
1437 H. Buka puasa di hari ke-3 ini, aku, Ibu dan Kakak lengkap ada dirumah,
sama seperti hari pertama dan kedua.
Menjelang maghrib, kami selalu menyaksikan tayangan pada
salah satu stasiun TV local SCTV. Kakakku beranggapan, “jika kita mengambil
jadwal imsyak di SCTV, agar lebih adil kita menantikan adzan maghrib dari
stasiun TV yang sama (berhubung setiap sahur kami selalu menonton acara Para
Pencari Tuhan).”
Ketika saluran TV lain sudah mengumandangkan adzan, termasuk
masjid-masjid disekitar rumah sudah mulai terdengar, chanel yang kami saksikan
justru sibuk dengan puluhan iklan yang tayang dan melupakan tayangan adzan. Sungguh
sangat disayangkan.
***
Inti dari kisah ini bukanlah pada kekhilafan tayangan adzan
di TV. Saat kami tengah berbuka puasa, ibuku yang memegang remot TV sibuk
mencari chanel dengan harapan menemukan acara yang bagus yang dapat kami
saksikan bersama. Berhubung banyak iklan yang tayang distasiun TV lokal, ibuku
tidak sengaja melewati beberapa saluran TV luar negeri saat sedang fokus
dipindahkan pada saluran USeeTV.
Singkat cerita, tibalah kami pada chanel NarGeoWILD, acara
yang selalu menayangkan dunia flora dan fauna. Ibuku sangat tertarik pada acara
tersebut karena biasanya menampilakan keindahan alam dari seluruh penjuru
dunia. Aku dan kakak ikut menonton sambil menyantap menu buka puasa.
Maghrib itu, chanel NatGeoWild dengan judul “1000 Days for
Planet…” menampilkan sekumpulan gajah yang sedang berlari diperkebunan kelapa
sawit. Sang pembawa acara mengatakan (kami membaca subtitle-nya) bahwa gajah
tersebut sedang diburu oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Saat ditanya
kepada penduduk sekitar, ternyata pemburu tersebut adalah penjaga kebun kelapa
sawit (swasta).
Setelah digiring, akhirnya sekumpulan gajah yang panik itu
masuk kedalam hutan. Dalam pernyataan yang disampaikan sang pembawa acara,
mereka mengatakan,
“Hukum di Indonesia terhadap konservasi Flora dan Fauna
sangat lemah”
Dari kalimat itu kami mulai sadar bahwa yang sedang
ditayangkan tersebut adalah dokumenter NatGeoWild di tanah Indonesia, Pulau
Sumatra lebih tepatnya. Dan yang sedang mereka bahas adalah ‘Gajah Sumatra’.
“Perkebunan kelapa sawit begitu sangat dibanggakan meskipun
merusak hutan, padahal sebenarnya ini dapat mengakibatkan banyak kepunahan
Flora dan Fauna di Sumatra.”
“Ingin sekali rasanya membeli tanah Sumatra sekitar 1.000
hektar dengan uang euro kami. Jika diizinkan, kami akan membuat hutan cagar
alam demi melindungi Flora dan Fauna dari kepunahan.”
“Namun, seandainya berlangsung sekalipun, kami tidak tahu
apakah periode pemerintahan selanjutnya akan tetap mengizinkan? Entahlah. Kami mengkhawatirkan
Flora dan Fauna di Sumatra.”
“Setiap tahun selalu ada gajah yang mati karena pemburuan dan
kekurangan lahan tinggal/hutan, jumlah yang tersisa sekitar 500 spesies.”
Kurang lebih seperti itu pernyataan selanjutnya.
JLEBBB….!!!
MALU…..!!!
MIRIS……..!!!
Kalau memang chanel itu tayang diseluruh dunia, dimanakah
wajah negeri kita akan disimpan. Bukan karena gajah atau perkebunan kelapa
sawit, akan tetapi bagaimana kita menyikapi pernyataan tersebut. Dimanakah
pemerintah Indoensia? Apakah mereka melihat?
Berdasarkan pengalamanku pergi ke daerah Sumatra (Bengkulu
dan Jambi), terlihat dari jendela pesawat, memang benar pulau Sumatra dipenuhi
perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi, aku baru benar-benar menyadari bahwa efek
yang ditinggalkan pada perkebunan tersebut begitu tidak adil, bahkan untuk
pelestarian alam termasuk Flora dan Fauna. Perasaanku begitu sangat berat
setelah menyaksikan tayangan tersebut.
***
Ibuku yang kurang begitu paham dengan bahasa Inggris dan
subtitle yang begitu cepat, langsung memindahkan chanel yang kami tonton ke
saluran TV lokal. Dalam sebuah berita, diinformasikan bahwa presiden dan
mentri-mentrinya malam ini tengah menghadiri acara haol alm. Taufik Kemas. Dengan
wajah yang berseri-seri mereka berkumpul. Aku bertanya spontan kepada kakakku, “A’
apakah pemerintah nonton acara NatGeoWild tadi?”
“Mana sempet!” Kakakku menjawab sambil menyantap ta’jil yang
dihidangkan.
***
Ah sudahlah, aku hanya bisa berdo’a kepada yang Maha Kuasa. Aku
hanya bisa menuliskan cerita ini. Kepada seluruh masyarakat didunia, dimanapun
kita berada, mari kita sayangi alam kita mulai dari lingkungan terkecil,
lingkungan yang berada disekitar kita. Cintai Flora dan Fauna Indonesia dan
alam raya yang telah dititipkan Allah swt. kepada kita sebagai khalifah. Minimal
tidak memburu atau merusak lingkungan mereka.
Semoga kita semua diberi kesadaran untuk menjaga dan
melestarikan lingkungan. Semoga, kepunahan flora dan fauna dapat dihentikan
secepatnya dan alam menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Dear, siapapun…
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar